Bukan Hanya Tekan Penyebaran, Bisakah Kita 'Menghancurkan' Virus Corona?

6 April 2020 15:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung membawa jenazah di luar rumah sakit Teodoro Maldonado Carbo, Guayaquil, Ekuador. Foto: REUTERS / Vicente Gaibor del Pino
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung membawa jenazah di luar rumah sakit Teodoro Maldonado Carbo, Guayaquil, Ekuador. Foto: REUTERS / Vicente Gaibor del Pino
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi virus corona yang kian meluas, banyak orang berpikir, hal terpenting dalam menangani masalah ini adalah bagaimana cara “meratakan kurva” atau memperlambat laju penyebaran virus, sehingga dalam beberapa bulan ke depan, hanya sedikit orang yang terinfeksi, dan fasilitas kesehatan cukup untuk merawat pasien-pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Gagasan utama dalam meratakan kurva adalah bahwa semua orang pada akhirnya akan terinfeksi virus, namun dalam periode waktu yang lebih lama. Banyak peneliti yang mencoba menjabarkan teori ini, yang salah satu rekomendasinya adalah melakukan lockdown atau karantina wilayah.
Namun, seorang pakar kesehatan masyarakat mengatakan bahwa kita bisa saja mengambil jalan yang lebih ekstrem untuk lebih cepat mengakhiri wabah virus corona.
“Tujuannya bukan untuk meratakan kurva. Tapi untuk menghancurkan kurva,” tulis Dr. Harvey Fineberg, pemimpin di Gordon and Betty Moore Foundation, sebuah organisasi filantropis di Palo Alto, California, sekaligus mantan presiden di U.S. National Academy of Medicine, dalam New England Journal of Medicine.
Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung membawa jenazah di luar rumah sakit Teodoro Maldonado Carbo, Guayaquil, Ekuador. Foto: REUTERS / Vicente Gaibor del Pino
Menurut Fineberg, jika manusia mengambil langkah ekstrem ini, hanya butuh 10 minggu untuk mengalahkan COVID-19. “Saya pikir kita terlalu defensif tentang apa yang harus dan bisa kita lakukan terhadap virus corona,” ujar Fineberg, kepada Live Science.
ADVERTISEMENT
“Metafora yang tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini adalah perang. Maka kita harus memeranginya seperti perang. Itu berarti kita harus berjuang untuk menang, untuk menaklukkan musuh, tidak membiarkannya bertahan dan mengganggu kita dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.”

Enam langkah menuju kemenangan

Menurut Fineberg, setidaknya ada enam hal yang harus dilakukan sebuah negara untuk mengakhiri wabah SARS-CoV-2.
Pertama, presiden selaku pemimpin negara harus berperan sebagai komando yang bertanggung jawab atas wabah virus corona ini. Presiden bukan koordinator, melainkan orang yang memiliki wewenang untuk mengendalikan semua aset negara dan sumber daya yang diperlukan untuk memenangi perang. Setiap gubernur, juga harus berperan sebagai komando, dengan wewenang serupa di tingkat daerah.
ADVERTISEMENT
“Jika kita tidak memiliki struktur komando terpadu dengan orang yang bertanggung jawab yang dapat membantu mengkoordinasikan dan membuat strategi dengan baik, maka saya pikir kita tidak dapat melaksanakannya dengan baik pula,” kata Fineberg.
Kedua, negara perlu melakukan tes massal COVID-19 dalam waktu dua minggu ke depan. Strategi seperti ini telah berhasil diterapkan di Korea Selatan. Tes COVID-19 diperlukan untuk melacak pergerakan wabah serta merawat dan mengisolasi orang-orang yang terpapar virus corona.
Ketiga, semua petugas kesehatan harus dilengkapi alat pelindung diri (APD), jangan sampai mereka kekurangan APD. “Kita tidak akan mengirim tentara ke medan perang tanpa perlengkapan perang. Dalam hal ini, petugas kesehatan adalah garda terdepan dalam perang melawan virus, mereka jangan sampai kekurangan perlengkapan ini,” ujar Fineberg.
ADVERTISEMENT
Keempat, populasi harus dibagi menjadi lima kelompok, yakni mereka yang terinfeksi COVID-19; mereka yang diduga terinfeksi berdasarkan gejala tetapi awal tes menunjukkan negatif; mereka yang kontak dengan orang COVID-19; mereka yang tidak diketahui melakukan kontak dan terpapar virus; serta mereka yang sembuh dari COVID-19.
Dua kelompok pertama bisa dirawat di rumah sakit bila mengalami gejala parah, atau diisolasi di rumah masing-masing. Sedangkan orang-orang yang melakukan kontak dengan pasien COVID-19 tetapi belum menunjukkan gejala, bisa diisolasi di hotel atau dipusatkan dalam suatu tempat selama dua minggu.
Pengamanan pemakaman jenazah yang terinfeksi virus corona di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. Foto: Dok. Polda Metro Jaya
Akhirnya, mereka yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 dan secara teori kebal terhadap virus, bisa kembali bekerja. “Mereka berperan untuk mengembalikan ekonomi yang sempat terpuruk,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Para peneliti di Jerman telah memulai penelitian besar untuk mengetahui berapa banyak orang di negaranya yang kebal terhadap COVID-19, memungkinkan pejabat setempat mengeluarkan izin bagi orang-orang sembuh untuk mulai kembali bekerja.
Kelima, upaya memobilisasi publik dalam perang melawan virus corona. Artinya, setiap orang diberikan peran masing-masing. Amerika Serikat, misalnya, layanan pesan antar di negara tersebut dapat mengirimkan masker bedah dan pembersih tangan ke setiap rumah tangga. Jika semua orang memakai masker, orang yang terinfeksi dan belum menunjukkan gejala akan lebih kecil kemungkinan menyebarkan virus ke orang lain.
Terakhir, para ilmuwan harus meneruskan penelitian fundamental tentang COVID-19, seperti mengonfirmasi siapakah orang yang paling rentan meninggal akibat virus corona, dan apakah mereka yang belum terinfeksi dapat bekerja dengan aman di bawah kondisi tertentu.
ADVERTISEMENT
“Saya tahu, semua yang saya gambarkan ini akan sulit dilakukan dan bakal mengalami banyak hambatan saat dijalankan. Tapi, jika kita tidak mencobanya sama sekali, wabah ini bisa menjadi malapetaka bagi kita,” papar Fineberg.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!