450 Pasien Covid Meninggal saat Isoman, Ini Tanda Bahaya dan Cara Mengatasinya

13 Juli 2021 16:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pria di Tasikmalaya meninggal saat isolasi mandiri. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pria di Tasikmalaya meninggal saat isolasi mandiri. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ratusan pasien corona yang menjalani isolasi mandiri (isoman) dilaporkan meninggal dunia, menurut koalisi masyarakat sipil Lapor COVID-19. Laporan ini menggarisbawahi penanganan pandemi corona di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut co-inisiator Lapor COVID-19, Ahmad Arif, setidaknya terdapat 450 kasus pasien corona yang sedang isoman meninggal dunia di seluruh Indonesia hingga awal pekan ini. Berdasarkan data yang ia himpun, kasus kematian terbanyak terjadi di Pulau Jawa, diikuti wilayah lain di Kalimantan, Sumatra, hingga NTT (Nusa Tenggara Timur).
"Dari data-data kami menemukan bahwa pasien isoman ini meninggal karena tidak terpantau, karena terlambat dibawa dan ditangani RS karena penuh," kata Arif, yang juga merupakan redaktur Harian KOMPAS, Senin (12/7). "Kami yakin ini fenomena gunung es, karena tidak semua diberitakan atau terlaporkan."

Tanda bahaya pasien corona saat isoman dan cara penanganannya

Infografik: Tanda Pasien Isolasi Mandiri Memburuk Foto: kumparan
Bagi pasien COVID-19 yang melakukan isoman, wajib mengetahui tanda-tanda yang mungkin bisa membahayakan kondisinya. Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Depok, dr. Dewangga Gegap Gempita, ada beberapa tanda bahaya yang perlu diperhatikan pasien corona yang sedang menjalankan isoman.
ADVERTISEMENT
“Tanda-tanda perburukan yang harus diawasi saat melakukan isoman di rumah adalah rasa sesak napas dengan saturasi di bawah 94 persen, dibuktikan dengan pengukuran alat oxymetri. Lalu, kejadian diare dengan frekuensi sering lebih dari lima kali sehari dan pasien tidak mau makan atau minum, ataupun muntah dengan frekuensi yang sering dan demam tinggi lebih dari atau sama dengan 40 derajat Celsius,” ujar dr. Dewangga kepada kumparanSAINS, Selasa (13/7).
Warga dengan mengenakan masker menjalani isolasi mandiri di kawasan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (22/6/2021). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Jika keluarga atau pasien corona terkait mengalami gejala seperti itu, dr. Dewangga menjelaskan sejumlah cara penanganan dasar yang bisa dilakukan. Cara penanganan yang pertama, kata dia, jangan panik.
“Apabila timbul sesak, posisikan setengah duduk atau dengan posisi proning. Coba tarik napas dalam dan buang secara perlahan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Proning merupakan teknik untuk membantu menambah pasokan oksigen dan membantu pasien agar tetap nyaman hingga mendapatkan perawatan di rumah sakit. Teknik ini telah disetujui secara medis dan langkah-langkahnya bisa kamu lihat lewat artikel berikut:
Adapun untuk pasien mual dan muntah, dr. Dewangga menyebut bahwa pasien corona yang isoman bisa diberikan cairan yang cukup dibantu dengan cairan oralit. “Berikan makanan lunak yang mudah ditelan hindari makanan yang berminyak, makanan pedas, asam dan juga kandungan santan,” jelasnya.
Untuk yang mengalami demam, pasien dapat dibantu dengan obat paracetamol 500 mg untuk meringankan demam. Pasien juga bisa dibantu dengan kompres menggunakan air biasa
"Jangan lupa untuk menghubungi satgas lingkungan di tempat tinggal masing-masing untuk memudahkan pemantauan," dr. Dewangga Gegap Gempita, Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Depok
ADVERTISEMENT

Jangan beri obat sembarangan

Selain melakukan penanganan dasar seperti yang disebutkan di atas, keluarga atau pasien corona yang mengalami perburukan kondisi dapat konsultasi ke dokter lewat aplikasi telemedicine. Perlu diingat, konsumsi obat untuk gejala COVID-19 memerlukan pemeriksaan dan resep dokter.
Menurut dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, penggunaan obat sembarangan justru dapat memperburuk kondisi pasien COVID-19. Peringatannya tersebut muncul tatkala ia menemukan dexamethasone di daftar resep obat bagi pasien COVID-19 bergejala ringan dan sedang, baik secara offline maupun di platform telemedicine.
Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam. Foto: Dok. Istimewa
“Ilmu kedokteran berbasis bukti menyebut dexamethasone tidak berguna untuk pasien tanpa gejala, begitupun untuk gejala ringan dan sedang,” kata Ari dalam keterangan tertulis yang diterima kumparanSAINS, Senin (12/7). “Observasi saya atas kasus yang memburuk salah satunya adalah mengonsumsi dexamethasone, baik generik maupun merk dagang.”
ADVERTISEMENT
Ari menyebut, alih-alih bermanfaat bagi pasien, obat dexamethasone justru membuat daya tahan tubuh menjadi lemah, sehingga memungkinkan virus mudah merajalela.
Selain mengimbau penggunaan obat yang tepat, Ari berpesan agar pasien corona terus memperhatikan kondisi kesehatan mereka pada pekan pertama saat isoman.