15 dari 24 Pusat Sains di Indonesia Sudah Tidak Aktif dan Ditutup

14 Juni 2018 9:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
LIPI Rilis kartu ucapan tahun baru (Foto: Dok. Pusat Penelitian Fisika LIPI)
zoom-in-whitePerbesar
LIPI Rilis kartu ucapan tahun baru (Foto: Dok. Pusat Penelitian Fisika LIPI)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 15 dari 24 pusat sains di 24 provinsi di Indonesia ternyata sudah tidak aktif dan bahkan ditutup. Fakta menyedihkan ini didapat dari data Asosiasi Science Center Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tidak aktifnya ataupun ditutupnya pusat sains ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain terkendala anggaran dana, kurangnya tenaga kerja, serta perubahan kebijakan dari pemerintah daerah (pemda) setempat.
Beberapa pusat sains yang dinyatakan sudah “mati suri” dengan tidak mengembangkan program dan alat peraga karena minimnya anggaran dana antara lain adalah Pusat Sains Kalimantan Selatan, Pusat Sains Kalimantan Timur, Pusat Sains dan Budaya Sulawesi Selatan, Science Center Sawahlunto, dan Graha Teknologi Palembang.
Sementara itu, Pusat sains di Sulawesi Tenggara dan Cilacap dinyatakan ditutup dan sudah tidak aktif karena adanya pengalihan pengelolaan akibat restukturisasi kelembagaan di pemda masing-masing.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Heru Dewanto, menyatakan keprihatinannya terhadap laporan ini.
ADVERTISEMENT
“Kami menyesalkan sikap Pemerintah Daerah yang tidak memberikan perhatian pada perkembangan sains dan iptek bagi masyarakatnya. Penonaktifan atau bahkan penutupan pusat sains dan iptek ini secara tidak langsung akan menghambat inovasi dalam negeri,” ujar Heru Dewanto dalam siaran pers yang diterima oleh kumparanSAINS, Rabu (13/6).
Menurutnya, ketika inovasi itu berhenti, maka bangsa ini selamanya hanya akan menjadi bangsa pengikut atau follower dan sulit menjadi pemimpin dunia.
Investasi untuk Kemajuan Iptek
Untuk membangun dan memelihara pusat sains memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Contohnya, pembangunan Science Techno Park di Cibinong Science Center oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saja membutuhkan dana sekitar Rp 117 miliar. Namun sekalipun membutuhkan dana yang tidak sedikit, pembangunan pusat sains merupakan sebuah investasi yang penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, pembangunan pusat sains sudah masuk ke dalam program pemerintah pusat. Pemerintah pusat era Jokowi telah memiliki program untuk membangun 100 taman sains dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.
Pembangunan Science and Techno Park ITB. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Pembangunan Science and Techno Park ITB. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
Oleh karena itu, Heru menegaskan, “Pemerintah pusat dan daerah seharusnya mengalokasikan dana khusus untuk pengembangan pusat sains dan iptek di daerahnya sebagai upaya meningkatkan inovasi dan memperkenalkan Iptek kepada masyarakat di daerah.”
“Selain itu, dibutuhkan pula inovasi dan kreativitas dari dinas atau lembaga pemerintah yang menaungi pusat sains ini untuk menciptakan beragam program dan menambah alat peraga sains yang menarik keingintahuan masyarakat,” sarannya.
Bukan cuma diperlukan komitmen serius dari pemerintah untuk mengelola pusat sains di Indonesia. Agar pusat sains bisa memiliki dampak yang besar bagi masyarakat, dibutuhkan juga upaya kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi, dan pihak swasta untuk mengelolanya.
ADVERTISEMENT
“Perguruan Tinggi bisa dilibatkan, misalnya dengan memamerkan hasil riset dan karya-karya ilmiah mereka di pusat sains ini. Adapun pihak swasta dapat berperan dengan menampilkan penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri, dan juga mendukung pendanaan,” pungkas Heru.