Fakta Kepunahan Massal Keenam

23 April 2022 2:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kepunahan Keenam. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kepunahan Keenam. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim saat ini bukan hanya sekadar teori belaka. Adanya pemanasan global sebagai pemicu perubahan iklim telah dikonfirmasi oleh NASA pada laman resminya. Setidaknya data yang dirilis terakhir pada 2021, peningkatan suhu rerata global sebesar 0,85 °C. Meski mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya akibat efek pandemi, kenaikan suhu global tetap menjadi ancaman bagi keberlangsungan makhluk hidup di bumi.
Grafik Peningkatan Suhu Bumi. Foto: NASA
zoom-in-whitePerbesar
Grafik Peningkatan Suhu Bumi. Foto: NASA
Salah satu hal yang dikhawatirkan oleh beberapa ilmuwan di dunia adalah kepunahan massal keenam. Sebagian besar ahli menyatakan kepunahan massal keenam telah terjadi. Banyak bukti-bukti yang menyatakan beberapa spesies flora dan fauna mengalami penurunan populasi, hingga dinyatakan telah punah. Manusia menjadi dalang utama yang memicu perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Beberapa fakta perubahan iklim memicu kepunahan massal keenam, sebagai berikut:

1. Hilangnya beberapa spesies serangga dan meledaknya populasi serangga hama

Perubahan iklim memicu adanya kepunahan beberapa spesies serangga. Mengutip dari jurnal Insect, sedikitnya 15-37% serangga diprediksi akan punah pada 2050. Peningkatan suhu global memicu peningkatan laju metabolisme pada serangga, yang menjadikan serangga lebih rakus untuk mencari sumber makanan. Namun di sisi lain, ketersediaan tanaman sebagai sumber makanan serangga justru hilang oleh kegiatan pertanian monokultur manusia. Banyak serangga yang hanya mengandalkan satu jenis tanaman sebagai sumber makanan, tetapi telah digantikan oleh jenis lain untuk kepentingan pertanian manusia.
Di sisi lain, kegiatan alih fungsi lahan menjadi pertanian menjadi bumerang bagi manusia. Alih-alih menyediakan kebutuhan pangan dalam jumlah besar, justru akan memicu adanya ledakan beberapa spesies serangga hama. Sekali lagi, perubahan iklim membuat serangga lebih lapar, sehingga tak dapat dipungkiri bila saat ini banyak kasus ledakan serangga hama akibat perubahan iklim sekaligus sistem pertanian monokultur yang diterapkan di beberapa negara.
ADVERTISEMENT
Permasalahan ini diselesaikan dengan cara tidak baik dengan penggunaan pestisida dalam jumlah besar yang kembali menimbulkan masalah baru bagi lingkungan, terutama lahan pertanian.

2. Berkurangnya populasi ikan Salmon

Dilansir dari The IUCN Red List of Threatened Species, ikan Salmon terdampak adanya terdampak adanya perubahan iklim. Diketahui jika ikan Salmon memiliki siklus hidup yang unik. Mereka akan berkembang biak dengan cara memijah di sungai yang merupakan perairan air tawar dan hidup dewasa di laut yang berair asin.
Ikan Salmon gagal memijah dan mati saat melakukan migrasi dari laut menuju hulu sungai. Peningkatan suhu pada air sungai menyulitkan mereka untuk beradaptasi. Energi mereka hanya difokuskan untuk kegiatan memijah saja, di mana selama periode migrasi mereka tidak memakan apa pun. Jika mereka berhasil memijah pun, peningkatan suhu air sungai memaksa ikan Salmon remaja untuk meninggalkan habitat air tawar itu. Padahal kemampuan adaptasi mereka belum baik dan gagal untuk survive menjadi Salmon dewasa.
ADVERTISEMENT

3. Populasi reptil didominasi betina

Beberapa spesies reptil, dari golongan kura-kura, penyu, dan buaya mempunyai jenis kelamin yang ditentukan oleh suhu inkubasi telur. Dapat dibayangkan, saat suhu global meningkat hanya ada satu jenis kelamin yang menetas dari telur-telur jenis reptil tersebut.
Melansir dari laman National Geographic, rasio jenis kelamin betina dari telur yang menetas pada penyu sebesar 85%. Bahkan beberapa studi menunjukkan adanya rasio 100% jenis kelamin betina yang menetas dari telur-telur penyu. Saat ini pun, populasi jumlah penyu jantan sangat jarang ditemukan. Jika hal ini terus terjadi, maka penyu tidak mampu berkembang biak dan menuju kepunahan.

4. Kematian kawanan burung selama periode migrasi

Banyak spesies burung yang melakukan migrasi tahunan untuk melakukan proses kembang biak. Mengutip jurnal Ibis, tingkat kematian kawanan burung selama periode migrasi tahunan akibat perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Kawanan burung di suatu tempat merasa perlu untuk migrasi dini karena adanya penurunan suhu, namun saat telah tiba di tempat migrasi justru kawanan burung ini mati. Kematian mereka disebabkan karena suhu di tempat tujuan migrasi mereka belum hangat, tetapi mereka telah migrasi lebih dini.
Belum lagi, adanya badai sering kali menjadi hambatan bagi burung saat bermigrasi. Banyak kawanan burung yang mati sia-sia akibat peristiwa ini. Tak terbayang bila tiap periode migrasi selalu terjadi hal ini, sudah dipastikan kepunahan akan terjadi pada beberapa spesies burung.
Fakta di atas hanya sebagian kecil dari fakta-fakta yang ada saat ini mengenai kepunahan massal keenam di bumi. Setelah membacanya, masih pedulikah kalian dengan bumi ini?
ADVERTISEMENT
***
Standarisasi cantik pada perempuan terus berevolusi. Tak lagi dibutakan oleh keseragaman. Untuk itu, kumparanWOMAN mengajak perempuan untuk turut merayakan kecantikan yang beragam, guna memberi kekuatan dan memberdayakan sesama perempuan melalui kisah #PerjalananCantikku dalam kampanye Beauty for All.