Produksi Toyota Innova Hybrid Belum Tentu di Indonesia?

14 Agustus 2019 17:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Toyota Innova Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Toyota Innova Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
ADVERTISEMENT
Kijang Innova bermesin hybrid bocorannya akan keluar pada 2021. Di pasar India, model ini rencananya akan menggantikan varian mesin Diesel yang disuntik matik.
ADVERTISEMENT
Lantas, apakah model tersebut akan diproduksi di dalam negeri, mengingat Innova masuk proyek Innovative International Multi-purpose Vehicle (IMV), yang basis produksinya di Indonesia.
"Tapi secara umum, Innova itu dari Indonesia termasuk sama engine-nya. Sementara soal ini --hybrid Innova dari Indonesia-- masih berebut. Ini masing masing negara ingin menunjukkan daya saingnya ya kita masih berjuang," ucap Teguh Trihono, General Manager External Affairs Division Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) kepada kumparan, Rabu (14/8).
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat berkunjung di booth Toyota GIIAS 2019. Foto: Istimewa
Toyota Indonesia, kata Teguh, sedang berupaya bisa membujuk prinsipal supaya bisa dipercaya menjadi basis kendaraan hybrid. Namun, hingga kini keputusannya belum diambil.
"Pada intinya yang dilihat adalah daya saingnya --kompetitifkah, yang parameternya salah satunya skala ekonomi, sumber daya alam, dan bahan baku komponen sehingga kita bisa dapat harga lebih murah, dan keberlangsungan lebih terjamin. Tak semua negara memiliki itu," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Buat mendorong hal tersebut, Teguh menyebut pelaku industri otomotif harus gencar mempopulerkan electrified vehicle (hybrid, plug-in hybrid, BEV, fuelcell dll).

Kerjasama lintas merek?

Teguh memberikan contoh, demi mengejar skala ekonomi bisa saja antara semua pabrikan otomotif di Indonesia bisa saja melakukan kerjasama, tanpa memandang brand.
Namun memang, dirinya mengakui akan ada banyak penyelarasan yang dilakukan. Misalnya saja baterai, tentu saja bentuknya menyesuaikan dengan desain mobil, karena menentukan titik berat mobil.
"Terkait skala ekonomi sendiri, memang kementerian juga menanyakan hal itu, bisa tidak di-commonize standarnya dan dari satu sumber dan lainnya," ucap Teguh.