Buka Kaca Mobil Bisa Kurangi Risiko Penularan COVID-19, Ini Buktinya

8 Desember 2020 18:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Interior Mercedes-Benz GLE 450 Coupe 4Matic AMG Line. Foto: Muhammad Ikbal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Interior Mercedes-Benz GLE 450 Coupe 4Matic AMG Line. Foto: Muhammad Ikbal/kumparan
ADVERTISEMENT
Penularan COVID-19 bisa terjadi di mana saja termasuk di dalam mobil. Oleh karena itu pengemudi dan penumpangnya diwajibkan terus menggunakan masker.
ADVERTISEMENT
Sebab selain melalui droplet, penularan virus juga dapat melalui udara atau airborne. Makanya risiko makin tertular lebih rentan apabila berada di dalam ruangan tertutup, seperti kabin mobil.
Posisi mengemudi Toyota Corolla Cross. Foto: dok. Muhammad Ikbal/kumparan
Apalagi ketika mobil digunakan sebagai kendaraan mobilitas sehari-hari, dan kerap membawa kerabat atau saudara yang tinggalnya tidak dalam satu rumah.
Namun sebagai upaya meminimalisir tertular COVID-19 di dalam mobil, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan menjelaskan saat di perjalanan atau parkir, kaca mobil wajib dibuka secara rutin.
"Karena terjadi pertukaran udara yang banyak. Jadi seandainya ada virus di dalam mobil, akan terdilusi bahkan keluar berganti dengan udara tanpa virus," kata Erlina yang juga menjabat Ketua Pokja Bidang Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) saat dihubungi kumparan, Selasa (8/12).
dr Erlina Burhan. Foto: Dok. Pribadi
Tindakan serupa juga sebelumnya pernah dianjurkan Achmad Yurianto saat masih menjabat juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 pada pertengahan 2020 ini.
ADVERTISEMENT

Riset terbaru soal membuka kaca mobil bisa mengurangi penularan virus

Sebuah jurnal berjudul 'Airflows Inside Passenger Cars and Implications for Airborne Disease Transmission' yang dipublikasikan Science Advances membuktikan, penularan virus bisa diminimalisir dengan membuka semua kaca jendela.
Posisi mengemudi Nissan Kicks Foto: dok. Muhammad Ikbal/kumparan
Para peneliti menggunakan model komputer untuk mensimulasikan pergerakan udara di dalam kabin mobil. Sementara virusnya direpresentasikan sebagai partikel aerosol yang melayang di udara.
Studinya menggunakan Toyota Prius dengan jendela terbuka, yang berjalan dengan kecepatan 80 km/jam. Kabin mobil diisi seorang pengemudi dan penumpang yang duduknya di belakang kursi penumpang depan, untuk menciptakan pola physical distancing.
Udara mengalir dari belakang ke depan kabin mobil melalui kaca belakang. dok. https://advances.sciencemag.org/
Jendela juga dibuka menggunakan pola tertentu: dibuka semua, dibuka satu sisi, dibuka satu baris, dibuka berlawanan sisi tempat duduk penumpang, sampai tertutup penuh.
ADVERTISEMENT
Simulasi menunjukkan, jendela yang terbuka menciptakan pola aliran udara yang dapat mengurangi partikel aerosol di dalam kabin, lantaran terjadi pertukaran udara.
Namun dalam kondisi kaca dibuka secara berlainan sisi dari tempat duduk, pengemudi memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi daripada penumpang belakang. Ini karena aliran udara mengalir dari belakang ke depan.
Otomatis, penumpang belakang bisa langsung merasakan udara bersih yang bersirkulasi. Sementara pengemudi masih dapat menghirup udara lama yang terjebak di dalam kabin dalam beberapa waktu karena adanya turbulensi.
Kendati begitu untuk digaris bawahi sekali lagi, simulasi ini menunjukkan cara untuk mengurangi risiko penularan COVID-19, bukan menghilangkannya dari kabin mobil. Untuk itu penggunaan masker masih tetap diperlukan.
"Mengemudi dalam jendela tertutup dan AC hidup, adalah skenario terburuk berdasarkan simulasi kami. Skenario terbaiknya adalah dengan membuka semua jendela, meskipun membuka satu atau dua jendela sudah lebih baik ketimbang semua tertutup," ujar Ashimanshu Das, salah seorang peneliti Fakultas Teknik Universitas Brown di Rhode Island.
ADVERTISEMENT