Virus Corona-Thailand-Uji Vaksin kepada Monyet

Cerita Relawan Ikut Uji Klinis Vaksin Corona Paling Menjanjikan Buatan Oxford

29 Juli 2020 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti membawa nampan berisi kandidat vaksin virus corona yang siap di uji coba kepada monyet di Pusat Penelitian Primata Thailand Universitas Chulalongkorn. Foto: AFP/Mladen ANTONOV
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti membawa nampan berisi kandidat vaksin virus corona yang siap di uji coba kepada monyet di Pusat Penelitian Primata Thailand Universitas Chulalongkorn. Foto: AFP/Mladen ANTONOV
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan di berbagai negara kini sedang berlomba untuk menemukan vaksin corona. Salah satu kandidat yang paling menjanjikan adalah vaksin ciptaan tim peneliti Oxford University di Inggris, yang hasil uji klinis tahap awal ke manusia diklaim cukup baik.
ADVERTISEMENT
Dalam uji coba itu, tim peneliti melibatkan sekitar 1.077 orang berusia 18 hingga 55 tahun yang tidak punya riwayat pernah terinfeksi COVID-19 dan dilakukan di lima rumah sakit Inggris pada akhir April hingga Mei 2020. Salah satu relawan, Richard Fisher ,menggambarkan bagaimana rasanya menjadi orang yang terlibat dalam uji klinis.
Petualangannya sebagai relawan uji klinis calon vaksin corona dimulai pada suatu malam di akhir bulan Mei 2020. Kala itu, ia melihat tweet seorang filsuf Oxford University yang sudah lebih dulu jadi relawan. Fisher pun tertarik untuk ikut menjadi peserta studi, yang pengembangannya disebut cukup cepat.
"Beberapa minggu kemudian, saya berada di ruangan neurologi yang dirancang ulang untuk uji coba vaksin Oxford, menonton salah satu ilmuwan terkemuka, Matthew Snape, di layar proyektor besar yang menjelaskan apa yang diharapkan sebagai sukarelawan dalam uji coba mereka. Apa yang bisa dan tidak bisa kita lakukan lakukan, bagaimana ilmu di balik vaksin bekerja, dan apa efek samping yang harus diperhatikan," jelasnya dalam tulisan mendalam yang dimuat BBC.
ADVERTISEMENT
Fisher bilang, ada 10.000 relawan yang disebut Snape akan terlibat dalam pengujian vaksin buatan Oxford. Relawan diurutkan secara acak menjadi dua kelompok. Satu kelompok akan menerima vaksin yang tidak akan menawarkan perlindungan apa pun terhadap virus corona dan separuh lainnya bakal mendapat kandidat vaksin corona bernama ChAdOx1 nCoV-19.
Ilustrasi Vaksin Foto: ANTARA/Fahrul Jayadiputra
Vaksin ini dikembangkan berdasarkan virus flu biasa versi paling lemah yang biasanya menginfeksi simpanse. Ini adalah teknik yang telah dikembangkan peneliti sebelum pandemi, untuk mengatasi sindrom pernapasan Mers dan Ebola. Itulah mengapa mereka dapat bergerak sangat cepat dalam menanggapi COVID-19.
Dalam video yang diberikan kepada relawan, Snape menjelaskan apa yang mereka lakukan dalam pengembangan vaksin. Pertama, mereka mengambil virus flu simpanse dan mengubahnya secara genetis sehingga tidak mungkin tumbuh pada manusia. Selanjutnya mereka menambahkan gen yang membuat protein dari virus COVID-19, disebutnya spike glycoprotein.
ADVERTISEMENT
Jika tubuh belajar mengenali dan mengembangkan respons imun terhadap glycoprotein, harapannya itu akan membantu menghentikan virus corona memasuki sel manusia.
Kelompok lainnya akan diberikan vaksin berlisensi MenACWY, yang digunakan untuk melindungi terhadap virus penyebab penyakit meningitis. Vaksin MenACWY sebagai kontrol untuk perbandingan dan dipilih sebagai pengganti placebo, sehingga peserta tidak dapat menebak apakah menerima vaksin corona atau vaksin MenACWY, karena kedua kelompok sama-sama merasakan efek dari vaksin sesungguhnya.

Permintaan sampel tinja

Setelah menonton video penjelasan, Fisher ditanyai secara mendalam tentang riwayat kesehatan, dan apakah ia memiliki gejala virus corona atau tidak. Kemudian, sampel darah diambil untuk dianalisis, dan harus menyetujui persetujuan untuk berbagai prosedur penelitian.
Relawan juga diminta untuk izinkan difoto di tempat injeksi vaksin. Peserta riset tidak boleh mendonorkan darahnya selama masa uji klinis. Jika relawan seorang wanita, maka mereka diminta setuju untuk menggunakan kontrasepsi agar tidak hamil selama riset berlangsung, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menarik perhatian Fisher adalah relawan harus setuju bahwa sampelnya, termasuk tinjanya, yang dikumpulkan oleh tim peneliti Oxford harus diberikan secara sukarela dan menjadi milik universitas.
"Saya tidak bisa menahan senyum mengetahui bahwa beberapa peserta, dalam kelompok yang berbeda dari percobaan yang sama, akan diminta untuk menyerahkan sampel tinja," tuturnya.
Pup, feses atau tinja yang berwarna kemerahan atau kehitaman juga perlu diwaspadai Foto: Pixabay
Seminggu kemudian, pada 3 Juli, Fisher kembali ke St George’s Hospital di London Utara untuk pemeriksaan dan penyuntikan vaksin. Ia sempat khawatir akan dikeluarkan dari program uji klinis.
Setiap relawan tidak tahu apakah akan disuntik kandidat vaksin corona atau vaksin untuk meningitis. Eva Galiza, seorang dokter dan peneliti vaksin Oxford, akhirnya datang dan menyuntik vaksin ke tubuh Fisher.
ADVERTISEMENT
"Ketika Galiza kembali dia memegang botol. Saya tidak bisa melihat wajahnya di balik masker, tetapi matanya tersenyum. Setelah menunggu selama berminggu-minggu, goresan yang tajam di lengan saya dan beberapa detik injeksi, ada vaksin yang memasuki aliran darah saya... Saya tidak tahu (vaksin mana yang disuntik) sampai uji klinis selesai," ungkapnya.

