Indonesia Jangan Jadi ‘Korban’ Transisi Energi Hijau

13 Oktober 2022 15:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pabrik TMMIN mulai memanfaatkan energi hijau untuk memasok kebutuhan listrik.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pabrik TMMIN mulai memanfaatkan energi hijau untuk memasok kebutuhan listrik. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Joni Hermana mempertanyakan dasar perhitungan pemerintah Indonesia dalam mencapai target netral karbon. Menurutnya, ini penting untuk menjadi landasan perguruan tinggi untuk berkontribusi dalam mencapai target tersebut.
ADVERTISEMENT
“Harus ada analisis berapa yang dibutuhkan, dari segi kendaraan yang berbasis baterai dan ethanol misalnya. Ini berkaitan dengan tujuan dalam memenuhi komitmen Indonesia menurukan emisi karbon,” kata Joni pada Seminar Nasional: 100 Tahun Industri Otomotif Indonesia ‘Teknologi Energi Terbarukan untuk Transisi Menuju Net-Zero Emission dan Tantangannya’ di ITS Surabaya.
Dari analisis pemerintah, akademisi bisa memberikan terobosan untuk mencapai target pemerintah didasarkan dari hitungan-hitungan yang jelas.
“Tadi kan tidak ada (analisis). Ceritanya cuma berapa nanti yang tercapai, tapi tidak bercerita dari aspek konsekuensinya terhadap emisi karbon itu seperti apa. Harusnya didasarkan itu, baru mundur ke belakang,” tuturnya.
Berdasarkan proyeksi internal Kemenperin, jumlah mobil dengan mesin ICE yang beredar mencapai 17,5 juta unit pada 2020 dan berkontribusi sebesar 59,3 juta ton CO2. Sementara kendaraan roda dua menghasilkan 36 juta ton CO2 yang berasal dari 100,5 juta unit sepeda motor.
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menerbitkan sejumlah kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhan populasi kendaraan berbasis baterai. Di dalamnya termasuk PP 73/2019 JO 74/2021, Perpres 55/2019, UU No. 1 tahun 2022.
Selain insentif dari sisi perpajakan, pemerintah melalui Kemenperin juga merilis Permenperin 36/2021, Permenperin 6/2022, serta Permenperin 28/2020 dan 7 tahun 2022 untuk pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Bahkan, pemerintah juga merilis Inpres No. 7 tahun 2022 untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional dan kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pada 2023, pembelian mobil listrik dari instansi pemerintah diproyeksi mencapai 39.258 unit dan 119.649 unit sepeda motor listrik.
Proyeksi pembelian KLBB instansi pemerintah Foto: Gesit Prayogi/kumparan
“Secara prinsip, kami dari perguruan tinggi sangat ingin membantu dari aspek pengembangan baik teknologinya maupun yang berkaitan dengan kebijakan menuju energi hijau,” katanya.
ADVERTISEMENT

Kolaborasi pemerintah Indonesia, akademisi, dan industri

Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan pemerintah tak bisa hanya bergantung pada sumber daya alam untuk transisi ke energi hijau.
“Sekarang kan kita merasa karena punya natural resources itu menjadi sebuah advantage. Tapi sejarah mengatakan, bahwa natural resources itu bisa menjadi comparative advantage tapi tidak bisa menjadi competitive advantage semata mengandalkan resources,” paparnya.
Sumber daya manusia menjadi kunci dalam transisi ke energi hijau. Toyota, kata Bob, berkolaborasi dengan tujuh universitas, yakni UGM, UI, ITS, ITS Surabaya, ITB, Unud, dan Undip untuk mempersiapkan SDM untuk menjadi yang terdepan dalam pengembangan industri hijau.
“Kita bisa menjadi negara yang mendapatkan manfaat. Bukan menjadi korban dari transisi menjadi energi hijau. Yang jadi korban biasanya followers yang belakangan. Yang duluan biasanya mereka yang spent money lebih banyak, invest lebih banyak dan akhirnya dia mendapatkan manfaat lebih besar,” papar dia.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, perlu adanya kolaborasi berbagai pihak, baik itu industri, pemerintah, hingga akademisi untuk menetapkan strategi transisi energi hijau untuk mencapai target netral karbon 2060.
“Kami inginkan tentunya diraih dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, industri dan akademisi. Negara-negara yang maju kerjasamanya luar biasa,” tuntasnya.