Ashitaba, Tanaman Asal Jepang, Terbukti Bisa Perlambat Penuaan

25 Februari 2019 7:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ashitaba, Tanaman Asal Jepang Foto: User:sphl via Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ashitaba, Tanaman Asal Jepang Foto: User:sphl via Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tampil awet muda kerap menjadi dambaan setiap wanita. Mereka tak segan merogoh kocek jutaan rupiah untuk melakukan perawatan demi tampil awet muda.
ADVERTISEMENT
Namun, ada alternatif lain untuk bisa awet muda ketimbang melakukan perawatan dengan biaya puluhan juta. Alternatif itu berwujud tanaman Angelica keiskei atau lebih dikenal dengan nama Ashitaba.
Tanaman asal Jepang ini sebagian besar tumbuh di pedesaan. Warga-warga biasa mengonsumsinya dalam bentuk segar atau kering. Secara tradisional, tanaman ini juga sering digunakan sebagai obat, seperti mulas, radang perut, tekanan darah tinggi, dan demam.
Bar-baru ini, dalam penelitian yang hasilnya telah diterbitkan di jurnal Nature Communications, para peneliti menemukan zat senyawa khusus yang terkandung di dalam tanaman Ashibata. Temuan ini sekaligus membongkar rahasia awet muda orang-orang dari Negeri Sakura.
Ashitaba, Tanaman Asal Jepang Foto: Joi Ito/Flickr
Dilansir Newsweek, dalam riset ini para peneliti mendeteksi adanya senyawa flavonoid 4,4′-dimethoxychalcone (DMC) yang mereka gambarkan sebagai "senyawa alami dengan sifat anti-penuaan" dalam tanaman Ashibata.
ADVERTISEMENT
Untuk membuktikan kehebatan senyawa ini, para peneliti melakukan serangkaian tes pada sel-sel manusia. Hasilnya, peneliti menemukan bahwa senyawa DMC telah berhasil memperlambat penuaan.
Menurut para peneliti, senyawa itu bekerja dengan memicu autophagy, proses pembersihan sel-sel yang telah rusak dan meregenerasi sel-sel yang baru.
Untuk memperkuat penemuannya, tim peneliti juga melakukan penelitian pada sel-sel cacing dan lalat buah. Hasilnya, pemberian DMC berhasil memperpanjang umur kedua hewan itu hingga 20 persen.
Para peneliti menemukan, senyawa tersebut juga terbukti dapat melindungi sel-sel di hati tikus ketika aliran darahnya tersumbat, melalui proses autophagy.