Efek Virus Corona: Muncul Xenophobia pada Orang Berbahasa Mandarin

3 Februari 2020 18:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pria yang mengenakan masker berdoa saat perayaan Tahun Baru Imlek. Foto: REUTERS/Eloisa Lopez
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria yang mengenakan masker berdoa saat perayaan Tahun Baru Imlek. Foto: REUTERS/Eloisa Lopez
ADVERTISEMENT
Wabah virus corona tak cuma mengancam kesehatan yang berujung pada kematian 362 orang korbannya. Akibat virus novel coronavirus (2019-nCoV), muncul ketakutan terhadap kehadiran orang-orang China di sejumlah negara.
ADVERTISEMENT
Istilah xenophobia, atau ketakutan terhadap kehadiran orang dari negara lain, lantas menjadi isu baru, menyusul wabah virus Wuhan yang terus memakan korban jiwa. Yang paling mencolok adalah yang terjadi di Hong Kong.
Sentimen negatif terhadap orang-orang China di negara berpenduduk 7 juta jiwa itu juga menyasar pada mahasiswa asal Provinsi Hubei yang mengenyam pendidikan di Hong Kong. Sepulang dari negara asal, para mahasiswa itu dikarantina di asrama atau hotel.
Data pribadi dan nomor kamar mereka tersebar luas di media sosial sebagai mahasiswa asal China yang patut dihindari untuk mencegah penularan virus corona. Perlakuan diskriminatif ini dikisahkan oleh salah satu mahasiswa asal Hubei dari Lingnan University, Hong Kong.
“Mereka meminta mahasiswa Hong Kong untuk menjauh dari saya. Saya merasa tidak berdaya karena saya tidak melakukan kesalahan,” ujar mahasiswa yang tak bersedia disebutkan identitasnya, dilansir South China Morning Post.
ADVERTISEMENT
Seorang pengamat menyatakan, xenophobia yang dialami warga Hong Kong terhadap orang-orang China sangat bisa dimaklumi. Orang-orang tentu ingin mengisolasi diri dari penduduk China demi mengurangi risiko terinfeksi.
Ilustrasi Bendera China. Foto: Shutter Stock
Pemerintah Hong Kong sendiri mendapat tekanan luar biasa untuk segera menutup seluruh perbatasan agar orang-orang China tak bisa bebas masuk ke Hong Kong. Namun, pemerintah khawatir keputusan tersebut malah justru membuat mereka dituding melakukan tindakan diskriminatif.

Menghindari orang-orang berbahasa Mandarin

Di Australia baru-baru ini, ditemukan seorang pria asal China yang meninggal karena serangan jantung. Pria malang itu ditemukan tak bernyawa di luar sebuah restoran yang terletak di Sydney.
Hanya karena pria tersebut berasal dari China, warga lokal enggan mengevakuasinya karena takut bakal tertular novel coronavirus. Setelah peristiwa itu, muncul imbauan yang beredar di forum-forum diskusi agar warga Australia khususnya para pejalan kaki menghindari orang-orang berbahasa Mandarin.
ADVERTISEMENT
“Saya akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan orang-orang di Hong Kong. Saya sebenarnya berusaha menghindari orang-orang berbahasa Mandarin di jalanan,” tulis seorang peserta dalam forum diskusi tersebut, dikutip dari South China Morning Post.
Kwong Wing Catering, sebuah restoran di Hong Kong bahkan secara terang-terangan mengumumkan di laman Facebook-nya, bahwa mereka tak akan melayani pelanggan berbahasa Mandarin kecuali mereka berasal dari Taiwan.
“Kami melayani warga Hong Kong. Pesanan hanya dapat dilakukan dalam bahasa Kanton dan Inggris," tulis pihak restoran.
Selain Hong Kong dan Australia, xenophobia juga terjadi di Singapura. Selama perayaan Tahun Baru Imlek lalu misalnya, sempat mencuat komentar-komentar negatif di dunia maya yang mengandung pesan rasisme. Warganet mencemooh kebiasaan orang China yang gemar mengonsumsi hewan liar.
ADVERTISEMENT
"Apa pun yang berkaki empat disantap kecuali meja,” bunyi pesan yang menjadi lelucon di dunia maya tersebut.
Tak lama berselang, cemoohan yang viral itu pun melahirkan sebuah kebijakan dari pemerintah Singapura yang menutup seluruh perbatasan untuk semua pengunjung asal China.
Timbulnya xenophobia akibat wabah virus corona, tak disebabkan karena ketakutan masyarakat semata. Selaku Direktur Eksekutif SAFENet, Damar Juniarto, menyebut pembuatan dan penyebaran disinformasi tentang virus corona juga bisa memicu xenophobia dan diskriminasi etnis.
"Untuk jenis disinformasi dan misinformasi ini, pemerintah perlu tegas menerapkan hukum Indonesia yang menolak diskriminasi sebagaimana tertuang dalam pasal 15 dan 16 UU No. 40 Tahun 2008 mengenai penghapusan diskriminasi. UU itu dibuat untuk menjamin tidak terjadinya konflik dan diskriminasi berbasis ras dan etnis," ujarnya
ADVERTISEMENT