Alasan Juru Wabah UI Minta Warga Jangan Percaya Zona Corona Merah, Kuning, Hijau

10 Agustus 2020 7:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa kelas VII SMPN 1 Kota Jambi mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum memasuki kelas pada hari pertama sekolah Tahun Pelajaran 2020/2021 di Jambi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Siswa kelas VII SMPN 1 Kota Jambi mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum memasuki kelas pada hari pertama sekolah Tahun Pelajaran 2020/2021 di Jambi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, menentang rencana pemerintah untuk membuka kembali sekolah yang disebut berada dalam zona hijau dan kuning COVID-19 karena dinilai berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Pembagian wilayah zonasi merah, kuning, atau hijau, dalam konteks wabah virus corona, menurutnya tidak merepresentasikan tingkat persebaran virus di wilayah yang ditampilkan.
Pandu menyuguhkan gambar data pergerakan penduduk yang dihimpun tim FKM UI dari Facebook GeoInsight. Data itu menyimpulkan, zonasi warna risiko persebaran virus corona di Indonesia tidak akurat lantaran mobilisasi penduduk masih tinggi, serta jumlah tes yang masih sangat minim. Hal ini menyebabkan zonasi hijau tak menjamin risiko penularan corona yang lebih rendah ketimbang zona corona warna lain.
”(Zona) hijau bisa bukan berarti hijau. (Zona) kuning bisa bukan berarti kuning. Hijau, kuning. bisa saja sebenarnya merah,” kata Pandu.
Dengan demikian, dia memperingatkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, agar tidak mengambil keputusan membuka sekolah berdasarkan zonasi warna itu.
Siswi kelas VII SMPN 1 Kota Jambi mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum memasuki kelas pada hari pertama sekolah Tahun Pelajaran 2020/2021 di Jambi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
Pandu bukan ahli wabah yang mewanti-wanti warga agar tidak bercaya zona warna dalam konteks tingkat penularan COVID-19. Rekan Pandu di FKM UI, Iwan Ariawan, juga pernah menyatakan hal serupa dalam sebuah diskusi virtual. Dia bilang zonasi warna ini akan selalu berubah dan tidak menjamin bahwa zona hijau selalu memiliki risiko yang rendah. Ia pun menganggap bahwa zona hijau itu hanya memberikan rasa aman palsu.
ADVERTISEMENT
"Penduduk itu bergerak dari (zona) merah ke hijau, merah ke kuning, merah ke oranye, dan seterusnya," kata Iwan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan FKM Universitas Indonesia, Juli 2020. "Kita mesti hati-hati dengan zonasi karena ini bisa memberikan rasa keamanan palsu di zona-zona hijau."

Tingkat tes PCR rendah

Indonesia sendiri memiliki rapor merah terkait tes swab corona atau tes PCR. Berdasarkan data terakhir yang disampaikan Satgas Penanganan COVID-19 dalam situs web covid19.go.id, Indonesia baru memeriksa spesimen PCR dari 907.987 orang. Catatan itu hanya membuat Indonesia memeriksa 3.319 orang saja per satu juta penduduk.
Dengan angka tes yang minim itu, data kasus corona di Indonesia sangat mungkin tidak aktual. Pandu sendiri sebelumnya menduga bahwa jumlah kasus COVID-19 di Indonesia mungkin 10 kali lipat lebih besar dari yang dilaporkan pemerintah.
Sejumlah siswi baru mengikuti upacara di SMAN 2 Bekasi di Jawa Barat. Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Saat ini, ada 163 wilayah di zona kuning yang diproyeksikan kembali menggelar kegiatan belajar mengajar di masa pandemi corona. Namun, keputusan untuk membuka sekolah di zona hijau dan kuning, sejatinya dikembalikan kepada pemerintah daerah atau provinsi terkait, pengelola sekolah, hingga orang tua. Di sini, orang tua murid juga punya hak untuk tidak mengizinkan anaknya pergi ke sekolah untuk belajar secara tatap muka.
ADVERTISEMENT
Sementara sekolah di zona oranye dan merah masih dilarang karena berisiko tinggi penularan virus corona.