Makin Populer, Akankah Mobil Listrik Menggusur Mobil Bensin?

7 November 2017 16:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perusahaan mobil listrik, Tesla. (Foto: Jason Reed/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Perusahaan mobil listrik, Tesla. (Foto: Jason Reed/Reuters)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan instruksi tertulis, memerintahkan pengembangan mobil listrik didukung oleh semua kementerian dan lembaga terkait. Aturan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) kini tengah disiapkan untuk merealisasikan pengembangan mobil listrik.
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bahkan telah mengusulkan ke Presiden, untuk melarang mobil berbahan bakar fosil pada 2040. "Makanya Pak Presiden menugaskan kami membuat rancangan peraturan tentang mobil listrik. Presiden mendorong sangat kuat untuk implementasi mobil listrik. Pemerintah tidak bisa buat sendiri, jadi insentif fiskal," katanya saat membuka Seminar Internasional mengenai Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, September lalu.
Ignasius Jonan mencoba motor listrik Gesits. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ignasius Jonan mencoba motor listrik Gesits. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)
China yang kota-kota besarnya termasuk paling terpolusi di dunia, juga sudah mewacanakan pelarangan mobil bensin. Lebih jauh dari itu, China bahkan telah memproduksi mobil listrik secara massal.
BYD, salah satu produsen otomotif China yang membuat kendaraan listrik, angka penjualannya lebih besar dari Tesla. Maklum, pasar dalam negeri China sendiri merupakan pasar mobil terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Xinhua, penjualan mobil listrik dan hybrid di China pada 2016 naik 53% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, tahun lalu China telah menjual 507 ribu unit kendaraan listrik dan hybrid. Dari total penjualan sebanyak itu, 80% di antaranya merupakan kendaraan listrik murni.
Untuk mendorong minat warga, China memberikan subsidi 23% dari harga penjualan kendaraan listrik. Subsidi itu masih lebih rendah dari yang diberikan negara-negara Eropa, seperti Denmark (49%) dan Norwegia (45%). Tapi masih lebih tinggi daripada Amerika Serikat (18%).
Kota di Xinjiang, China. (Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kota di Xinjiang, China. (Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan)
Sedemikian ambisi negara-negara itu mengembangkan dan memasarkan mobil listrik, apakah mobil bensin akan tersingkir dalam waktu dekat? Riset Boston Consulting Group (BCG) yang dirilis awal November ini menyebutkan, hingga 2025 daya tarik mobil listrik masih akan seret.
ADVERTISEMENT
Seperti dilansir Reuters, laporan riset itu mengungkapkan, pada 2030 produksi kendaraan listrik baru akan menyentuh angka 14% dibandingkan mobil berbahan bakar fosil. Salah satu penahan penjualan kendaraan listrik adalah teknologi batere yang belum efisien, serta harga jual yang masih lebih mahal daripada mobil bensin.
"Dalam kondisi seperti itu, pengembangan kendaraan listrik masih memerlukan insentif lagi," kata Senior Partner BCG, Xavier Mosquet. Baru pada 2030, Mosquet mengatakan, permintaan kendaraan listrik akan didorong oleh kekuatan pasar, bukan regulasi pemerintah.