Enggak Bercanda, Riset Sebut Pejabat Gendut Cenderung Korupsi

16 September 2021 8:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pejabat gendut cenderung melakukan korupsi, menurut riset yang dibuat oleh peneliti asal Ukraina bernama Pavlo Blavatskyy. Riset dengan kesimpulan satir ini pun dianugerahi penghargaan Ig Nobel pada 9 September lalu.
ADVERTISEMENT
Penelitian Blavatskyy sebenarnya telah dipublikasi pada tahun 2020 di jurnal Economics of Transition and Institutional Change. Meski demikian, popularitasnya mencuat setelah riset tersebut memenangkan penghargaan Ig Nobel dalam kategori Ekonomi.
Bagi kamu yang enggak familiar, penghargaan Ig Nobel berbeda dengan Penghargaan Nobel (Nobel Prize). Perbedaannya: Penghargaan Nobel diberikan kepada penemuan yang mengubah dunia, sedangkan Ig Nobel diberikan kepada riset kocak yang “pertama membuat orang tertawa, kemudian membuat mereka berpikir.”
Penghargaan Ig Nobel diselenggarakan setiap tahun sejak 1991. Penghargaan ini diselenggarakan oleh majalah humor ilmiah Annals of Improbable Research.
Meskipun bersifat satir dan punya kesimpulan yang kocak, riset yang dinominasikan di Ig Nobel harus mengikuti metode ilmiah yang ketat untuk menerima penghargaan.
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Dalam riset Blavatskyy sendiri, dia menemukan bahwa bahwa politisi yang obesitas di suatu negara mungkin merupakan indikator yang baik dari korupsi negara itu.
ADVERTISEMENT
Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, Blavatskyy mengumpulkan 299 gambar wajah menteri kabinet dari 15 negara pasca-Uni Soviet yang menjabat pada 2017. Ke-15 negara tersebut adalah Armenia, Azerbaijan, Belarus, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, Latvia, Lithuania, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina dan Uzbekistan.
“Untuk setiap gambar, menteri indeks massa tubuh diperkirakan menggunakan algoritma visi komputer. Perkiraan median indeks massa tubuh kabinet menteri sangat berkorelasi dengan tindakan konvensional korupsi,” kata Blavatskyy dalam laporannya.
“Hasil ini menunjukkan bahwa karakteristik fisik politisi seperti indeks massa tubuh mereka dapat digunakan sebagai proxy variabel untuk korupsi politik...,” sambung Blavatskyy yang merupakan seorang dosen di Montpellier School of Business.
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Blavatskyy menggunakan lima ukuran konvensional persepsi korupsi, termasuk dari Basel Institute of Governance Basel Anti-Money Laundering Index dan Transparency International Corruption Perceptions Index.
ADVERTISEMENT
Melalui variabel tersebut, Blavatskyy mencatat bahwa negara yang punya persepsi korupsi tinggi umumnya memiliki menteri dengan indeks massa tubuh atau body mass index (BMI) yang cukup tinggi. BMI merupakan indikator untuk menentukan kategori berat badan seseorang.
Untuk menghitung BMI, kamu cukup membagi berat badan seseorang dengan tinggi tubuhnya. Rumusnya adalah BMI = kg/m2 di mana kg adalah berat badan seseorang dalam kilogram dan m2 adalah tinggi badannya dalam meter kuadrat. BMI 25,0 atau lebih termasuk kategori obesitas, sedangkan kisaran yang normal adalah 18,5 hingga 24,9.
Blavatskyy menemukan bahwa negara-negara pasca-Uni Soviet yang paling tidak korup adalah Estonia, Lituania, Latvia, dan Georgia. Sedangkan yang paling korup adalah tiga negara Asia Tengah: Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
ADVERTISEMENT
Blavatskyy pun menyarankan bahwa metode BMI untuk melihat kecenderungan korupsi pejabat dapat digunakan secara luas.
"Metodologi yang kami usulkan dapat diterapkan secara luas di seluruh negara karena data fotografis pejabat tinggi publik relatif dapat diakses di media massa tradisional dan media sosial," katanya.