Quest Motors

Cerita Pengembangan Baterai Motor Listrik Nyentrik Quest Atom Alpha

26 Agustus 2022 15:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
57
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Motor listrik buatan Indonesia, Quest Atom Alpha sukses mencuri perhatian para pecinta motor Tanah Air. Desainnya yang unik dengan dimensinya yang mungil jadi beberapa alasan orang tertarik dengan motor listrik ini.
Dikembangkan dan diproduksi secara langsung di Indonesia, Quest Motors Atom Alpha ini menyasar segmen hobi dan hanya bisa digunakan untuk lingkup permukiman atau kawasan wisata.
Ini tercermin dari spesifikasinya yang tergolong sederhana namun cukup mumpuni. Bicara spesifikasinya, saat ini Quest Motors Atom Alpha hanya memiliki satu varian, yakni PRO yang dibekali baterai berkapasitas 720 Wh.
Suasana bengkel Quest Motors di Bandung, Jawa Barat. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Untuk Atom Alpha sendiri pada awalnya membangun tiga spesifikasi, dari mulai konfigurasi 13 seri satu paralel, 13 seri dua paralel, dan 13 seri tiga parallel. Namun setelah mendapatkan berbagai feedback dari kustomer, kami pikir yang paling efektif itu 13 seri tiga parallel untuk penggunaan di Indonesia yang dapat menempuh jarak sekitar 24 kilometer,” kata Co Founder sekaligus CTO Quest Motors, Vicky Ghani.

Enam bulan pengembangan baterai

Dalam menentukan spesifikasi baterai itu, kata Vicky, memang bukan hal yang mudah. Tim di Quest Motors memerlukan enam bulan untuk menemukan komposisi baterai untuk Atom Alpha.
“Jadi kami mendesain delapan prototipe sebelum final production, itu kami coba berbagai konfigurasi baterai. Jadi, kalau motor lain itu bentuk baterainya sudah pack dari pabrikan atau sudah jadi. Nah, kami memang konsepnya merakit sesuai dengan konsepnya yang sudah ada dan kapasitas yang pas sesuai dengan motor,” terang Vicky.
Tampilan Quest Motors. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kendati demikian, Vicky tidak menampik sel baterai yang digunakan masih impor. Hanya saja, untuk perakitan menjadi sebuah battery pack dan Battery Management System (BMS) dilakukan di Indonesia.
“Nah, ini BMS-nya kami coba rancang bangun sendiri sehingga kebutuhannya sesuai dengan yang kami inginkan dan juga terkait dengan TKDN. Kami ingin sebanyak mungkin (komponen) buatan kami sendiri,” beber Vicky.
Dengan semakin banyaknya komponen dalam negeri, bisa memberikan dampak positif yang lebih luas, baik itu bagi industri UMKM serta bisa menghindari terjadinya kendala pasokan komponen apabila terdapat permasalahan di global.
“Nanti akan memudahkan ketika misalkan ada pengguna yang membutuhkan spare-part jadinya tidak susah, misalkan ada kejadian macet supply chain-nya atau misalnya kasarnya diembargo, kita meminimalisir hal-hal seperti itu karena memang elektroniknya kami rancang sendiri,” ungkap Vicky.

Tidak menganut swap baterai

Adapun pada motor listrik Quest Atom Alpha ini rupanya tidak menganut sistem swap battery layaknya motor listrik lainnya. Alasannya, dengan dimensinya yang kompak serta kapasitas baterai yang kecil, sudah lebih dari cukup ngecas motor listrik ini di rumah.
“Jadi memang di Indonesia ini harapan kami karena motornya kecil, kita ngecas motor itu seperti ngecas gadget atau laptop. Karena dayanya kecil nggak sampai 200 W untuk yang home charger,” papar Vicky.
Tampilan Quest Motors. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Selain itu, menggunakan metode swap battery juga bukan tanpa kendala. Saat ini ketersediaan stasiun penukaran baterai belum banyak dan perlu ada standar baterai yang sama dengan produk lain.

Pilih dinamo model hub daripada mid-drive

Sementara itu, untuk dinamo atau motor listrik Atom Alpha masih dipasok dari luar negeri. Sebab, mereka saat fokus pada pengembangan baterai.
“Untuk pengembangannya sendiri kami belum fokus untuk membuat dinamo, jadi masih menggunakan merek tertentu. Untuk Atom Alpha kami menggunakan (dinamo) jenis hub karena bentuknya kecil, kami ingin membuat minimalis, kemudian pada model selanjutnya kita akan pindah ke mid-drive karena lebih ke performa,” ucap Vicky.
Tampilan ban Quest Motors. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Adapun Vicky juga menjelaskan masing-masing jenis dinamo itu, tentu memiliki berbagai keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Pada dinamo berjenis hub, memiliki keunggulan dalam hal dimensinya yang lebih ringkas serta tidak ada kekhawatiran putusnya rantai atau belt penghubung dinamo dengan roda.
“Kekurangannya, center of gravity-nya jadi di belakang, kemudian jika sering melewati jalan rusak, bearing pada hubnya akan sedikit rumit jika harus diservis,” tutur Vicky.
Sedangkan pada dinamo model mid-drive, memiliki keunggulan dalam hal performa serta velg yang dapat disesuaikan dengan selera masing-masing.
“Kalau mid-drive layaknya motor biasa, rasio gigi dari penggerak ke roda bisa disesuaikan entah itu mau cari torsi atau top speed. Namun, jadi ada perawatan di rantai atau di belt tersebut,” tambah Vicky.
***
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten