Benarkah Tol Jagorawi Dirancang Jadi Landasan Pacu ‘Darurat’ Pesawat?
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Salah satu isu dan pertanyaan sejarah yang menyelimuti jalan tol ini adalah penggunaan badan jalannya sebagai landasan pacu pesawat. Ketua Divisi Edukasi dan Pemberdayaan Indonesia Toll Road Watch, Alexander Pratomo pun menjawab hal tersebut.
“Betul, ini awalnya memang akan digunakan sebagai landasan pesawat bila terjadi kondisi darurat. Contohnya peperangan atau emergency landing. Kalau landasan udara di Bogor seperti Lanud Atang Sendjaja dan di Jakarta, Halim Perdanakusuma tidak bisa menerima pesawat tersebut, landing-nya terpaksa dilakukan di tol Jagorawi," ungkapnya saat dihubungi kumparan belum lama ini.
"Kalau peperangan dan landasannya di bom, pesawat militer lepas landasnya di Jagorawi juga,” lanjutnya.
Sayangnya, uji coba sebagai landasan pesawat ini belum pernah dilakukan. Namun, Alexander memastikan bahwa tol ini punya konstruksi yang sudah memadai sebagai runway burung besi itu.
ADVERTISEMENT
“Waktu pembangunan, pengerasannya dilakukan intens setiap 20 cm. Makanya, jalan tol ini cukup lama dibangunnya karena 1 kilometer saja perlu beberapa hari hingga satu minggu untuk menyelesaikannya,” urai pria ramah ini.
“Profil jalan tolnya juga kalau dilihat hampir lurus. Kenapa? Karena mereka merancang jalan tersebut sebagai runway darurat juga,” sambungnya.
Sejarah Jalan Tol Jagorawi
Tol Jagorawi bermula ketika Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Ir. Sutami memiliki gagasan pembangunan jalan bypass Jakarta ke Bogor pada tahun 1966. Kepadatan dan jumlah kendaraan yang semakin tinggi jadi alasannya.
“Saat itu, ada 9.000 kendaraan per hari. Makanya, kebutuhan jalan ini sangat penting bagi mobilitas masyarakat di daerah itu. Soeharto pun mengiyakan dan dibuatlah studinya,” jelas Alexander.
Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk membangun jalan ini mencapai Rp 7,6 miliar. Tentu, ini adalah jumlah yang cukup banyak di masa itu.
ADVERTISEMENT
“Ada satu perusahaan namanya Kaiser Cement membantu melobi Pemerintah Amerika Serikat. Akhirnya, lobi berhasil dan pemerintahannya mau mengalokasikan dana hingga USD 28 juta atau sekitar Rp 5,5 miliar. Pemerintah Indonesia menambah kekurangannya Rp 2 miliar,” ucapnya.
Setelah mendapatkan dana, konstruksi pun dimulai pada tahun 1974. Pemerintah menunjuk kontraktor asing Hyundai Construction Co dari Korea Selatan dengan konsultan supervisi Ammann-Whitney dan Trans Asia Engineering Associates Inc dari Amerika Serikat.
“Ini sempat ada penolakan pada penunjukan kontraktor asing tetapi akhirnya masyarakat mau menerima. Tol pun dibangun dan diresmikan pada tahun 1978. Itu ruas Cawang-Cibinong terlebih dahulu. Setahun kemudian, tol ke Ciawi baru diresmikan dan dioperasikan,” pungkasnya.