Ilmuwan Eijkman Jelaskan Cara Virus Corona COVID-19 Infeksi Manusia

12 Februari 2020 18:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dunia sedang digemparkan oleh kemunculan wabah virus corona. Virus dengan nama resmi COVID-19 pertama kali muncul di Wuhan, China, pada Desember tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Hingga Rabu (12/2), korban tewas akibat novel coronavirus telah mencapai 1.114 orang, dan menginfeksi lebih dari 45 ribu orang di Provinsi Hubei, China.
Beberapa penelitian menyebut, virus corona ditularkan dari hewan ke manusia. Kelelawar lah yang diduga menjadi inang bagi virus corona dan menularkannya ke ular, trenggiling, termasuk manusia. Kendati begitu, belum diketahui secara pasti sumber utama penyebaran COVID-19 yang terjadi di China.

Lalu, bagaimana virus bisa menginfeksi manusia?

Dipaparkan oleh Prof. Dr. David Handojo Muljono, Deputi Kepala Bidang Penelitian Translasional sekaligus Kepala Laboratorium Hepatitis Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi, pada dasarnya semua bentuk kehidupan dapat diinfeksi oleh virus, mulai dari manusia, hewan, tumbuhan, hingga bakteri.
Virus sendiri diartikan sebagai mikroorganisme patogen yang menginfeksi sel makhluk hidup atau inang. Virus hanya dapat bereplikasi di dalam sel makhluk hidup karena tidak memiliki perlengkapan seluler bereproduksi sendiri.
Ilustrasi virus corona. Foto: Shutter Stock
Ketika tidak berada di dalam sel atau tidak dalam proses menginfeksi sel, virus berada dalam bentuk partikel independen yang disebut virion. Virion terdiri atas materi genetik berupa asam nukleat (DNA atau RNA) yang diselubungi lapisan protein yang disebut kapsid.
ADVERTISEMENT
Pada beberapa virus terdapat amplop yang tersusun dari protein dan lemak. Dari ada atau tidaknya selubung luar virus, terdapat jenis virus yang berselubung dan tak berselubung.
"Karena karakteristik khasnya ini, adanya infeksi diasosiasikan dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (seperti virus influenza, hepatitis, dan HIV), hewan (flu burung), atau tumbuhan (mosaik tembakau)," ujar Prof. David di Auditorium Sitoplasma, Jakarta, Rabu (12/2).
Lebih lanjut, setidaknya ada tiga mekanisme ketika sebuah virus dapat masuk ke dalam sel inang. Pertama, fusi membram virus dengan membran sel target pada inang. Kedua adalah endositosis virus oleh selaput permukaan sel inang, dan ketiga penetrasi materi genetik jenis virus ke dalam sel inang. Tiap virus memiliki cara tersendiri memasuki sel inang.
ADVERTISEMENT
Prof. Dr. David Handjono Muljono, Deputi Kepala Bidang Penelitian Translasional dan Kepala Laboratorium Hepatitis LBM EijkmanEijkman. Foto: Habib Allbi Ferdian
Dalam hal virus corona, dari hasil studi molekuler yang dilakukan pada kasus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), diketahui bahwa coronavirus masuk ke dalam sel inang melalui reseptor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)-2, suatu protein yang terdapat di dalam inang, terutama paru, hati, dan ginjal.
Bagian luar coronavirus yang berupa tonjolan berikatan dengan ACE-2. Hasil penelitian molekuler menemukan adanya kesesuaian asam amino yang menyusun permukaan virus dengan asam pada reseptor ACE-2, sehingga bentuk ikatan antara virus dengan ACE-2, yang membawa virus masuk ke dalam sel.
Beberapa studi telah menemukan adanya asam amino pada virus SARS dan MERS yang kompatibel dengan asam amino pada ACE-2, digunakan sebagai jalan masuk virus tersebut untuk menginfeksi sel inang.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, analisis molekuler menemukan adanya kemiripan susunan genetik virus SARS, MERS, dan COVID-19. "Temuan terbaru adalah diketahuinya asam amino tertentu pada ACE-2 yang dapat dikenali oleh virus COVID-19, yang merupakan jalan masuk virus ini ke dalam sel tubuh inang," ujarnya.
Infografis Virus Corona. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
David menjelaskan, perlu adanya pengembangan pengetahuan ihwal susunan genetik coronavirus, termasuk COVID-19, untuk mendeteksi infeksi virus dan melakukan karakteristik virus.
"Misalnya, desain primer untuk keperluan diagnosis virus ini, dan langkah-langkah lebih lanjut. Atau desain primer untuk sekuensing genom virus," ungkap David.
Ia menegaskan, hal ini perlu adanya kolaborasi antara para pemangku kebijakan dan lembaga penelitian untuk sama-sama memanfaatkan kapasitas alat deteksi dini virus, sehingga dapat dilakukan deteksi kasus dengan cepat, penanganan penderita yang tepat, dan pencegahan kepada masyarakat yang lebih luas.
ADVERTISEMENT