Bisakah Bayi Tertular Virus Corona Sejak dalam Kandungan?

16 Februari 2020 10:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wujud asli virus corona COVID-19 yang terlihat melalui mikroskop. Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases via flickr (CC BY 2.0)
zoom-in-whitePerbesar
Wujud asli virus corona COVID-19 yang terlihat melalui mikroskop. Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases via flickr (CC BY 2.0)
ADVERTISEMENT
Virus corona jenis baru atau yang kini menyandang nama resmi COVID-19 menjadi ancaman tersendiri bagi kaum lanjut usia. Sistem imun yang lemah ditambah ada riwayat penyakit kronis membuat mereka termasuk salah satu populasi yang paling rentan terinfeksi virus.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, novel coronavirus sebenarnya telah menyerang hampir semua kalangan, tak terkecuali bayi baru lahir. Pasien termuda COVID-19 adalah seorang bayi yang baru berumur 30 jam. Ia dilahirkan di Wuhan, kota di Provinsi Hubei, China, yang diyakini sebagai pusat wabah.
Menurut laporan AFP, Kamis (6/2), dokter menyatakan infeksi terjadi secara ‘vertikal’ yang ditularkan dari ibu pengidap virus corona kepada bayinya. Ada dua kemungkinan bayi itu tertular, saat masih dalam kandungan atau selama proses persalinan, mengingat sang ibu didiagnosis positif COVID-19 sebelum melahirkan.
Berangkat dari kasus yang menimpa bayi malang tersebut, lantas muncul pertanyaan apakah ibu hamil yang terjangkit virus corona bisa menularkannya ke janin yang masih berada dalam kandungan. Sebuah riset terbaru mencoba mengungkapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut studi tersebut, COVID-19 kemungkinan tidak ditularkan selama kehamilan. Namun dengan catatan, penelitian ini hanya melibatkan perempuan yang usia kehamilannya memasuki trimester ketiga.
Ilustrasi Janin Minggu ke-11. Foto: Shutter Stock
Para responden menjalani proses persalinan melalui operasi caesar. Untuk itu, dibutuhkan lebih banyak lagi penelitian untuk mengonfirmasi temuan ini, terutama untuk melihat apakah hasil temuan sebelumnya juga berlaku pada kelompok ibu hamil lain dengan usia kehamilan dan proses persalinan yang berbeda dengan riset pendahulunya.
"Kita harus terus memberikan perhatian khusus pada bayi baru lahir, terutama yang lahir dari ibu dengan COVID-19," ujar penulis utama studi, Yuanzhen Zhang, yang juga merupakan profesor di Rumah Sakit Zhongnan, Universitas Wuhan di China, seperti dikutip dari Live Science. Penelitian Zhan dan kawan-kawan dimuat dalam jurnal Lancet dan telah dipublikasikan Rabu (12/2).
ADVERTISEMENT
Berkaca pada kasus bayi berumur 30 jam yang terinfeksi coronavirus di Wuhan, Zhang mengatakan kasus itu tak menjelaskan secara pasti apakah transmisi virus dapat terjadi di dalam rahim atau tidak. Ia bilang, bisa jadi bayi itu terkena virus setelah ia dilahirkan. Musababnya tak lain karena kontak erat dengan penderita.
Beberapa infeksi diketahui dapat menular dari ibu ke anak selama kehamilan, walaupun mekanismenya kerap tak bisa dijelaskan secara detail. Perlu diketahui, patogen dapat menular ke anak melalui plasenta selama ibu mengandung, atau melalui kontak dengan cairan tubuh selama persalinan.
Seperti digambarkan The American College of Obstetricians and Gynaecologist, persatuan dokter obstetri dan ginekologi di Amerika Serikat, jika seorang ibu hamil mengidap HIV, bayinya yang baru lahir dapat terinfeksi melalui darah yang masuk ke plasenta selama kontraksi persalinan atau melalui kontak dengan darah selama persalinan. Namun, metode penularan seperti ini jarang terjadi, terutama pada virus pernapasan.
ADVERTISEMENT
Dalam studi terbaru ini, para ilmuwan menganalisis informasi dari sembilan wanita yang mengidap COVID-19 di usia kehamilan mereka yang berkisar antara 36 hingga 39 minggu. Mereka mendapat perawatan di rumah sakit di Wuhan.
Saat perempuan yang menjadi responden penelitian melahirkan melalui operasi caesar, yang dilakukan dokter kemudian adalah mengumpulkan sampel cairan ketuban, darah tali pusar, dan ASI, serta sampel dari tenggorokan bayi yang baru lahir. Semua diambil di ruang operasi pada saat kelahiran, sehingga mereka akan mewakili kondisi di dalam rahim.
Tidak ada responden yang mengalami pneumonia meski telah terinfeksi coronavirus dan semua bayi yang baru lahir pun selamat. Terlebih lagi, tidak ada sampel dari cairan ketuban, darah tali pusat, ASI atau sampel dari tenggorokan bayi yang positif terkena virus.
ADVERTISEMENT
"Temuan dari kelompok kecil kasus ini menunjukkan bahwa saat ini belum ada bukti untuk infeksi intrauterin (di dalam rahim) pada wanita yang mengidap COVID-19 di akhir masa kehamilan," catat para penulis riset.
Ilmuwan kembali menekankan masih diperlukan banyak penelitian di antara wanita hamil di berbagai tahap kehamilan, seperti trimester pertama dan kedua, dan mereka yang melahirkan secara normal. Studi lanjutan yang melibatkan perempuan hamil dengan COVID-19, serta neonatus, akan sangat diperlukan untuk memastikan keamanan dan kesehatan ibu dan bayi.
Sesuai julukannya, virus Wuhan muncul pertama kali di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, pada akhir Desember 2019. Berdasarkan data South China Morning Post, hingga Kamis (13/2) pagi, korban tewas akibat COVID-19 menembus angka 1.363 kasus dan menginfeksi lebih dari 60 ribu orang baik di China maupun luar China. Sementara itu, sebanyak 5.680 orang telah dinyatakan pulih dari penyakit yang disebabkan novel coronavirus.
ADVERTISEMENT
Beberapa penelitian menyebut, virus corona ditularkan dari hewan ke manusia. Kelelawar diduga menjadi inang bagi virus corona dan menularkannya ke ular, trenggiling, termasuk manusia. Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti sumber utama penyebaran COVID-19 yang terjadi di China.