Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
"Gempa! Cepat keluar! Jangan panik!"
Simulasi gempa di SD Negeri 3 Lembang, Bandung Barat, pada Kamis pagi (14/2) itu begitu gaduh. Ratusan siswa serentak memeragakan upaya penyelamatan diri: Yang ada di kelas buru-buru ke luar sambil melindungi kepala dengan tas, sebagian cepat-cepat bersembunyi di bawah meja.
ADVERTISEMENT
Suara kentungan bersahutan. Peluit dibunyikan, beradu dengan sirene yang meraung-raung. Namanya anak-anak, banyak yang terjatuh saat "menyelamatkan diri".
Tak semua siswa berhasil tiba di Lapangan Bentang atau halaman Kantor Desa Lembang, dua tempat yang menjadi titik kumpul evakuasi. Agar cepat diketahui siapa yang belum "selamat", 25 murid yang telah dilatih sebagai tim penyelamat melakukan pendataan.
Adegan para siswa mengevakuasi teman-temannya yang "terluka" juga ada. Mereka yang "pingsan" ditandu ke ambulans. Para orang tua turut sigap memeriksa kemungkinan adanya korban yang masih terjebak di dalam kelas.
Warga desa di sekitar sekolah juga berbagi tugas. Ada relawan desa yang bertugas mengajak siswa-siswi bermain agar tak keluar dari tempat evakuasi.
Anak-anak itu juga diajak bernyanyi guna menghilangkan trauma. Nadanya mirip lagu "Satu-satu Aku Sayang Ibu".
ADVERTISEMENT
Ada gempa lindungi kepala
Ada gempa jauhi kaca
Ada gempa lari ke tempat terbuka
Ada gempa masuk kolong meja
Pasca-gempa harus hati-hati
Barangkali gempa datang kembali
Melatih anak-anak bukan perkara mudah. Simulasi tak bisa dilakukan cuma sekali. "Butuh tujuh sampai delapan kali dalam sekali latihan," kata Teja Ningsih, guru Pendidikan Jasmani Olahraga Kesehatan yang ditunjuk menjadi Ketua Kesiapsiagaan Bencana SDN 3 Lembang, Kamis (14/2).
Teja dan seluruh guru memang harus memastikan seisi sekolah siaga gempa. Sekolah ini berjarak 500 meter dari Observatorium Bosscha yang berdiri di atas jalur Sesar Lembang .
Jika Sesar Lembang bergerak serempak, kekuatan akibat gempa yang ditimbulkan bisa mencapai 7 magnitudo. Itu hampir setara gempa Palu pada 28 September 2018 yang berkekuatan 7,4 magnitudo.
ADVERTISEMENT
Sekolah itu--juga SDN Merdeka dan SMPN 6 Lembang--dijadikan "Sekolah Aman Bencana" lantaran terus dilatih Palang Merah Indonesia dan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (Partner of Save The Children) dalam soal mitigasi bencana.
Anak-anak di sekolah ini disiapkan agar dapat menyelamatkan diri, bahkan ketika mereka berada di rumah. Orang tua juga diajarkan untuk membuat jalur evakuasi jika bencana terjadi.
"Minimal anak tahu apa yang harus dilakukan saat gempa. Ia juga tahu cara memberi pertolongan kepada temannya, atau kepada adiknya, atau bahkan kepada anggota keluarganya yang lain," ujar Teja.
Pendidikan Bencana di Negara Lain
Pada September 2016, gempa bumi berkekuatan 5,9 magnitudo melanda Tanzania di timur Afrika. Terdapat sebuah bangunan SMA yang terporak-poranda hingga 15 siswanya tewas.
ADVERTISEMENT
Sejak itu, Tanzania mewajibkan anak-anak sekolah melakukan simulasi tanggap bencana. Pemerintah setempat juga membekali pendidikan bencana hingga menguji kesiapan sekolah untuk merespons bencana.
Di Jepang, penanganannya lebih canggih. Sudah ada pusat-pusat pendidikan gempa yang dilengkapi alat seperti kursi hingga rumah yang dapat bergerak-gerak menyerupai goyangan gempa berkekuatan 9 magnitudo.
Saat guncangan terjadi, misalnya di sekolah, para siswa akan berlarian ke tempat evakuasi dengan diiringi suara sirene. Pemerintah Jepang juga membuat sistem pemutusan listrik secara otomatis untuk mencegah kebakaran.
Kembali ke anak-anak di utara Bandung. Avianto Amri, peneliti di Risk Frontiers mengatakan pemerintah harus menyadarkan masyarakat di sana atas potensi gempa Sesar Lembang. "Jelaskan, zona berbahaya itu di mana. Ini informasi yang memang wajib diketahui, bukan untuk menakut-nakuti," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain pemerintah, pelaku industri dan sekolah juga harus sadar bencana hingga warga tahu mitigasinya. "Kalau terjadi gempa, apa yang harus dilakukan, alat apa saja yang diperlukan, dan apa yang harus dilakukan sesudah gempa," kata Avianto.