Bagaimana Sistem Imun Tubuh yang Baik dalam Lawan Virus Corona?

26 Maret 2020 8:07 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona di Australia. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona di Australia. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Virus corona penyebab COVID-19 merupakan wabah mematikan. Namun tak sedikit korban yang terjangkit mengalami gejala ringan hingga sedang sampai akhirnya dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan intensif.
ADVERTISEMENT
Maka penting untuk mempelajari respons kekebalan tubuh si pasien yang berhasil pulih dengan cepat dari penyakit yang dibawa oleh virus SARS-CoV-2 ini.
Dari seorang wanita berusia 47 tahun yang dinyatakan positif COVID-19, peneliti berhasil mendokumentasikan proses pemulihannya secara bertahap melalui respons imun. Riset dipublikasikan di jurnal medis Nature Medicine.
Dilansir Medical Daily, perempuan itu diketahui berasal dari Melbourne, Australia. Ia mengidap COVID-19 sekembalinya dari Wuhan, China. Padahal, ia mengaku tak sekalipun mengunjungi pasar makanan laut Huanan yang diyakini sebagai muasal wabah.
Petugas keamanan berjaga di sekitar Pasar Makanan Laut Huanan lokasi terdeksi Virus Corona di Wuhan, Hubei, China. Foto: AFP/NOEL CELIS
Wanita itu baru menderita gejala-gejala yang menjurus pada COVID-19 setelah 11 hari tiba di Melbourne. Selama berada di China, ia juga tak pernah melakukan kontak dekat dengan orang yang positif virus corona.
ADVERTISEMENT
Para peneliti dari Peter Doerty Institute for Infection and Immunity, Melbourne, yang menggarap riset ini, berkolaborasi dengan University of Melbourne dan rumah sakit Royal Melbourne. Mereka menganalisis sampel darah wanita yang menjadi pasien COVID-19 itu sebanyak empat kali dalam periode 20 hari, mulai dari gejala muncul sampai ia dinyatakan pulih.
Pasien yang menghuni rumah sakit Royal Melbourne itu dirawat selama empat hari. Gejala yang dialami meliputi sakit tenggorokan, nyeri dada, sesak napas, demam, batuk kering dan kelelahan. Sejak saat itu, para peneliti mengikuti proses penyembuhannya dengan cermat melalui analisis sampel darah.
Sistem imun tubuh si pasien, menurut peneliti, termasuk yang baik karena ia tak memiliki penyakit penyerta. Yang patut disyukuri pula, si pasien ini bukanlah seorang perokok.
ADVERTISEMENT
Dokter menginfusnya untuk memastikan si pasien ini tak mengalami dehidrasi. Yang membuat takjub, tak ada obat yang diberikan dokter untuk wanita itu. Tak ada satu pun dari antibiotik, steroid, maupun obat antivirus yang digunakan dokter untuk membantu kesembuhannya.
Padahal, kondisi si pasien saat itu menunjukkan bahwa dirinya sedang tak baik-baik saja atau sedikit di atas parameter normal. Suhu tubuhnya 38,5 derajat Celcius, denyut nadi 120 denyut per menit, tekanan darahnya 40/80 mm Hg dan siklus pernapasannya 22 napas per menit.
“Tiga hari setelah pasien dirawat, kami melihat adanya populasi besar sel kekebalan tubuh, yang sering kali menjadi pertanda pemulihan pada influenza, jadi kami memperkirakan bahwa pasien akan pulih dalam 3 hari dan itulah yang terjadi,” ujar Dr. Oanh Nguyen, peneliti yang terlibat dalam riset tersebut.
Beda Gejala Corona, Influenza, dan Selesma. Foto: Andrifarifin/kumparan.
Peneliti menjelaskan, sampel darah pasien diambil seminggu setelah timbulnya gejala selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada hari ke-7, 8, dan 9. Selama periode ini, para peneliti mencatat terdapat surplus imunoglobulin G, yakni antibodi yang dihasilkan untuk melawan virus. Pada tiga hari yang sama, sel yang mensekresi antibodi (ASC) dan sel T pembantu khusus yang mengaktifkan sel T CD4 dan sel T CD8 juga ditemukan dalam sampel darah.
ADVERTISEMENT
Secara bersamaan, terdapat pula peningkatan imunoglobulin M, jenis antibodi lain. Respons imun ini menunjukkan bahwa tubuh mendorong upaya kolektif sistem kekebalan untuk menghancurkan virus corona secara tak terkalahkan.
Lebih jauh para peneliti menjelaskan, imunoglobulin mampu bertahan selama 20 hari meskipun si pasien sudah tak menderita gejala apa pun setelah 13 hari.
Berkaca dari kasus pasien tersebut, para peneliti di Australia kini tengah menyiapkan diri untuk berhadapan dengan pengambilan sampel biologis yang berbeda, khususnya di antara para pelancong yang kembali dari negara terdampak virus corona dan secara tak terduga tertular COVID-19.
Tim peneliti didukung oleh sistem medis yang siap menghadapi kasus infeksi baru. Sistem tersebut diberi nama 'Sentinel Travellers and Research Preparedness for Emerging Infectious Disease' atau SETREP-ID.
ADVERTISEMENT
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!