Elon Musk Sebut Coca-Cola Pernah Mengandung Kokain, Benarkah?

2 Mei 2022 10:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Elon Musk, CEO perusahaan SpaceX dan Tesla. Foto: REUTERS/Danny Moloshok
zoom-in-whitePerbesar
Elon Musk, CEO perusahaan SpaceX dan Tesla. Foto: REUTERS/Danny Moloshok
ADVERTISEMENT
Miliarder Elon Musk, beberapa waktu lalu membuat sebuah cuitan yang mengaku akan membeli perusahaan minuman dunia Coca-Cola setelah berhasil mengakuisisi Twitter dengan harga fantastis Rp 633 Triliun (kurs Rp 14.404).
ADVERTISEMENT
Cuitan itu dibuat pada 27 April 2022. Musk mungkin bercanda soal rencananya akan membeli Coca-Cola, namun yang pasti cuitan itu telah mendapat banyak respons dari banyak pengguna Twitter.
“Selanjutnya saya akan membeli Coca-Cola untuk memasukkan kembali kokain,” tulis Musk dalam akun Twitter-nya.
Sampai saat ini, cuitan Musk itu telah mendapatkan sedikitnya 4,7 juta like, di-retweet lebih dari 695 ribu kali, dan mendapat 176 ribu komentar. Yang menarik lain dari cuitan itu adalah klaim Musk yang menyebut Coca-Cola mengandung kokain.
Klaim kokain di Coca-Cola mungkin terdengar seperti legenda urban, tapi itu tidak menutup kemungkinan bahwa resep asli Coca-Cola dahulu memang mengandung sesuatu yang setidaknya mirip kokain. National Institute on Drug Abuse (NIDA) pemerintah AS, pernah menyebut bahwa formulasi Coca-Cola sebenarnya mengandung kokain dalam bentuk ekstrak daun koka, di mana kata “Coca” dalam produk minuman tersebut sebenarnya mengacu pada koka, daun kokain yang dapat diekstraksi.
ADVERTISEMENT
Sejarahnya begini, minuman soda berkarbonasi ini pertama kali ditemukan pada 1885 oleh apoteker Atlanta John Pemberton. Ia meracik Coca-Cola di halaman belakang rumahnya dengan memasukan kokain di dalamnya. Pada saat itu, kokain diyakini aman digunakan dalam jumlah kecil dan merupakan bahan umum dalam pengobatan.
Coca Cola Meksiko Foto: flickr/ Christy Dyess
Selain itu, obat-obatan juga tidak diatur secara ketat seperti sekarang. Seseorang bisa mengklaim produknya punya segudang manfaat buat kesehatan tanpa perlu membuktikannya secara ilmiah atau mengungkap efek sampingnya. Pemberton mempromosikan Coca-Cola sebagai "tonik otak" yang bermanfaat untuk menyembuhkan sakit kepala dan mengatasi kelelahan.
Terlepas dari sejarahnya, Coca-Cola mengatakan di situs webnya bahwa kokain tak pernah jadi bahan tambahan dalam minuman mereka. Penyangkalan ini mungkin karena bahan kokain yang digunakan dalam racikan Coca-Cola sebenarnya adalah ecgonine, ini disampaikan oleh situs web resmi pencari fakta, Snopes.
ADVERTISEMENT
Belum diketahui pasti apakah memang ada kokain maupun ecgonine dalam Coca-Cola tempo dulu. Namun yang pasti, baik kokain maupun ecgonine telah berkurang seiring berjalannya waktu dan menghilang seluruhnya pada tahun 1929, menurut NIDA.