Di Tengah Corona, Ada Wabah Belalang yang Ancam Kehidupan Manusia

6 Juli 2020 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawanan Belalang di India. Foto: Sanjay Kanoija/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Kawanan Belalang di India. Foto: Sanjay Kanoija/AFP
ADVERTISEMENT
Virus corona bukan satu-satunya masalah yang kini dihadapi Afrika Timur. Sebab, mereka sedang dihadapkan dengan ancaman lainnya yang juga bisa merenggut jiwa, yakni serbuan ratusan juta belalang.
ADVERTISEMENT
Setelah melewati tahun terbasah, belalang mengumpulkan koloni sejak tahun 2019. Kondisi cuaca yang memungkinkan menambah peluang mereka untuk berkembang biak, melahirkan generasi demi generasi, dan berkerumun dalam jumlah triliunan. Mereka adalah makhluk invasif yang dapat menghancurkan rumput dan tanaman berharga.
Belalang tercatat telah menghancurkan ladang milik warga di beberapa negara, seperti Kenya, Ethiopia, dan Yaman, serta menyebar ke India bagian utara. Sementara masyarakat di daerah tersebut mulai khawatir akan terjadinya kelaparan dan kejatuhan ekonomi akibat dampak dari invasi serangga rakus ini. Ahli entomologi, Dino Martins, melihat peristiwa ini sebagai peringatan dari alam yang bisa mengancam keselamatan hidup hajat orang banyak.
“Peristiwa ini sangat menakutkan dan dramatis,” ujarnya, sebagaimana dikutip Science Alert. “Ada pesan yang lebih dalam, pesannya adalah bahwa alam sedang mengubah kehidupan kita.”
Peta persebaran belalang. Foto: Food and Agriculture Organization (FAO)
Sementara Martins, seorang karyawan di Pusat Penelitian Mpala di Kenya Utara mengatakan, perubahan lingkungan, penggundulan hutan, alih fungsi lahan, dan ternak yang berlebihan telah menciptakan kondisi ideal bagi serangga itu untuk berkembang biak.
ADVERTISEMENT
Kawanan belalang pertama kali muncul pada akhir tahun lalu, ketika cuaca hangat dan basah membuat mereka keluar dalam jumlah ratusan miliar. Pada April 2020, kelompok berikutnya muncul dan menghantam langit Afrika timur dalam jumlah triliunan. Kelompok ketiga diperkirakan akan datang pada Juli 2020, dengan jumlah yang lebih besar.
“Ketika kamu berada di kerumunan belalang, terutama jika mereka sedang bergerak, itu mungkin bisa menjadi pengalaman yang sangat luar biasa,” papar Martins kepada Harvard Gazette.
“Ketika mereka muda, warnanya akan tampak merah muda, dan ketika dewasa warnanya menjadi kuning. Jadi, saat kamu berada di kerumunan, kamu akan dikelilingi oleh belalang berwarna merah muda dan kuning, berputar-putar dengan bau yang khas, sementara burung berdatangan untuk memburunya.”
Sejumlah warga Samburu berusaha menangkis segerombolan belalang gurun yang terbang di atas tanah penggembalaan di desa Lemasulani, Kabupaten Samburu, Kenya. Foto: REUTERS/Njeri Mwangi
Saat ini, jalan satu-satunya untuk mengendalikan belalang hanya menggunakan pestisida yang disemprotkan dari atas helikopter. Namun, cara itu jelas akan berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan. Bagaimanapun, perubahan iklim telah mengubah pola cuaca dan membawa lebih banyak hujan ke beberapa negara di dunia, membuat belalang berkembang biak lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), sejauh ini lebih dari setengah juta hektare lahan di beberapa negara telah menggunakan pestisida untuk merawat tanaman, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan 8 juta orang. Namun, merawat tanaman dengan pestisida bisa berdampak buruk bagi kehidupan aneka ragam hayati.
Bill Hansson, seorang ahli ekologi dari Max Planck Institute di Jerman mengatakan, menyemprotkan pestisida di atas helikopter memang bisa membunuh belalang, namun semua itu tidak akan menyelesaikan masalah karena bisa membunuh serangga lainnya.
Selain wilayah Afrika, Argentina juga sedang melawan wabah belalang yang menghantam wilayahnya, dan diprediksi bakal menyebar ke beberapa wilayah lain, seperti Paraguay, Uruguay, dan Brasil.