Banyak Warga Remehkan Corona, Dokter Kewalahan Atasi COVID-19 di Malaysia

27 Maret 2020 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga meninggalkan Woodlands Causeway menyeberang ke Singapura dari Johor, sebelum Malaysia lockdown. Foto: REUTERS / Edgar Su
zoom-in-whitePerbesar
Warga meninggalkan Woodlands Causeway menyeberang ke Singapura dari Johor, sebelum Malaysia lockdown. Foto: REUTERS / Edgar Su
ADVERTISEMENT
Para tenaga medis yang berada di garda terdepan melawan wabah virus corona di Malaysia, mengaku tengah menghadapi sejumlah tantangan berat dalam menaklukkan COVID-19 di negara tersebut. Hal ini salah satunya karena tak sedikit warga lokal yang terlalu meremehkan wabah mematikan ini.
ADVERTISEMENT
Saat ini mereka tengah berjuang mendesak Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk memperpanjang masa lockdown di Negeri Jiran hingga 14 April mendatang. Menurut para tenaga medis, masa isolasi merupakan waktu berharga buat mereka menekan lajunya penyebaran COVID-19.
Kebijakan ini pun diharapkan bisa sekaligus mewujudkan target Kementerian Kesehatan Malaysia untuk menekan lonjakan kasus baru agar tidak mencapai 6.000 kasus.
“Kami berharap dapat melacak dan mengidentifikasi lebih banyak kasus positif untuk segera dilakukan isolasi dan diberi perawatan,” papar Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Malasyia Dr. Noor Hisham Abdullah sebagaimana diberitakan South China Morning Post. “Kami mencoba untuk meratakan kurva eksponensial," sambungnya.
Pemerintah Malaysia tengah mati-matian mengantisipasi ronde ketiga penyebaran coronavirus pasca-gelombang pertama dari kasus imported case berhasil menyerbu wilayah mereka. Penyebaran virus corona berlanjut di putaran kedua setelah muncul lonjakan kasus baru usai Tabligh Akbar yang dahadiri 16 ribu massa dari seluruh negara Asia Tenggara dihelat akhir Februari lalu.
Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin. Foto: Malaysia Information Department/Hafiz Itam/Handout via REUTERS
Pekerja medis di Malaysia dibuat geram, upaya mereka menekan lonjakan kasus positif coronavirus bubar jalan setelah banyak pasien yang mengelabui petugas soal riwayat perjalanan mereka. Belum lagi tak sedikit warga Malaysia yang membangkang soal aturan mengisolasi diri.
ADVERTISEMENT
Profesional medis di sana juga menyebut penyebaran virus yang tak terkendali dipicu oleh eksodus besar-besaran warga kota yang memutuskan kembali ke daerah asal mereka.
Mirisnya lagi, para tenaga medis dihadapkan pula pada persoalan krusial terkait keterbatasan alat pelindung diri yang menunjang pekerjaan mereka. Untuk menyiasatinya, bahkan ada seorang dokter yang terpaksa membuat masker dari bahan plastik yang dibeli sendiri dari toko alat tulis.

Putaran ketiga penyebaran virus corona sudah di depan mata?

Hingga Kamis (26/3), Pemerintah Malaysia telah melaporkan ada 23 orang warganya yang kehilangan nyawa akibat terinfeksi SARS-CoV-2.
Seorang dokter di negara bagian Kelantan mengatakan gelombang ketiga penyebaran virus corona telah tiba. Ini terjadi setelah jamaah Tabligh Akbar memicu rantai penularan yang lebih luas ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil penulusuran Kementerian Kesehatan Malaysia, setidaknya ada 711 orang yang menghadiri Tabligh Akbar terinfeksi COVID-19 lalu menurlkannya kepada keluarga mereka.
“Anggota keluarga mereka lantas menginfeksi tetangga mereka, dan tetangga ini menginfeksi teman-teman mereka. Kami telah melihat lima rantai penularan virus dalam kasus ini,” kata Dr. Noor.

