news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bukan Virus, Ini Hal Paling Membahayakan Kesehatan Manusia

31 Juli 2020 18:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas kesehatan menyemprot disinfektan di bus bandara Noi Bai di Hanoi, Vietnam. Foto: Kham/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas kesehatan menyemprot disinfektan di bus bandara Noi Bai di Hanoi, Vietnam. Foto: Kham/REUTERS
ADVERTISEMENT
Saat ini, umat manusia sedang dihadapkan pada bencana pandemi virus corona. Demi menghentikan penularan, berbagai negara menerapkan protokol kesehatan, termasuk karantina wilayah yang mengharuskan masyarakat diam di dalam rumah.
ADVERTISEMENT
Namun, ancaman sesungguh bukanlah virus. Namun polusi udara yang bisa membunuh manusia secara perlahan. Polusi udara mengurangi harapan hidup bagi setiap pria, wanita, dan anak di Bumi hingga hampir dua tahun. Hal itu diungkapkan oleh para ahli ketika menunjukkan kualitas udara yang buruk bisa menjadi "bahaya terbesar bagi kesehatan manusia".
The Air Quality Life Index (AQLI) menyatakan bahwa ketika dunia berlomba menemukan vaksin untuk mengendalikan pandemi COVID-19, polusi udara akan terus membuat miliaran orang menjalani hidup yang lebih pendek dan lebih mudah terserang penyakit. Penyebab utama yang membuat polusi udara meningkat adalah pembakaran bahan bakar fosil yang berdampak terhadap kesehatan manusia.
Meski ada pengurangan signifikan dalam hal polusi udara di China, yaitu negara yang pernah menjadi salah satu negara paling tercemar di dunia, namun tingkat polusi udara secara keseluruhan tetap stabil selama dua dekade terakhir.
Suasana rel kereta api di Delhi, India, yang diselimuti polusi udara. Foto: Reuters/Anushree Fadnavis
Di negara-negara seperti India dan Bangladesh, polusi udara sangat parah sehingga saat ini memotong rata-rata rentang hidup di beberapa daerah hampir satu dekade. Penulis penelitian mengatakan kualitas udara buruk yang dihirup banyak manusia merupakan sesuatu yang lebih beresiko terhadap kesehatan daripada COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Meskipun ancaman virus corona sangat serius dan patut mendapatkan perhatian, adapun keseriusan dalam penanganan polusi udara dengan kekuatan yang sama akan memungkinkan miliaran orang untuk hidup lebih lama dan lebih sehat," kata Michael Greenstone, Founder AQLI, dikutip Science Alert.
Hampir seperempat populasi global tinggal di empat negara Asia selatan dengan label paling tercemar di dunia. Negara tersebut adalah Bangladesh, India, Nepal, dan Pakistan. AQLI menemukan bahwa populasi ini akan melihat rata-rata umur masyarakat di sana terpotong selama lima tahun, setelah terpapar pada tingkat polusi 44 persen lebih tinggi dari 20 tahun yang lalu.
Dikatakan bahwa polusi partikulat juga merupakan masalah besar di seluruh Asia Tenggara, di mana kebakaran hutan dan tanaman berpadu dengan lalu lintas dan uap pembangkit listrik untuk menciptakan udara beracun. Sekitar 89 persen dari 650 juta penduduk di kawasan itu tinggal di daerah di mana polusi udara melebihi pedoman yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Suasana Monumen Nasional (Monas) yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Sementara tempat-tempat seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang telah berhasil meningkatkan kualitas udara, kendati polusi masih mengambil sekitar dua tahun masa hidup di seluruh dunia, kata AQLI.
ADVERTISEMENT
Sementara Bangladesh memiliki kualitas udara terburuk dibandingkan negara manapun, dan rata-rata sekitar 250 juta penduduk di negara bagian India utara akan kehilangan delapan tahun kehidupan, kecuali jika polusi dikendalikan.
Beberapa penelitian telah menunjukkan paparan polusi udara juga merupakan faktor risiko COVID-19 yang utama, dan organisasi lingkungan Greenstone mendesak pemerintah untuk memprioritaskan kualitas udara setelah pandemi.
"Tidak ada dorongan yang akan mengurangi polusi udara," kata Greenstone, yang juga bekerja untuk Institut Kebijakan Energi di Universitas Chicago. "Solusinya terletak pada kebijakan publik yang kuat," katanya.