Dihantam Badai Pasir, Langit Beijing Mendadak Jadi Oranye

20 Maret 2021 10:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang menjalani hari mereka pada jam sibuk pagi, saat badai pasir melanda Beijing, China, Senin (15/3). Foto: Thomas Peter/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang menjalani hari mereka pada jam sibuk pagi, saat badai pasir melanda Beijing, China, Senin (15/3). Foto: Thomas Peter/REUTERS
ADVERTISEMENT
Belum usai sepenuhnya wabah corona mereda di China, kini Beijing diterjang badai pasir alias badai debu. Badai itu membuat langit Beijing berubah menjadi oranye dan ini bisa mengancam kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Badai pasir telah menyebabkan lonjakan polusi udara paling parah dalam sepanjang sejarah. Akibat badai ini, ratusan penerbangan dibatalkan karena langit tertutup kabut oranye. Kendati begitu, masih banyak warga yang melakukan aktivitas di luar rumah, berjalan dan bersepeda melewati angin bercampur dengan debu berbahaya.
Jarak pandang menjadi sangat terbatas di beberapa wilayah kota sehingga pengemudi harus menyalakan lampu utama.
“Di beberapa tempat, ada badai pasir kencang dengan jarak pandang kurang dari 500 meter,” kata Badan Meteorologi China dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNN.“Ini juga merupakan cuaca debu dan pasir terbesar yang melanda China dalam hampir 10 tahun.”
Badai debu ini disebut berasal dari Mongolia, terbawa angin hingga ke Beijing. Sejauh ini, enam orang dinyatakan tewas akibat badai debu dan 81 orang hilang. Di Mongolia, badai debu berangsur bergerak ke selatan.
ADVERTISEMENT
Badai pasir juga melanda provinsi Hebei dan Shanxi utara, serta Gansu barat. Pihak berwenang China menyarankan agar masyarakat tidak keluar rumah dan Komisi Pendidikan kota Beijing meminta agar kegiatan belajar mengajar ditunda untuk sementara.
Seorang wanita berjalan melewati Menara Genderang saat badai pasir melanda Beijing, China, Senin (15/3). Foto: Thomas Peter/REUTERS

Badai debu, sudah terjadi sejak lama

Dalam istilah kesehatan, peristiwa semacam ini disebut badai debu. Disebut badai debu karena ukuran partikel kecil dari 0,06 mm. Debu berpotensi menjadi masalah yang jauh lebih besar ketimbang pasir, terutama dalam hal kesehatan.
Badai debu di China sejatinya telah terjadi sejak lama sebelum akhirnya menyebar lebih luas. Selama zaman es atau 2,6 juta tahun terakhir, partikel debu yang dihasilkan tergantung pada maju mundurnya lapisan es, membentuk endapan yang disebut loess.
ADVERTISEMENT
Selama ribuan tahun pula ini telah terakumulasi hingga ketebalan 350 meter dan membentuk Dataran Tinggi Loess China, mencakup area lebih luas dari Prancis. Loess kaya akan nutrisi mineral, menghasilkan tanah pertanian. Sebagian besar lahan pertanian inilah yang sekarang terkikis oleh angin dan bersirkulasi sebagai debu.
Hanya ada sedikit bukti yang mengatakan bahwa frekuensi badai pasir di China mengalami penurunan dalam beberapa dekade terakhir. Sementara penelitian lain menyebut ada peningkatan badai debu di beberapa wilayah lain di China selama beberapa abad terakhir.
Yang jadi pertanyaan, apa yang menyebabkan badai debu saat ini? Apakah murni karena proses alami atau ada kaitannya dengan perubahan iklim? Atau bisa jadi karena kesalahan pengelolaan lahan?
Seorang warga mengendarai sepeda listrik saat badai pasari melanda Beijing, China. Foto: Tingshu Wang/REUTERS
Menurut peneliti, jawabannya cukup rumit. Baru-baru ini sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature mengatakan bahwa peningkatan badai debu di China dalam kurun waktu 2.000 tahun terakhir diakibatkan oleh peningkatan populasi manusia dan menguatnya sirkulasi monsun Asia.
ADVERTISEMENT
Aktivitas badai debu terus meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan dunia, selama itu pula populasi manusia terus tumbuh hingga meningkatkan permintaan pembukaan lahan pertanian.
Di lokasi lain, sebagian besar prosesnya alami. Di Chad Gurun Sahara misalnya, kendati wilayahnya terpencil dan tidak dihuni manusia, tempat ini menjadi sumber debu atmosfer terbesar di dunia.
Hal ini karena kondisi gurun yang sangat gersang, permukaan yang sangat mudah terkikis terbuat dari endapan danau.
Sementara badai debu di China, kata peneliti, bisa jadi dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kesalahan pengelolaan lahan, perubahan iklim yang terjadi secara global, hingga peningkatan populasi manusia yang berdampak pada berbagai sektor alam.