Kontrol vaksin dan efek samping

Tahap selanjutnya, setiap peserta yang telah dibagi menjadi dua kelompok memiliki jadwal pelaporan gejala, pengujian, dan sampel darah yang berbeda.
Tujuh hari setelah vaksin, Fisher harus menggosok amandelnya dengan cotton bud selama 10 detik, tanpa menyentuh gigi atau lidah. Kemudian menempelkan cotton bud ke atas hidung sejauh mungkin. Sample swab dimasukan ke dalam kantong tertutup dan kotak tertutup yang memiliki tingkat keamanan tinggi untuk dikirim ke rumah sakit melalui pos.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari kemudian, Fisher mendapatkan teks di ponselnya yang mengatakan hasil tes COVID-19 miliknya negatif. Saat mengambil swab, ia juga mengisi kuesioner yang menanyakan tentang perilakunya pada minggu sebelumnya.
Fisher mengulangi rutinitas ini seminggu sekali selama empat bulan, serta kembali ke rumah sakit secara teratur untuk tes darah hingga tahun depan.
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutterstock
Seperti uji klinis vaksin pada umumnya, tim peneliti perlu memastikan pesertanya menyadari penuh potensi efek samping, mulai dari yang ringan (mual, sakit kepala dan sebagainya) hingga yang langka dan berat (Guillain-Barré syndrome yang menyebabkan kelemahan saraf parah dan bisa berakibat fatal).
Pada penjelasan Snape, relawan diberi pengarahan tentang kekhawatiran bahwa vaksin itu mungkin dapat membuat dampak virus corona semakin buruk. Beberapa penelitian pada hewan yang menerima vaksin eksperimental cegah Sars, virus yang mirip corona, telah menunjukkan adanya peradangan paru-paru yang memburuk ketika mereka terinfeksi Sars. Bahkan ada satu laporan menyebut tikus yang divaksin untuk uji klinis mengalami peradangan paru-paru yang serupa ketika terinfeksi Mers.
ADVERTISEMENT
Beruntung, efek samping tersebut tidak terlihat pada calon vaksin corona buatan peneliti Oxford yang diuji coba pada hewan.
Yang paling penting, Fisher merasa tenang mendengar bahwa ribuan orang telah disuntik calon vaksin Oxford tidak memiliki efek samping yang parah, ketika laporan hasil risetnya dipublikasi di jurnal Lancet pada 20 Juli lalu.
Walau tubuhnya sudah disuntik calon vaksin virus corona, Fisher tidak gegabah dan abai terhadap protokol kesehatan. Ia tetap melakukan physical distancing dan aturan lainnya untuk tetap aman dari virus corona.
Fisher senang memiliki kesempatan memainkan peran yang sangat kecil bersama dengan 10.000 orang lainnya dalam uji coba yang ditonton seluruh dunia. Menurutnya, tim ilmuwan Oxford dan orang-orang yang terlibat dalam menanggapi krisis COVID-19 sangat mengesankan.
ADVERTISEMENT

Proses panjang uji klinis vaksin

Walaupun mendapatkan hasil yang positif dan menjanjikan di uji klinis kepada manusia, kandidat vaksin corona buatan para peneliti Oxford masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk nantinya bisa digunakan oleh miliaran orang di seluruh dunia.
Petugas lab menyiapkan sampel sebelum pengujian virus corona (COVID-19). Foto: Cooper Neill/REUTERS
"Sementara uji coba vaksin Oxford telah menunjukkan hasil keamanan yang menjanjikan, dan kemungkinan respons kekebalan yang menggiurkan, itu hanya terjadi pada 1.000 orang. Untuk meluncurkan vaksin ke jutaan (atau seluruh dunia), Anda membutuhkan tingkat kepercayaan yang hanya bisa disertai dengan kesabaran dan lebih banyak data," jelas Fisher.
Kisah kelam pernah terjadi pada vaksin flu babi di Amerika yang gagal. Pada 1976, kekhawatiran wabah flu babi membuat pemerintah AS mempercepat pengembangan vaksin dan menyuntikannya ke puluhan juta orang.
ADVERTISEMENT
Pandemi yang ditakuti tidak pernah tiba, tetapi sekitar 30 orang meninggal karena reaksi vaksin yang merugikan. Kesalahan seperti itu yang ingin diindarkan dalam pembuatan vasin corona.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten