FAQ soal Herd Immunity, Langkah Spekulatif yang Berbahaya

26 Maret 2020 16:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona di Australia. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona di Australia. Foto: Shutter Stock
Nyaris tiga bulan lebih virus corona merajalela. Tak cuma di China, penyakit menular itu telah masuk ke berbagai wilayah di dunia. Italia pun sudah babak belur dihajar wabah virus corona dengan angka kematian tertinggi melampaui China.
Tak ingin senasib dengan Italia, beberapa negara di Eropa, seperti Inggris dan Belanda, mewacanakan kemungkinan cara ketiga untuk menghentikan penyebaran—selain 'social distancing' atau memberlakukan 'lockdown'.
Langkah alternatif tersebut adalah membiarkan warga terkena virus sehingga menciptakan kekebalan masal atau yang dikenal dengan herd immunity. Pendekatan ini diperkirakan bisa menghentikan penyebaran virus guna mencegah korban lebih besar.
Pendekatan 'herd immunity' sendiri populer beberapa waktu terakhir setelah Sir Patrick Vallance, penasehat utama bidang sains pemerintah Inggris, dalam wawancara tanggal 13 Maret lalu. Ia mengatakan salah satu hal penting yang bisa dilakukan Inggris adalah membangun kekebalan massal untuk menghadapi COVID-19.
"Dengan banyak warga yang kebal terhadap virus tersebut, warga tidak bisa menyebarkan lagi," ujar Sir Patrick Vallance.
Sejumlah pejalan kaki mengenakan masker saat berjalan di London, Inggris. Foto: AFP/ISABEL INFANTES
Mengutip MIT Technology Review, herd immunity pada virus corona bisa terbentuk ketika sudah cukup banyak orang yang terinfeksi SARS-CoV-2. Artinya, virus terus dibiarkan menyebar sehingga banyak orang terinfeksi dan jika bertahan hidup akan kebal. Sehingga jika sudah begitu, wabah akan hilang dengan sendirinya. Sebab ketika banyak orang yang kebal, virus akan semakin sulit menemukan inang yang rentan dan penyebaran akan berhenti secara alami.
Di Indonesia sendiri kasus positif COVID-19 terus bertambah pesat dengan angka korban yang sembuh jauh lebih sedikit ketimbang korban yang meninggal. Imbauan social distancing, melakukan contact tracing terhadap kemungkinan orang-orang yang sempat kontak dengan suspect, peningkatan fasilitas kesehatan hingga isolasi mandiri bagi ODP dan PDP dengan gejala rendah telah dilakukan untuk memutus rantai persebaran corona. Namun tampaknya upaya tersebut belum benar-benar berhasil menekan persebaran COVID-19.
Justru menurut dr.Tiffauzia Tyassuma, Direktur Eksekutif Center for Clinical Epidemiology & Evidence-Based Medicine FKUI-RSCM, apa yang dilakukan pemerintah saat ini menunjukkan bahwa kebijakan di level strategis tampak mengarah ke skenario herd immunity.
Hal tersebut terlihat dari strategi penanganan yang sedang dijalankan pemerintah. Misalnya seperti tidak memberlakukan lockdown sejak awal namun hanya himbauan agar tidak keluar masuk Indonesia, kedua membeli rapid test untuk mempercepat penapisan ODP dan PDP, dan yang terakhir membeli obat Avigen dan Choloroquin dalam jumlah besar.
Alhasil tak heran beberapa peneliti kesehatan di Indonesia mengkhawatirkan situasi tersebut menuju suatu upaya untuk memberlakukan herd immunity.
Bagi Anda yang masih bertanya-tanya soal konsep herd immunity dalam wacana menghadapi virus corona, kami menyajikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan soal herd immunity dan covid. Jawaban yang kami sajikan didasarkan pada wawancara dengan ahli epidemiologi Universitas Indonesia dr. Tri Yunis Miko, Direktur Eksekutif Center for Clinical Epidemiology & Evidence-Based Medicine FKUI-RSCM, dr. Tifauzia Tyassuma, dan Satgas Corona PB IDI dr. Dyah Agustina Waluyo dan beberapa sumber pustaka.
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutter Stock
Apa sih herd immunity itu?
Herd immunity atau yang bisa diartikan sebagai kekebalan massal, adalah langkah cepat membangun imunitas bersama secara kolektif, dengan membiarkan masyarakat terinfeksi bersama.
Dengan demikian akan banyak orang yang akan terinfeksi. Sementara sebagian yang terinfeksi akan meninggal, sebagian lagi akan sembuh, sebagian orang lagi sebagai carrier (pembawa), dan sebagian orang yang kontak tetapi tidak terinfeksi akan memiliki kekebalan. Prinsipnya semakin banyak orang tertular maka semakin banyak pula orang yang kebal dan memperoleh imunitas dalam tubuhnya.
Untuk mencapai herd immunity, butuh berapa persen populasi terkena COVID-19?
Menurut Sir Patrick Vallance kepala penasehat masalah sains di Inggris dibutuhkan 60-70 persen orang yang terinfeksi untuk mencapai herd immunity.
Sebelumnya, pada kasus apa herd immunity berhasil?
Herd immunity terbukti berhasil mengakhiri penyebaran zika pada tahun 2017 di Brazil dan wabah penyakit campak.
Apakah herd immunity bisa berlaku di COVID-19?
Skenario herd Immunity bisa efektif apabila karakter virus dan prediksi evolusi atau mutagenesisnya sudah bisa diketahui dengan pasti. Sedangkan untuk kasus Virus SARS-CoV-2, ia baru memulai perjalanan evolusinya. Hingga saat ini tidak ada satupun ilmuwan di dunia yang mampu memastikan perjalanan mutasi virus ini akan menjadi seperti apa.
Oleh karena itu, herd immunity dinilai menjadi langkah yang spekulatif dan berbahaya bagi seluruh rakyat. Apalagi, rakyat Indonesia memiliki daya kekebalan dan status nutrisi yang rendah.
Sehingga yang ditakutkan adalah apabila herd immunity dilakukan, maka alih-alih terjadi imunitas kolektif, tetapi yang terjadi adalah banyak orang yang terinfeksi dan menjadi parah dengan cepat. Kemudian akan banyak orang yang meninggal, terutama kelompok usia rentan dan yang memiliki komorbid, kemudian fasilitas kesehatan kita yang pada dasarnya memiliki ketahanan rendah, akan tumbang dengan cepat. Yang terkorbankan adalah dokter dan tenaga kesehatan.
Langkah herd immunity tepat enggak sih untuk dilakukan?
Kurang tepat, karena membiarkan masyarakat terjangkit virus memang akan menimbulkan imunitas. Tetapi imunitas dalam virus SARS-CoV-2 ini tidak memberikan imunitas jangka lama, paling lama hanya setahun.
Sebagai contoh, pada Februari lalu pria Jepang berusia 70 tahun terkena COVID-19 dan dinyatakan sembuh. Namun setelah beberapa hari kemudian ia kembali terinfeksi virus corona. Padahal kekebalan tubuh terhadap suatu infeksi virus dapat terjadi bila tubuh kita pernah terpapar atau terinfeksi virus sebelumnya, itu yang disebut dengan herd immunity.
Namun tampaknya untuk kasus COVID-19 sedikit berbeda, karena belum diketahui secara efektif prediksi evolusi dan mutagenesisnya. Tak heran skenario herd immunity memunculkan keraguan untuk memberantas COVID-19. Karena dikhawatirkan hanya membuat semakin banyak orang yang akan terinfeksi akan meninggal dan orang yang terinfeksi sebagai carrier.
Jadi langkah apa yang harus dilakukan?
Saat ini Indonesia posisinya seperti baskom raksasa yang didalamnya ada orang-orang dan virus sudah menjadi satu. Sayangnya saat ini masih banyak orang-orang yang pergi leluasa ke sana kemari, berkumpul di tempat umum. Ibarat sedang berada dalam baskom raksasa, sekarang kita semua ini sudah menjadi suspect ODP semua.
Nah persoalan besarnya adalah karena fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan terbatas sehingga dapat terjadi lonjakan kematian dalam jumlah besar. Oleh karena itu perlu dilakukan lockdown pembatasan human traffic antara satu negara dengan negara yang lain (lockdown teritorial) dan antar orang dari satu daerah ke daerah lain (lockdown wilayah). Itu cara paling efektif agar tidak terjadi penyebaran antara satu manusia ke manusia lain. Lalu daerah-daerah yang sudah terinfeksi itu di lockdown wilayahnya untuk mencegah persebaran virus dari satu daerah ke daerah lain. Lockdown wilayah juga harus dilakukan serentak untuk memutus persebaran virus.
Lantas langkah konkret apa yang harus dilakukan untuk menekan penyebaran COVID-19 ini khususnya untuk orang-orang yang belum menjadi suspect?
Virus Corona sangat mudah menular, cara penularan utama penyakit ini melalui tetesan kecil (droplet) yang dikeluarkan pada saat seseorang batuk atau bersin. Bahkan COVID-19 ini dapat bertahan beberapa jam di udara.
Oleh karena itu untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit perlu dilakukan social distancing. Sederhananya, cara ini mengharuskan kita untuk menjaga jarak satu sama lain sehingga virus atau patogen apa pun tidak dapat menyebar dari satu orang ke orang lain. Hal ini dapat kita lakukan dengan menghindari pertemuan massal dan menjaga jarak 2 meter. Selain itu, pembatasan sosial juga dilakukan dengan mengurangi interaksi sosial dengan tetap tinggal di dalam rumah.
Selanjutnya untuk memutus rantai penularan virus, juga penting melakukan contact tracing. Jadi saat mendeteksi orang yang sakit dan orang yang sakit itu harus diisolasi sebanyak mungkin. Kemudian ditelusuri suspect tersebut kontak dengan siapa saja dan di mana saja. Kalau enggak dilakukan, kita sama saja membiarkan kemungkinan suspect bebas kemanapun. Jadi meskipun melakukan social distancing tanpa contact tracing ya sama saja bohong.
Ketahanan pangan dan kesehatan menjadi hal yang tak kalah penting untuk meningkatkan imun tubuh dalam masa pandemi seperti ini. Oleh karena itu dari segi pemerintah harus memastikan ketersediaan logistik yang aman. Kemudian dari sisi masyarakat, kemandirian akan ketahanan pangan juga perlu ditingkatkan. Dimulai dari menanam secara mandiri tumbuh-tumbuhan yang dapat meningkatkan imun tubuh.
Kapan semua ini akan berakhir?
Berdasarkan rilis WHO terakhir diperkirakan bencana virus ini akan bergulir selama 2 tahun. Karena range berlangsungnya pandemi ini terjadi antara 1 tahun sampai 36 bulan, cut offnya di 2 tahun.
Wah lama juga ya…..
Iya lama sekali toh. Sebetulnya secara global virus ini secara virulensi tidak terlalu mematikan, meski di Indonesia angkanya sudah mencapai hampir 10 persen. Namun, dengan penyebarannya yang sangat mudah dan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghadapinya, virus ini sukes melumpuhkan negara. Itu yang mengerikan.