Alasan Pilu di Balik Kebiasaan Primata Bawa Bayinya yang Sudah Mati

22 September 2021 8:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seekor bayi monyet howler merah dipegang oleh ibunya di kandang mereka di taman zoologi 'Planete Sauvage' di Port-Saint-Pere, Prancis. Foto: Stephane Mahe/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seekor bayi monyet howler merah dipegang oleh ibunya di kandang mereka di taman zoologi 'Planete Sauvage' di Port-Saint-Pere, Prancis. Foto: Stephane Mahe/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sudah sejak lama peneliti mengamati kebiasaan primata seperti babon hingga kera yang kerap membawa dan membopong bayinya yang tewas. Ini juga terjadi di seluruh spesies non-primata, meski tidak jelas apa maksud dan tujuan mereka melakukan hal demikian.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B, menunjukkan bahwa kebiasaan membawa mayat bayi (infant corpse carrying/ICC) yang dilakukan primata kemungkinan besar merupakan bagian dari proses berduka. Ini disebabkan karena adanya ikatan batin yang kuat antara induk dan anak sehingga perilaku mendorong perilaku ICC.
Untuk memastikannya, para peneliti meninjau 126 penelitian sebelumnya, meliputi 409 kasus induk primata yang bayinya mati. Dari 50 spesies primata yang dianalisis, 80 persennya menunjukkan bentuk perilaku ICC.
Ilustrasi Babon. Foto: Gellinger via Pixabay
"Studi kami menunjukkan bahwa primata mungkin dapat belajar tentang kematian dengan cara yang mirip dengan manusia,” kata antropolog, Alecia Carter, dari University College London (UCL) di Inggris.
"Apa yang kita tidak tahu, dan mungkin tidak akan pernah diketahui adalah apakah primata dapat memahami bahwa kematian itu universal, bahwa semua hewan--termasuk diri mereka sendiri-- akan mati."
ADVERTISEMENT
Meski sulit memastikan apakah primata benar-benar mengetahui bahwa bayinya telah mati, penelitian menunjukkan induk bayi lebih muda cenderung akan membawa bayinya yang telah mati. Sebaliknya, kecil kemungkinan mereka melakukan ICC jika bayinya mati secara tragis, seperti kecelakaan atau dibunuh oleh primata lain.
ICC paling sering dilakukan oleh kera besar dan spesies monyet dunia lama. Dua spesies ini cenderung akan membawa bayinya yang mati dalam waktu cukup lama, terlebih bayi dengan mati di usia lebih muda. Penelitian juga menunjukkan, tidak semua primata melakukan ICC, termasuk lemur.
Seekor monyet tamarin kapas membawa bayinya di Kebun Binatang Santa Cruz. Foto: REUTERS/Luisa Gonzalez
"Studi kami juga menunjukkan bahwa melalui pengalaman dengan kematian dan isyarat eksternal, induk primata dapat memperoleh kesadaran yang lebih baik tentang kematian dan karena itu 'memutuskan' untuk tidak membawa bayi mereka yang sudah meninggal, bahkan jika mereka mungkin masih mengalami emosi terkait kehilangan," kata Elisa Fernandez Fueyo, antropolog biologi dari UCL.
ADVERTISEMENT
Peneliti menyebut, sejarah evolusi menunjukkan bahwa ikatan sosial primata cenderung mirip dengan manusia, meski studi lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami lebih banyak seluk beluk primata. Kemungkinan, manusia purba juga memperlakukan kematian bayi sama dengan primata. Kini, para peneliti sedang mencari tahu hubungan antara manusia dan primata dalam hal thanalogy.
"Studi kami juga memiliki implikasi untuk apa yang kami ketahui tentang bagaimana kesedihan diproses di antara primata non-manusia," kata Carter. "Beberapa induk primata mungkin juga membutuhkan waktu yang sama untuk mengatasi kehilangan mereka, menunjukkan betapa kuat dan pentingnya ikatan keibuan bagi primata, dan mamalia pada umumnya."