Alasan Masker Scuba dan Buff Sebaiknya Tak Dipakai di Kereta Commuter Line

15 September 2020 7:03 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di dalam gerbong KRL saat PSBB diberlakukan. Foto: Max
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di dalam gerbong KRL saat PSBB diberlakukan. Foto: Max
ADVERTISEMENT
Pemerintah DKI Jakarta resmi memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Senin (14/9). Kendati begitu sejumlah angkutan umum masih dibolehkan untuk tetap beroperasi, salah satunya adalah Kereta Commuter Line (KRL) dengan menerapkan protokol kesehatan bagi penumpang.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi fokus dalam penerapan protokol kesehatan tersebut adalah meminta penumpang menggunakan masker dengan bahan paling sedikit dua lapis. Dalam aturan terbaru, PT KCI juga menganjurkan penumpang untuk tidak memakai masker scuba dan buff atau kain tipis untuk menutupi mulut dan hidung.
"Untuk kesehatan bersama, sangat dianjurkan menggunakan masker yang efektivitasnya mencukupi dalam mengurangi droplet atau cairan. Gunakan setidaknya masker kain yang terdiri dari minimal dua lapisan," kata Anne Purba, VP Corporate Communications, Senin (14/9). "Hindari penggunaan jenis scuba maupun hanya menggunakan buff atau kain untuk menutupi mulut dan hidung."
Ilustrasi masker buff. Foto: Nikolaus Harbowo/kumparan
Masker scuba dan buff memang sebaiknya tidak digunakan. Selain tidak efektif, alih-alih melindungi dan mencegah penularan, masker tipe tersebut justru bisa membahayakan penggunanya.
ADVERTISEMENT
Sebuah riset yang dilakukan para peneliti dari Duke University, Belanda, menjelaskan bahwa scuba dan buff merupakan masker paling buruk kinerjanya ketimbang masker jenis lainnya. Itu dapat dari hasil studi eksperimental menggunakan perangkat laser sederhana.
Seorang calon penumpang yang mengenakan masker scuba melintas di depan poster Presiden Joko Widodo saat akan memasuki Stasiun Tanah Abang, Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Para peneliti mengamati seseorang yang memakai masker dan berbicara ke arah sinar laser yang disimpan di dalam perangkat berbentuk kotak. Jumlah tetesan yang dikeluarkan saat berbicara direkam menggunakan kamera ponsel. Hasilnya, dari sekian jenis masker yang diuji, buff dan scuba adalah yang paling buruk.
“Pemahaman yang beredar di masyarakat selama ini bahwa memakai masker jenis apa pun lebih baik ketimbang tidak memakai masker sama sekali, tapi di sini hal itu tidak berlaku,” kata Martin Fischer, pemimpin dan spesialis pencitraan molekuler dari Duke University seperti dikutip Science Alert.
ADVERTISEMENT
“Kami mengamati bahwa jumlah tetesan meningkat saat orang menggunakan buff. Kami yakin bahwa bahan yang digunakan telah memecah sejumlah droplet menjadi partikel yang lebih kecil. Hal itu membuat pengguna buff menjadi kontraproduktif karena tetesan yang lebih kecil lebih mudah terbawa arus udara dan membahayakan orang di sekitar."
Dalam kondisi tertutup seperti di dalam KRL dengan udara yang lebih dingin, droplet bisa menjadi airborne dan bertahan di udara dalam waktu lama sehingga membuat penularan virus corona semakin tinggi. Maka, tak mengherankan jika penggunaan buff atau scuba dilarang di KRL. Karena alih-alih mencegah penularan, itu justru bisa membahayakan orang lain dan penggunanya.
Infografik Masker Scuba. Foto: Hod Susanto/kumparan