Viral Ambulans Lawan Arah dan Tabrak Motor, Bagaimana Seharusnya?
ADVERTISEMENT
Kecelakaan 'adu banteng' antara mobil ambulans dan pengendara sepeda motor , terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur pada Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
Dalam video CCTV yang diunggah oleh akun Instagram @dashcamindonesia, kecelakaan tersebut bermula dari mobil Ambulans yang sedang membawa pasien COVID-19 melaju dengan kecepatan cukup tinggi, dan melakukan contra flow atau lawan arah.
Pada saat yang bersamaan, sepeda motor yang dikendarai oleh Siswo Prayitno (40), yang merupakan anggota Satlantas Polresta Banyuwangi melaju dari arah berlawanan, karena kondisi lampu lalu lintas yang sudah hijau.
Nahas, akibat pandangannya yang terhalang oleh truk, pengendara motor itu pun mengarahkan motornya ke kanan dengan maksud menyalip, namun justru pada saat yang bersamaan muncul ambulans yang dikemudikan oleh Catur Bowo Laksono, sopir ambulans Rumah Sakit Islam (RSI) Fatimah.
Akibat kejadian itu, pengendara sepeda motor pun mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke RSUD Blambangan.
ADVERTISEMENT
"Bibir korban pecah dan kendaraannya rusak," ujar Kanit Laka Satlantas Polresta Banyuwangi, Iptu Ardi kepada kumparan, Kamis (26/11).
Belajar dari kasus kecelakaan itu, senior instructor sekaligus founder dari Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu, mengatakan tindakan yang dilakukan pengemudi ambulans dengan melawan arus, memang tidak dibenarkan berdasarkan Undang-undang.
"Jadi memang mengacu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, pengendara yang mendapatkan prioritas sebagaimana diatur pada pasal 134, tidak berhak melawan arus atau menerobos lampu lalu lintas tanpa adanya diskresi dari petugas Kepolisian," jelas Jusri kepada kumparan, Sabtu (28/11).
Berikut isi Pasal 135 dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(1) Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirine.
ADVERTISEMENT
(2) Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Karena itu, bila mengacu pada Undang-undang tersebut, sudah seharusnya ambulans itu tetap berada di jalurnya, sambil meminta diberikan prioritas oleh pengendara lain di depannya.
"Dia hanya boleh melakukan rekayasa lalu lintas apa pun itu, entah itu menerobos lampu lalu lintas atau melakukan contra flow, apabila dikawal petugas Kepolisian atau di lokasi itu memang ada petugas Kepolisian yang mengaturnya," beber Jusri.
Akibat kurangnya empati dari pengendara lain
Lebih lanjut, kata Jusri, tindakan salah yang dilakukan pengemudi ambulans itu, karena kurangnya kesadaran dari pengendara lain.
Dirinya pun mengaku prihatin terhadap sopir ambulans tersebut. Sebab, menurutnya sopir ambulans itu sudah melakukan langkah yang tepat dengan memberikan pertolongan secepatnya bagi korban yang dibawanya.
ADVERTISEMENT
"Jadi memang kalau secara hukum atau undang-undang, sopir ambulans itu salah dan melanggar hukum. Tapi kalau secara etika dan kemanusiaan, dia sudah melakukan hal yang tepat karena itu menyangkut nyawa korban yang dibawanya," terang Jusri.
Pentingnya pemahaman kesadaran terhadap kendaraan prioritas seperti ambulans
Supaya kejadian serupa tak terulang kembali, Jusri pun menyarankan kepada seluruh pengendara agar memberikan jalan terhadap kendaraan yang memang masuk daftar kendaraan prioritas.
Adapun, kendaraan-kendaraan yang berhak mendapatkan prioritas, tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 134. Berikut bunyinya.
Pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
ADVERTISEMENT
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Yang harus dilakukan pengendara lain yang berada di situasi serupa, misal di lampu lalu lintas, lalu ada ambulans atau kendaraan prioritas lainnya di belakangnya, maka segera maju sedikit dan minggir untuk memberikan ruang. Ini wajib karena sudah diatur oleh Undang-undang," beber Jusri.
Bahkan, kata Jusri, dalam kondisi itu, apabila pengendara lainnnya itu harus terpaksa maju melewati batas berhenti di lampu lalu lintas maka diperbolehkan.
"Sifatnya situasional, misalnya memang sudah enggak memungkinkan dia minggir sedikit, sehingga dia harus maju melewati batas berhenti atau bahkan melewati lampu merah tersebut. Itu boleh, apalagi misal disitu ada petugas yang memerintahkan, sangat boleh," tutur Jusri.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, Jusri pun berharap agar tak ada lagi ambulans yang melakukan contra flow tanpa arahan petugas lalu lintas dan membahayakan pengendara lainnya.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )