Ahli Tegaskan Nyamuk Wolbachia Bill Gates Gak Berbahaya, Jadi Solusi Basmi DBD

20 November 2023 15:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nyamuk Aedes aegypti pembawa virus DBD.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Nyamuk Aedes aegypti pembawa virus DBD. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ramai isu di masyarakat soal penyebaran ratusan juta nyamuk wolbachia oleh pemerintah Indonesia. Padahal nyamuk yang disebut buatan Bill Gates, salah satu pendiri Microsoft, itu bertujuan untuk membasmi penyakit demam berdarah dengue (DBD) akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti.
ADVERTISEMENT
Ada beragam ketakutan tentang gigitan nyamuk Wolbachia yang beredar di masyarakat, seperti gigitannya dianggap bisa menyebabkan penyakit Japanese Encephalitis, atau membentuk genetik LGBT. Pemerintah juga disebut telah menjadikan masyarakat kelinci percobaan dengan melihat efek dari gigitan nyamuk hasil rekayasa genetik itu.
Sebenarnya, nyamuk Wolbachia sendiri ditunjukkan pada nyamuk A. aegypti yang terpapar bakteri wolbachia. Bakteri wolbachia adalah salah satu genus bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan arthropoda, utamanya lalat buah, capung, dan kupu-kupu.
Infeksi Wolbachia pada hewan akan menyebabkan partenogenesis, kematian pada hewan jantan, dan feminisasi. Bakteri ini tergolong ke dalam Gram negatif, berbentuk batang, dan sulit ditumbuhkan di luar tubuh inangnya.
Nyamuk ber-wolbachia ini merupakan bagian dari proyek ilmiah bertajuk Eliminate Dengue Project yang dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP). Proyek pemberantasan demam berdarah itu sebagian biayanya didanai oleh Bill & Melinda Gates Foundation, lembaga filantropi yang didirikan oleh Bill Gates bersama mantan istrinya, Melinda French.
Co-founder Microsoft dan juga lembaga filantropi Bill & Melinda Gates Foundation, Bill Gates. Foto: KIM HONG-JI / POOL / AFP
Untuk Eliminate Dengue Project di Yogyakarta, penelitiannya dipimpin oleh Universitas Gadjah Mada dan didanai sepenuhnya oleh Yayasan Tahija, Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D., Peneliti Utama Riset Nyamuk Wolbachia di Yogyakarta, memastikan bahwa bakteri Wolbachia yang ada di tubuh nyamuk A. aegypti tidak dapat hidup di tubuh manusia. Bakteri ini juga tidak akan membahayakan manusia karena hanya bisa hidup di sel tubuh serangga.
Prof. Utarini sebut Wolbachia adalah bakteri alami yang memang banyak ditemukan di tubuh serangga, bukan hasil rekayasa genetik sebagaimana isu yang menyebar di masyarakat. Kehadiran bakteri Wolbachia di tubuh nyamuk bisa menghambat atau memblok pertumbuhan virus dengue yang biasa ditularkan nyamuk A. aegypti ke manusia.
Bakteri Wolbachia ini bisa diturunkan melalui telur. Jadi, saat ada nyamuk jantan yang telah terpapar bakteri Wolbachia kawin dengan betina non-Wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan akan mengandung bakteri Wolbachia.
ADVERTISEMENT
Dalam studi yang dilakukan Prof. Utarini bersama beberapa peneliti lain, bakteri Wolbachia yang menyebar di tubuh nyamuk A. aegypti justru berhasil menekan jumlah pasien terkena DBD di Yogyakarta hingga 80 persen. Ini karena nyamuk A. aegypti yang menyebar sudah tidak lagi menularkan virus dengue saat menggigit manusia.
“Kita ini sedang tidak baik-baik saja kalau berbicara mengenai dengue, dari tahun ke tahun dengue menjadi masalah kesehatan yang serius, RI berkontribusi cukup besar (penyakit dengue), bahkan menjadi negara kedua dengue tertinggi di dunia. Upaya dengue telah berjalan lama tapi belum sepenuhnya bisa dibasmi,” ujar Prof. Utarini dalam diskusi yang dilakukan secara daring, Senin (20/11).
com-Di tengah pandemi, Indonesia mengalami peningkatan kasus DBD. Hingga saat ini, telah terkonfirmasi 70.000 kasus penderita DBD. Foto: Shutterstock
Prof. Utarini juga menegaskan, sampai saat ini tidak ada laporan pasien yang digigit nyamuk Wolbachia mendapatkan antibodi Wolbachia. Begitupun dengan kasus Japanese encephalitis akibat gigitan nyamuk Wolbachia yang sampai saat ini tidak pernah ditemukan.
ADVERTISEMENT
“Ternyata Japanese encephalitis, ini nyamuknya berbeda (Culex) dan penyakitnya juga berbeda. Tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia. Begitu pula kalau ada yang mengaitkan dengan filariasis. Wolbachia yang ada pada cacing yang menyebabkan filariasis itu berbeda jenisnya dengan Wolbachia pada nyamuk ae aegypti. Jadi Wolbachia ini bukan hanya 1 jenis, tetapi ada ribuan jenis,” tegas Prof. Utarini.
Sekali lagi, ini karena bakteri tidak bisa hidup di tubuh manusia. Penularan wolbachia hanya bisa ditularkan lewat perkawinan.
“Bakteri Wolbachia aman bagi manusia dan hewan juga lingkungan. Kami juga sudah meneliti bahwa Wolbachia di nyamuk A. Aegypti tidak bisa berpindah ke serangga lain, juga tidak bisa berpindah ke manusia. Jadi dia akan tetap berada di sel nyamuk Aedes,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, nyamuk ber-wolbachia juga tidak lebih resisten terhadap insektisida. Ini karena karakteristik nyamuk Wolbachia pada dasarnya sama dengan nyamuk A. aegypti yang ada di alam. Adapun jika manusia digigit oleh nyamuk A. aegypti yang sudah terpapar Wolbachia, reaksi yang ditimbulkan hanya bentol dan gatal, tapi tidak menyebabkan DBD.