Calon Ibu Kota Baru RI Ternyata juga Rawan Terkena Tsunami, Ini Faktanya

26 September 2020 15:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tsunami. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tsunami. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Calon ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur ternyata tak benar-benar bebas dari ancaman bencana. Hasil studi sementara dari para peneliti Institut Teknologi Bandung yang bekerjasama dengan BMKG, BNPB, PUPR, yang berkolaborasi dengan peneliti dari Inggris, mengungkap adanya potensi terdampak gempa hingga ancaman tsunami di calon ibu kota baru di Kalimantan.
ADVERTISEMENT
Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro mengatakan, kendati Kalimantan relatif aman dari bencana jika dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia, namun bukan berarti ia terbebas dari bencana.
“Kalimantan relatif tidak mempunyai ancaman yang tinggi dibanding pulau-pulau lain. Namun demikian sekali lagi, Kalimantan itu tidak bebas dari ancaman. Tetap ada yang harus kita waspadai, terutama di Kalimantan Timur yang kebetulan posisi ibu kota baru nanti di Kalimantan Timur,” kata Widiyantoro dalam webinar SENBA SERIES #2 2020, Sabtu (26/9).
Menurut Widiyantoro, tsunami di Kalimantan Timur bisa terjadi jika terjadi tanah longsor bawah laut, atau gempa tektonik di Selat Makassar yang berada antara pulau Kalimantan dan Sulawesi. Wilayah itu, merupakan rumah bagi lebih dari 1,6 juta orang dan calon ibu kota di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara yang berdekatan dengan Teluk Balikpapan.
ADVERTISEMENT
“Bagaimanapun juga tsunami akan sampai Kalimantan bagian timur jika sumbernya ada di Selat Makassar misalnya,” katanya.
Meski punya potensi, namun Widiyantoro tak menjelaskan seberapa meter, tinggi tsunami akan melanda kawasan tersebut. Begitu juga soal potensi tsunami apakah besar, sedang, ringan atau kecil.
Paparan bahaya bencana di Webinar SENBA SERIES #2. Foto: Youtube/@NatsecFair STMKG

Penelitian tsunami di Selat Makassar

Dalam laporan ilmiah, yang disusun para peneliti Inggris dan Institut Teknologi Bandung, para peneliti melakukan penelitian menggunakan data seismik di lubuk laut (basin) Makassar Utara untuk menyelidiki sedimen dan struktur dasar laut Makassar. Data tersebut mengungkap ada 19 zona berbeda di sepanjang Selat Makassar yang menjadi tempat lumpur, pasir, dan endapan untuk longsor ke lereng yang lebih dalam.
Semua longsoran tersebut disebutnya berada di sisi barat saluran dalam laut yang melintasi Selat Makassar. Sementara sebagian besar longsoran terjadi di sebelah selatan delta Sungai Mahakam. Beberapa longsoran ini melibatkan ratusan kilometer kubik material. Jumlah tersebut sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam riset yang diterbitkan di jurnal Lyell Collection pada awal April lalu, para peneliti Inggris memperkirakan sifat destruktif dari tsunami tersebut setara dengan peristiwa Grand Banks tahun 1929. Kala itu, tsunami menghantam Pantai Newfoundland setelah longsor di sekitar 340 km dari lepas pantai.
Dengan pengecualian jarak ke garis pantai, karakteristik kegagalan lereng Grand Banks, seperti volume longsoran Mass Transport Deposits (MTD) dan kedalaman air, mirip dengan MTD yang dipetakan di Selat Makassar.
Potret udara Kampung Nelayan di Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
"Pelepasan sumber titik energi tinggi tsunami dari tanah longsor juga menghasilkan gelombang balik yang signifikan, bergerak ke arah yang berlawanan dari tanah longsor. Gelombang balik ini akan hanya menempuh jarak 100 km sebelum mencapai kota-kota dataran rendah seperti Balikpapan dan Samarinda," tulis peneliti yang dipimpin oleh Rachel Brackenridge, dari Aberdeen University, Skotlandia.
ADVERTISEMENT
“Karena itu, jika tanah longsor bawah laut di Selat Makassar mampu menghasilkan tsunami diperkirakan bahwa gelombang baliknya juga bisa membentuk risiko tsunami, dengan morfologi lokal seperti saluran dan muara, termasuk Teluk Balikpapan semakin menguatkan tinggi gelombang," sambung mereka.
Paparan bahaya bencana di Webinar SENBA SERIES #2. Foto: Youtube/@NatsecFair STMKG
Adanya potensi bencana ini, Widiyantoro dan timnya merekomendasikan beberapa langkah yang perlu dilakukan. Pertama adalah dilakukan mikrozonasi seismik untuk memperkirakan respons lapisan tanah dan riset terkait di Kalimantan Timur, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Jakarta dan kota besar lain.
Kedua perlu penguatan atau penampahan instrumen untuk Ina-TEWS (submarine & sea level) di Selat Makassar. Terakhir perlu penguatan Earthquake Early Warning System (EEWS) untuk lokasi baru ibu kota.
ADVERTISEMENT