Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Awal Agustus 2019, publik dihebohkan dengan truk bermuatan tanah yang menimpa mobil minibus di Jalan Imam Bonjol, Karawaci, Tangerang. Empat orang tewas di tempat.
Berselang satu bulan kemudian (2/9/2019), kecelakaan kembali terjadi dan lebih mengenaskan lagi. Sebanyak 9 orang meregang nyawa akibat truk yang hilang kendali dan menabrak barisan kendaraan --21 mobil-- dalam kecepatan tinggi di Tol Cipularang KM 91 arah Jakarta.
Tak berhenti sampai situ, dump truck kembali terlibat kecelakaan. Kali ini terjadi di Jalan Boulevard Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, pada Jumat (5/9/2019). Kejadian melibatkan satu truk dan empat kendaraan, untungnya tak ada korban jiwa dari insiden tersebut.
Ketiga kecelakaan tersebut --berdasarkan pernyataan pihak berwenang-- disebabkan oleh truk pengangkut, yang dua di antaranya melanggar aturan ODOL (over dimension overload).
"Batas JBI --jumlah berat yang diizinkan-- truk in 24 ton. Ini (truk yang menimpa mobil) sekitar 30 ton," ucap Lulu Karsan saksi ahli dari Ikatan Penguji Kendaraan Bermotor Indonesia (IPKBI), soal kecelakaan truk di Karawaci, Tangerang.
Sementara terkait kecelakaan di Tol Cipularang, Kapolres Purwakarta AKBP Matrius, mengatakan dump truck harusnya hanya mengangkut 12 ton tapi dipaksa membawa 37 ton.
"Karena jalan menurun ditambah kelebihan muatan, mengakibatkan panasnya rem dan menimbulkan berkurangnya koefisien pengereman. Rem jadi licin," kata Matrius.
Alih-alih mengambil untung, oknum pengusaha memang cukup lumrah memaksa truk mengangkut muatan berlebih. Padahal, risikonya fatal, komponen as roda bisa saja patah dan membuat truk miring serta jatuh hingga kinerja rem terganggu.
Produsen
Rentetan kecelakaan yang melibatkan truk ini tentu merugikan pabrikan, yang memproduksi kendaraan tersebut. Isuzu misalnya, mereka akan mencabut garansi truk yang melanggar aturan ODOL.
Menurut After Sales Service Division Head PT Astra Isuzu, Heri Wasesa, mendeteksi apakah truk melanggar aturan ODOL atau tidak sangatlah mudah.
"Kendaraan baru itu kan ada masa garansinya, ketika dalam masa itu terjadi kerusakan atau indikasi kerusakan karena ODOL, pasti akan kami cabut garansinya," kata Heri.
Longgarnya pengawasan dan penindakan
Menyoal ODOL, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, mengatakan bahwa kebijakan penurunan muatan sudah diimplementasikan sejak 1 Agustus 2018. Bahkan untuk merumuskan regulasi itu, mereka melakukan studi banding ke Vietnam dan Thailand.
Sebagai upaya konkret, operasi penertiban ODOL di jalan tol dengan jembatan timbang portable telah dilakukan. Meskipun, upaya ini belum efektif untuk menyingkirkan truk yang melanggar ODOL dari jalan tol.
Ditemui di sela-sela pameran kendaraan listrik di Balai Kartini beberapa waktu lalu, Budi berkomitmen untuk memperketat aturan soal ODOL.
Pihaknya telah meminta Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) bahwa zero ODOL harus diimplementasikan pada tahun 2020. "Karena di jalan tol itu butuh keselamatan lebih dibandingkan jalan negara," kata Budi.
Sebuah alat bernama weigh in motion (WIM) jadi amunisi untuk mendeteksi apakah kendaraan yang melintas melebihi aturan ODOL.
"Teknisnya begitu nanti mau masuk jalan tol, ada alat WIM yang mendeteksi dengan menggunakan sinyal, mobil ini muatannya lebih atau tidak. Kalau lebih nanti akan dikeluarkan --dari jalan tol," ujarnya.
Budi menambahkan, WIM sebenarnya telah terpasang di beberapa ruas tol di Semarang dan Jakarta-Merak. Hanya saja, BPJT tidak memiliki kewenangan untuk menindak. Soal ini, ia pun akan berkoordinasi dengan kepolisian.
Menciptakan keselamatan di jalan raya
Terlepas dari minimnya pengawasan dan penindakan, setiap pengendara harus sadar bahwa jalan raya adalah lingkungan yang paling tidak aman di dunia. Demikian dikatakan Jusri Pulubuhu yang juga Instruktur dan Pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC).
“Jalan raya adalah satu area yang sangat berbahaya dan tidak aman bagi keselamatan siapapun. Ibaratnya, jalan raya penuh dengan ranjau, di mana ranjau itu bisa berupa ancaman dari depan dari samping dari atas, dari bawah. Jadi berdasarkan fakta, jalan raya adalah satu tempat yang mematikan buat manusia,” ucapnya kepada kumparan.
Berkaca dari rentetan kecelakaan maut yang terjadi belakangan ini, Jusri berpendapat banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk menciptakan keselamatan di jalan raya.
Pertama, pendidikan safety driving sangat mutlak bagi pengendara khususnya mobil komersial.
Kedua, para pengusaha pun harus mengutamakan keselamatan. Dalam hal ini, mereka pun harus patuh dengan uji KIR dan tidak melanggar aturan ODOL.
“Namun itu semua belum cukup, pengawasan dan penegakan hukum dari pemerintah juga jangan sampai diabaikan. Mereka harus tegas melakukan penindakan,” ucap Jusri.
Jusri menegaskas penindakan pun harus dilakukan secara tegas. Apalagi jangan sampai ada upaya suap, sehingga kendaraan yang melanggar bisa lolos, dan berpotensi mencelakai pengendara lain.