Lonjakan kasus baru bikin tenaga medis di Malaysia kewalahan

Tingginya penambahan jumlah kasus positif coronavirus membuat tenaga medis memperoleh tekanan yang luar biasa. Menurut pengakuan seorang dokter di Kelantan yang tak disebutkan namanya itu, mereka bekerja 16 hingga 18 jam sehari. Ini jelas pekerjaan yang sangat melelakan bagi mereka.
"Banyak yang memilih tinggal di homestay dan hotel yang mereka bayar dari kantong mereka sendiri demi menghindari penularan terhadap keluarga mereka," ujar dokter yang mengepalai pusat layanan medis COVID-19 itu.
ADVERTISEMENT
Petugas kesehatan juga menghadapi risiko penanganan yang tak mudah disebabkan karena pasien ogah mengungkapkan riwayat perjalanan mereka atau yang sengaja berbohong setelah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi coronavirus, ada pula yang tak mau mengakui mereka telah menghadiri Tabligh Akbar.
Sejumlah turis mengenakan masker berjalan di depan masjid di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (16/3). Foto: REUTERS/Lim Huey Teng
“Hanya ketika hasilnya positif pasien baru mengakui bahwa mereka telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi COVID-19,” imbuhnya.
Belum cukup, dokter di Kelantan juga menemui beberapa pasien yang menolak untuk diskrining. Ditambah lagi ada beberapa pasien yang diwajibkan melakukan karantina di rumah tetapi melanggar aturan ini. Mereka nekat tetap bersosialisasi atau menghadiri ritual doa yang melibatkan banyak orang.
"Mereka berdalih, adalah kehendak Tuhan untuk menyembuhkan mereka atau membunuh mereka,” ujarnya mengungkapkan alasan beberapa pasien yang masih bandel soal karantina.
ADVERTISEMENT
Para petugas medis juga masih harus menghadapi persoalan ketika ada pasien yang melarikan diri setelah diberitahu bahwa mereka harus dirawat di rumah sakit.
Dokter dan petugas kesehatan lain mengeluhkan karena tidak memiliki perlengkapan yang memadai. Dr Tai Woon Ting dari rumah sakit pemerintah di negara bagian Selangor, yang memiliki tingkat infeksi tertinggi dengan 435 kasus, mengatakan dokter sampai harus membuat masker wajah sendiri.
"Kami juga kehabisan stok peralatan perlindungan pribadi kami, terutama masker N95 dan pakaian pelindung (hazmat)," katanya.
“Saya khawatir tentang keselamatan saya sendiri. Saya punya tiga anak, saya khawatir menularkan Covid-19 kepada mereka. ”
Dr Amar Singh yang tak lain merupakan seorang dokter senior meminta konglomerat Malaysia yang tergerak hatinya untuk memberi bantuan berupa peralatan pelindung diri seperti masker N95, kacamata, hazmat, ventilator, monitor ICU dan peralatan perawatan intensif untuk disumbangkan ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Dr Amar Singh, memprediksi lonjakan kasus baru bisa terus terjadi dari pelacakan peserta Tabligh Akbar. Sama halnya dengan eksodus yang dilakukan warga Malaysia untuk kembali ke daerah asal mereka sebelum negara tersebut menerapkan lockdown pada 18 Maret lalu.
Gee Teak Sheng, dokter di Malaysia. Foto: Facebook / Gee Teak Sheng
“Gelombang ketiga penyebaran virus corona termasuk dalam penyebaran komunitas. Orang-orang yang telah kembali ke kampung halaman dan desa mereka akan menyebarkan virus kepada ayah mereka, nenek merka,” kata Dr Amar.
Amar menaruh harapan besar pada perpanjangan masa lockdown dapat membantu tenaga medis menghentikan pandemi. Perkiraannya, jumlah penambahan kasus positif coronavirus mengalami penurunan dalam kurun waktu dua hingga empat minggu ke depan.
Lebih jauh, Dr Khor Swee Kheng, seorang dokter dan spesialis kesehatan masyarakat, menjelaskan ada kemungkinan kecil gelombang ketiga virus corona terjadi setelah kedatangan pelajar dan pekerja Malaysia dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Namun, jika mereka mematuhi anjuran untuk melakukan karantina selama 14 hari dan tes uji virus corona dilakukan dengan tepat, kemungkinan hadirnya gelombang ketiga menjadi rendah," ujar Swee Khang.
Profesor Emeritus Dr Lam Sai Kit yang merupakan konsultan penelitian dan ahli virus di Universitas Malaya justru mengklaim langkah-langkah mitigasi yang dilakukan Pemerintah Malaysia lebih unggul dibandingkan banyak negara seperti Australia, Inggris, Amerika Serikat, dan Italia.
Dia bilang, penerapan isolasi diri di Malaysia memiliki tingkat kepatuhan 95 persen dan itu sebabnya gelombang ketiga penyebaran virus corona akan bisa dihindari.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT