Indonesia Jangan Fokus ke Bahan Baku tapi Teknologi Baterai Kendaraan Listrik

27 Juni 2021 12:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baterai baru Tesla 4680. Foto: Futurecar.com
zoom-in-whitePerbesar
Baterai baru Tesla 4680. Foto: Futurecar.com
ADVERTISEMENT
Pemerintah berupaya mengakselerasi pengembangan industri kendaraan listrik, termasuk menumbuhkan industri pendukung seperti baterai, motor listrik dan inverter.
ADVERTISEMENT
Apalagi Indonesia punya modal bahan baku pembuatan baterai lithium-ion yang besar, seperti nikel dan kobalt. Ada potensi besar jadi basis produksi baterai.
Pengembangan kendaraan listrik juga diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV dan Perhitungan Kandungan Lokal.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyebut permintaan EV di dunia diperkirakan terus meningkat.
"Pada 2040 diperkirakan akan mencapai sekitar 55 juta unit. Pertumbuhan ini tentunya mendorong peningkatan kebutuhan baterai lithium ion (LiB),” ungkap Taufiek.
Karena itu, tutur Taufiek, negara dengan sumber bahan baku baterai seperti Indonesia, nantinya memegang peranan sangat penting.
Dan kebutuhan baterai lithium Ion akan terus meningkat, seiring dengan berkembangnya isu lingkungan dan tren dunia.
Track day dengan mobil listrik Hyundai Ioniq dan Kona Electric. Foto: dok Hyundai
“Hal ini menjadi potensi pengembangan industri baterai yang merupakan komponen utama dalam ekosistem energi terbarukan,” paparnya.
ADVERTISEMENT

Potensi tak berhasil

Meski demikian, Taufiek mengingatkan pemerintah jangan gelap mata, dan hanya terpaku pada melimpahnya bahan baku, tapi ketinggalan soal teknologi baterai.
Akibatnya, bisa jadi harapan untuk bisa menjadi pemain utama dan menjadi basis produksi baterai kendaraan listrik bisa gagal.
Kata Taufiek, masa depan kendaraan listrik juga tergantung pada inovasi baterai, yang kini cenderung tidak menggunakan bahan baku nikel, cobalt, dan mangan seperti lithium sulfur dan lithium ferro phosphor.
Ruang bagasi dan baterai motor litsrik GESITS. Foto: Adity Pratama Niagara/kumparan
Material itu membuat baterai lebih murah, termasuk juga inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen.
“Dengan demikian kita harus mengantisipasi perkembangan ini
karena akan membawa dampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi dan waktu pengisian yang singkat,” katanya.
ADVERTISEMENT
Taufiek mengingatkan akan teknologi disruptive battery yang mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai yang mengandalkan material ini akan berhasil.
"Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru, juga harus diantisipasi," tuturnya.