Ilmuwan Ingatkan Remaja Tidak Kebal Virus Corona

26 Maret 2020 7:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi memeriksa dokumen pengendara sepeda di Place de la Bastille yang sepi saat lockdown di Paris, Prancis. Foto: AFP/Christophe ARCHAMBAULT
zoom-in-whitePerbesar
Polisi memeriksa dokumen pengendara sepeda di Place de la Bastille yang sepi saat lockdown di Paris, Prancis. Foto: AFP/Christophe ARCHAMBAULT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Korban virus corona SARS-CoV-2 di Indonesia terus bertambah. Imbauan social atau physical distancing untuk memutus rantai penularan infeksi belum juga dipatuhi semua orang. Masih ada warga yang kedapatan ramai-ramai berkumpul meski tidak ada keperluan mendesak. 
ADVERTISEMENT
Pada Senin (24/3), misalnya, Tim Jaguar Polresta Depok terpaksa membubarkan sekelompok remaja yang masih nongkrong di pinggir jalan hingga kafe. Dalam video yang diterima kumparan, tampak sekumpulan remaja tengah berjongkok santai di depan sebuah ruko sambil bermain handphone.
Mereka sempat tak menggubris arahan polisi yang berkeliling dengan mobil patroli. Begitu polisi membentak dengan pengeras suara, satu per satu remaja tersebut mulai membubarkan diri.
Tampaknya, arahan menjaga jarak yang dicanangkan pemerintah belum mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kelompok berusia muda menjadi sorotan di tengah pandemi yang kian meluas. Karena itu, menyusul kebijakan social distancing, anak dan orang tua diperingatkan untuk tidak menganggap belajar dari rumah sebagai kesempatan berlibur ke tempat-tempat umum.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari aturan tersebut adalah menjaga anak tetap di dalam rumah untuk mencegah penyebaran baru. Catatan kasus COVID-19 memang tidak menunjukkan kelompok usia muda lebih berisiko terinfeksi, namun bukan berarti mereka kebal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan kaum remaja untuk tidak memandang diri tak terkalahkan dalam perang melawan pandemi yang telah menewaskan hampir 19.000 orang di dunia. Dr Rosena Allin-Khan, dokter sekaligus anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris, mengatakan kepada BBC bahwa COVID-19 tidak secara eksklusif menyerang orang tua ataupun pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid.
Pernyataannya itu menyusul kabar seorang remaja Inggris berusia 18 tahun dengan penyakit bawaan meninggal usai terjangkit COVID-19. Ia sekaligus menjadi korban termuda di antara 8.164 kasus positif virus corona di Inggris.
ADVERTISEMENT
Allin-Khan menyebut, dia pernah merawat pasien yang sebelumnya sehat dan bugar berusia 30-an dan 40-an, tapi kini terbaring kritis di bangsal perawatan intensif. 
Polisi merazia seorang wanita yang sedang duduk di bangku jalan Champs-Elysees di Paris, Prancis. Foto: AFP/Martin BUREAU
Ilmuwan dari Imperial College London mencoba mencari keterkaitan antara usia dan risiko dirawat intensif karena terinfeksi virus corona. Peneliti menemukan, terdapat 27 persen pasien berusia 60-an tahun yang butuh dirawat di rumah sakit, sedangkan persentasenya naik menjadi 43 persen untuk pasien berusia 70-an tahun.
Berbeda dengan kelompok pasien berusia lebih muda. Hanya 5 persen pasien berusia di bawah 40 tahun yang dirawat intensif dengan kondisi kritis.
Dari seluruh temuan kasus di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara, pasien yang dirawat dengan kondisi kritis rata-rata berusia 63 tahun.
ADVERTISEMENT

Faktor Penyakit Penyerta Lebih Berpengaruh

Petugas medis merawat pasien di ruang ICU Rumah Sakit Papa Giovanni XXII Bergamo. Foto: AP Photo
Menurut WHO, kelompok usia di atas 60 tahun memang paling berisiko mengalami komplikasi serius saat terinfeksi virus corona. Kendati begitu, anak muda, termasuk anak-anak, juga meregang nyawa usai terpapar virus.
Faktor penyakit yang mendasari kondisi kesehatan seseorang lebih berpengaruh terhadap risiko kematian, terlepas dari usia orang tersebut. Adanya penyakit komorbid berdampak pada daya tahan tubuh yang sedianya bertanggungjawab melawan serangan virus.
Juru bicara penanganan COVID-19 di Indonesia, Achmad Yurianto pernah mengatakan, beberapa kasus pasien COVID-19 yang meninggal berada pada rentang usia sekitar 45 sampai dengan 65 tahun. Ada satu pasien meninggal berusia 37 tahun. Mereka menjadi kelompok berisiko karena adanya riwayat penyakit bawaan.
“Kalau kita perhatikan pada faktor yang lain maka hampir seluruhnya memiliki penyakit pendahulu atau komorbid dan sebagian besar adalah diabet, hipertensi, dan penyakit jantung kronis. Beberapa di antaranya adalah penyakit paru obstruksi menahun,” ujar Yuri pada 19 Maret silam.
ADVERTISEMENT

Terinfeksi Tanpa Gejala, Peluang untuk Penularan Senyap

Warga antre masuk untuk belanja ke toko Costco di Watford, Inggris. Foto: REUTERS / Paul Childs
Dibanding orang tua, anak muda yang terinfeksi virus corona memang tidak berisiko mengembangkan komplikasi serius. Beberapa di antaranya bahkan diperbolehkan menjalani karantina mandiri di rumah.
Kendati begitu, mereka bisa dengan mudah menyebarkan virus kepada orang lain karena gejala yang dialami sangat ringan dan minimal. Sehingga terkadang tidak disadari pengidapnya.
Pakar juga mengatakan, virus corona lebih menular dibandingkan flu musiman biasa. Setiap orang yang terinfeksi virus corona dapat menularkan kepada 2 sampai 3 orang. Hingga 3 orang yang tertular ini pun berlanjut menularkan kepada 2 sampai 3 orang berikutnya.
Dengan kata lain, sejumlah kecil orang dapat secara instan berkembang menjadi ratusan bahkan ribuan orang.
ADVERTISEMENT
Menjaga jarak bisa memutus rantai transmisi COVID-19. Siapa pun kamu bisa memulainya dengan tetap #dirumahaja.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!