4 Peneliti LIPI Jadi Profesor Riset: Salah Satunya Periset Sesar Lembang

28 Juli 2021 7:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kembali melantik para penelitinya sebagai profesor riset, Selasa (27/7). Ada empat peneliti yang diangkat jadi profesor kali ini.
ADVERTISEMENT
Keempat peneliti tersebut adalah Rudi Subagja (Pusat Penelitian Metalurgi dan Material), Sensus Wijonarko (Pusat Penelitian Fisika), Danny Hilman Natawidjaja (Pusat Penelitian Geoteknologi), dan Efendi (Pusat Penelitian Metalurgi dan Material). Keempatnya resmi menjadi profesor ke-151, 152, 153, dan 154 secara berurutan di lingkungan LIPI.
Dalam naskah orasinya, Rudi Subagja menyampaikan bahwa Indonesia mempunyai sumber daya mineral di beberapa daerah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Rudi, mata rantai industri nasional belum lengkap dan masih bergantung pada impor bahan logam.
“Permasalahan nasional yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana menciptakan teknologi untuk memanfaatkan dan meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral Indonesia menjadi komoditas logam yang diperlukan oleh bangsa Indonesia,” ujar Rudi dalam acara Orasi Pengukuhan Profesor Riset, Selasa (27/7).
ADVERTISEMENT
Melalui kegiatan penelitian proses metalurgi ekstraksi yang ia lakukan, Rudi berhasil mengembangkan teknologi proses pengolahan ilmenit menjadi TiO2. Proses ini merupakan pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah menjadi konsentrat nikel dan logam nikel serta proses pengolahan bijih tembaga malasit menjadi logam tembaga.
Ilustrasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sementara itu, Sensus Wijonarko menyampaikan dalam orasinya bahwa ketahanan air suatu kawasan dapat diperkirakan dari neraca air. Ini merupakan indikator keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan air yang didapat melalui metode perhitungan tentang pergerakan air.
Perhitungan ini mampu mendapatkan neraca air dalam lingkup luas, tetapi perlu data yang lama dan ahli yang dapat melakukannya. Hasil rata-rata tersebut juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya tidak dapat dipakai untuk melihat kondisi sesaat.
ADVERTISEMENT
“Kesulitan tersebut dapat diatasi atau dikurangi dengan metode pengukuran neraca air memakai instrumentasi neraca air yang diharapkan dapat menjadi salah satu bagian dari sistem pengamat hidrometeorologi terpadu pada masa mendatang,” jelas Sensus.
Sensus menjelaskan bahwa instrumentasi neraca air juga dapat berfungsi sebagai kalibrator perhitungan neraca air dan bisa menjadi pembanding dengan instrumentasi neraca air di tempat-tempat lain yang menerapkannya, terutama bila sudah terintegrasi dalam sistem pengamat hidrometeorologi global.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti ilmu kebumian Danny Hilman Natawidjaja menyampaikan naskah orasi yang berjudul “Riset Sesar Aktif Indonesia dan Peranannya dalam Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami”. Orasi tersebut mengungkap bahwa rangkaian gempa besar yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2000 adalah bukti nyata bahwa Indonesia adalah wilayah dengan potensi bencana gempa yang sangat tinggi.
Ilustrasi seismograf gempa bumi. Foto: Getty Images
“Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang sesar aktif dan potensi gempa di seluruh wilayah Indonesia,” kata Danny, yang pernah terlibat dalam riset soal Sesar Lembang yang dipublikasikan di jurnal internasional Tectonophysics pada 13 Desember 2018.
ADVERTISEMENT
Pada naskah tersebut, Danny menjelaskan bahwa pemetaan sesar aktif di darat tidak cukup hanya dengan metode konvensional yang mengandalkan analisis lanskap tektonik aktif dari bentang alam. Sebab, wilayah tropis seperti Indonesia memiliki banyak jejak sesar yang hilang akibat erosi atau tertimbun oleh proses sedimentasi.
“Kami sudah mengembangkan teknik pemetaan sesar aktif dengan bantuan foto udara drone, pemindaian geofisika dangkal bawah permukaan dengan teknologi georadar dan geolistrik, dan uji paritan paleoseismologi disertai uji radiometric dating,” tambah Danny.
Sedangkan Effendi menjelaskan dalam orasinya bahwa turbin pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil merupakan bagian yang paling penting. Sebab, turbin berfungsi mengubah energi kinetik gas panas atau uap air menjadi energi mekanik yang memutar generator untuk menghasilkan listrik.
ADVERTISEMENT
Turbin gas dan turbin uap beroperasi pada kondisi yang ekstrem dengan beban mekanik tinggi dan lingkungan suhu tinggi yang korosif, sehingga kegagalan pada sistem turbin seringkali terjadi terutama pada komponen sudu turbin. Mekanisme kegagalan atau kerusakan sudu turbin gas umumnya disebabkan oleh deformasi creep, fatik (fatigue), korosi panas (hot corrosion), dan pemanasan berlebih (overheating).
Ilustrasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Untuk mengatasi masalah ini, Effendi telah mendesain komposisi kimia dan struktur mikro untuk paduan-super berbasis nikel kristal tunggal generasi baru berdasarkan interaksi unsur-unsur paduan pada suhu tinggi.
“Paduan-super generasi baru ini dicirikan oleh kandungan unsur refraktori yang tinggi untuk meningkatkan kekuatan creep dan kandungan unsur yang menekan presipitasi fasa yang merusak pada suhu tinggi,” jelas peneliti yang mendalami bidang metalurgi dan material tersebut.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk paduan logam untuk sudu turbin uap, Effendi mendesain baja tahan karat martensitik dan baja tahan karat austenitik, baik dari sisi komposisi kimia maupun perlakuan panasnya.
“Desain menghasilkan baja tahan karat martensitik dengan komposisi modifikasi yang memiliki kekuatan mekanik, ketahanan abrasi, dan ketahanan korosi sumuran yang lebih baik dari baja tahan karat martensitik standar 410,” ungkap Effendi.