Alat Rapid Test COVID-19 Buatan Orang Indonesia Dipakai Yayasan Mark Zuckerberg

2 April 2020 11:04 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapid test COVID-19 buatan Sensing Self, produsen alat kesehatan yang salah satu pendirinya adalah WNI bernama Santo Purnama. Foto: Dok. Sensing Self
zoom-in-whitePerbesar
Rapid test COVID-19 buatan Sensing Self, produsen alat kesehatan yang salah satu pendirinya adalah WNI bernama Santo Purnama. Foto: Dok. Sensing Self
ADVERTISEMENT
Seorang warga negara Indonesia bernama Santo Purnama, yang mendirikan perusahaan alat kesehatan mandiri Sensing Self di Singapura, berhasil mengembangkan alat rapid test COVID-19 mandiri dan menjualnya dengan harga terjangkau. Ini merupakan alat tes COVID-19 yang mengambil sampel darah manusia untuk mengecek antibodi, dan ini merupakan metode pengecekan pre-screening.
ADVERTISEMENT
Alat besutannya telah mendapatkan lisensi edar dari tiga pasar penting di dunia, yaitu Eropa (menerima sertifikat CE), India (disetujui oleh National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), dan Amerika Serikat (melalui izin Food and Drug Administration/FDA).
Sejumlah lembaga kesehatan dan pendidikan telah memakainya, termasuk Mayo Clinic, University of California San Francisco, hingga Chan Zuckerberg Biohub, yayasan milik pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg bersama sang istri Priscilla Chan.
“Kami telah mengirimkan alat tes mandiri Sensing Self untuk membantu lembaga-lembaga riset ternama, seperti Mayo Clinic, University of California San Francisco, dan Chan Zuckerberg Biohub. Kami selalu menjaga kualitas produk dan akurasi hasil, karena kami paham bahwa alat ini berhubungan dengan kesehatan seseorang. Pendeteksian dini virus COVID-19 bisa menentukan antara hidup dan mati,” kata Santo dalam siaran pers yang diterima kumparan, Rabu (1/4).
Pendiri Facebook Mark Zuckerberg dan istrinya, Priscilla Chan. Foto: Mark Zuckerberg/Facebook
Sensing Self kini memproduksi dua model alat tes COVID-19. Alat pertama adalah yang mengambil sampel darah pengguna untuk mengecek antibodi dan mengetahui apakah seseorang terpapar virus corona SARS-CoV-2. Alat kedua dari Sensing Self berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction) yang mengambil sampel cairan pernapasan pasien untuk mendeteksi virus corona SARS-CoV-2.
ADVERTISEMENT
Alat pertama diklaim dapat mengeluarkan hasil pengecekan dalam 10 menit, dan dijual relatif murah, Rp 160.000. Tes ini masih berbasis serologi, yakni pengidentifikasian virus berdasarkan antibodi yang terbentuk dalam tubuh setelah terinfeksi virus. Pada orang yang terinfeksi virus kurang dari seminggu, respons imun tubuh belum terbentuk.
Untuk menyiasatinya, seseorang yang menjalani tes ini sebaiknya melakukan tes berikutnya pada 6 atau 7 hari kemudian setelah tes pertama dilakukan. Selain itu, perlu juga konfirmasi ulang dengan tes PCR, yang hasilnya lebih akurat karena menggunakan spesimen swab tenggorokan.
Untuk alat kedua yang berbasis sampel cairan pernapasan dijual lebih mahal, sekitar Rp 1,2 juta. Hasilnya dapat keluar selama 1 jam. Alat PCR untuk deteksi COVID-19 dari Sensing Self sejauh ini hanya diedarkan di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Selain alat tes COVID-19 yang berbasis sampel darah dan PCR, Sensing Self tengah mengembangkan tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin. Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus corona.
Sebagai warga negara Indonesia, Santo menyatakan bersedia untuk menyediakan pasokan alat untuk membantu pemerintah menanggulangi wabah virus corona COVID-19 yang melanda Indonesia. Sayangnya, empat minggu sejak ia mengajukan usul untuk membantu pemerintah, belum juga mendapat persetujuan mengedarkan rapid test COVID-19 buatannya yang mungkin bisa menyelamatkan lebih banyak masyarakat.
Alat rapid test buatan Sensing Self. Foto: Dok. Sensing Self
Di sisi lain, alat tes yang mengambil sampel darah dari Sensing Self justru mendapatkan respons cepat dari negara lain. Sebagai contoh, badan farmasi Eropa hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk memberikan persetujuan. Sementara India hanya memerlukan waktu satu minggu untuk melakukan uji coba, validasi, dan persetujuan akhir. Bahkan, pemerintah India langsung memesan 3 juta alat tes dua hari setelah lisensi diterbitkan.
ADVERTISEMENT
“Kami berharap Pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia. Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, kita bisa meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan,” tambahnya.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!