news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Anjing Bisa Deteksi COVID-19 Lewat Urine, Akurasinya Setara Swab Test Antigen

19 April 2021 9:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi urine. Foto:  Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi urine. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa anjing yang dilatih secara khusus bisa mengendus virus corona SARS-CoV-2 dalam sampel urine dengan akurasi mencapai 96 persen, setara dengan test swab antigen.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, test virus corona pakai anjing ini masih belum bisa digunakan di dunia medis. Itu karena anjing hanya bisa membedakan hasil positif dan negatif dalam sampel yang sudah mereka latih, tapi gagal mendeteksi SARS-CoV-2 ketika disajikan dalam sampel baru.
Anjing diketahui mampu mengendus aroma spesifik untuk berbagai penyakit. Penelitian sebelumnya menunjukkan SARS-CoV-2 memiliki aroma khas yang dapat dideteksi anjing dalam sampel air liur dan keringat.
Faktanya, di bandara Dubai, Uni Emirat Arab, anjing telah digunakan sebagai alat untuk mendeteksi COVID-19. Namun, belum diketahui apakah anjing-anjing tersebut bisa mendeteksi corona lewat sampel urine atau tidak, di mana jumlah virus biasanya lebih rendah ketimbang di air liur dan keringat.
Untuk mengetahuinya, sekelompok peneliti melatih delapan anjing Labrador retriever dan satu Belgian Malinois untuk mengenali aroma zat sintetis yang dikenal sebagai senyawa deteksi universal (universal detection compound/UDC), merupakan bau alami yang tidak ditemukan di lingkungan.
Ilustrasi Anjing Belgian Malinois. Foto: Getty Images
Mereka menempatkan senyawa tersebut di salah satu dari 12 port di roda aroma. Peneliti akan memberikan hadiah kepada anjing yang berhasil mengendus port berisi UDC. Begitu mereka belajar mengenali UDC, para peneliti kemudian menggunakan roda aroma untuk melatih anjing bereaksi pada sampel urine yang diambil dari pasien positif COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sampel diambil dari tujuh orang yang dites positif SARS-CoV-2--dua orang dewasa dan lima anak-anak-- serta enam anak dengan tes negatif SARS-CoV-2. Virus itu dinonaktifkan terlebih dahulu agar tidak membahayakan anjing-anjing tersebut.
Dalam latihan, anjing diberi dua skenario. Pertama roda aroma berisi bau yang ditargetkan disimpan di satu port dan satu port lain diisi aroma lain untuk menguji penciuman anjing. Kedua, peneliti menyediakan port lain yang semuanya diisi aroma distraktor atau gangguan.
Para peneliti menemukan bahwa setelah tiga minggu dilatih, semua anjing dapat mengidentifikasi urine yang mengandung SARS-CoV-2 dengan akurasi rata-rata 96 persen. Spesifisitas keseluruhan adalah 99 persen, yang berarti hampir tidak ada hasil positif palsu. Tetapi, sensitivitas keseluruhan adalah 68 persen, yang berarti ada beberapa negatif palsu.
Seekor anjing pelacak yang dilatih untuk mendeteksi penyakit coronavirus (COVID-19) di tempat-tempat yang sering dikunjungi bekerja, di Bandara Internasional Santiago, Chile, Senin (21/12). Foto: Ivan Alvarado/REUTERS
Alasan sensitivitas yang lebih rendah mungkin karena cara peneliti melakukan pengujian yang ketat. Sebab jika anjing sekali melewati port dengan sampel positif dan tidak meresponsnya, peneliti menyatakan bahwa mereka gagal melakukan deteksi pada sasaran.
ADVERTISEMENT
"Ini bukan hal sederhana yang kami minta anjing-anjing itu lakukan," kata penulis senior Cynthia Otto, direktur Pusat Anjing Pekerja Kedokteran Hewan Universitas Pennsylvania, seperti dikutip Science Alert. "Anjing harus spesifik dalam mendeteksi bau infeksi, tetapi mereka juga harus menggeneralisasi bau latar belakang orang yang berbeda."
Namun, karena anjing dilatih berulang kali pada sampel dan pasien yang sama, mereka tidak dapat menggeneralisasi ke sampel baru. Sementara hal itu menjadi kunci untuk bisa diaplikasikan di dunia nyata. Dalam penelitian lebih lanjut, ilmuwan harus melatih anjing pada sampel yang beragam dan tidak menguji anjing pada sampel dari individu yang sama secara berulang.
Sekarang, para peneliti sedang melakukan apa yang mereka sebut 'studi T-Shirt' di mana mereka melatih anjing untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak, dan apakah seseorang telah divaksinasi atau tidak berdasarkan bau yang tertinggal di kemeja yang sudah dipakai.
ADVERTISEMENT
"Kami mengumpulkan lebih banyak sampel dalam penelitian itu, ratusan atau lebih daripada yang kami lakukan pada penelitian pertama. Kami berharap dapat membuat anjing lebih dekat dengan apa yang mungkin mereka temui dalam lingkungan komunitas," kata Otto.