Ilmuwan Peringatkan Tanda Kepunahan Massal Sudah Dimulai dan Semakin Nyata

25 September 2021 18:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kiamat Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kiamat Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sebuah studi yang terbit di jurnal Nature telah mengidentifikasi siklus paling umum di semua peristiwa kepunahan massal sepanjang sejarah, memperingatkan bahwa saat ini pertanda bencana berikutnya sudah muncul dan meningkat seiring dengan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Para penulis riset menemukan, semua periode bersejarah menyangkut pemanasan global ekstrem telah memicu tumbuhnya alga air tawar beracun yang bertahan selama ratusan ribu tahun, dan perkembangbiakan mikroba berbahaya ini sekarang sudah terdeteksi.
Peristiwa kepunahan terbesar dalam sejarah Bumi terjadi sekitar 252 juta tahun lalu, dikenal dengan sebutan end-permian event (EPE) atau Kematian Besar. Dipicu oleh peningkatan aktivitas gunung berapi yang drastis, EPE dikaitkan dengan melonjaknya tingkat karbon dioksida dan suhu global serta diyakini telah memusnahkan sekitar 90 persen dari semua spesies di planet ini.
Untuk mempelajari bagaimana episode apokaliptik ini memengaruhi ekosistem air tawar, para peneliti menganalisis fosil, sedimen, dan catatan kimia di bebatuan sekitar Sydney Basin, Australia. Hasilnya, mereka mendeteksi adanya lonjakan yang sangat besar ganggang dan cyanobacteria tepat setelah EPE terjadi. Kedua mikroskopis ini mekar berulang kali selama sekitar 100.000 tahun.
Ilutrasi kekeringan akibat pemanasan global. Foto: Shutter Stock
Dalam keadaan normal, mikroba ini membantu ekosistem air untuk berkembang dengan mengoksidasi air. Namun, ketika mekar secara tak terkendali, mereka punya efek buruk, seperti menghabiskan oksigen dan melepaskan racun yang bisa membuat lingkungan tercemar bagi semua bentuk kehidupan yang ada.
ADVERTISEMENT
Mereka menjelaskan, ledakan dahsyat ini dipicu oleh badai dari emisi gas rumah kaca, dipercepat oleh suhu global yang semakin tinggi sebagai akibat dari aktivitas gunung berapi, dikombinasikan dengan masuknya nutrisi ke badan air tawar. Selain itu, kebakaran hutan dan kekeringan menyebabkan penggundulan hutan dalam skala besar, menciptakan senyawa di tanah larut ke saluran air.
Penulis studi, Tracy Frank, mengatakan perubahan iklim antropogenik modern punya potensi untuk menciptakan kembali kondisi peristiwa mekar dan dapat memicu bencana ekologis dalam skala global.
“Kami melihat semakin banyak ganggang beracun yang mekar di danau dan di laut dangkal yang terkait dengan peningkatan suhu serta perubahan komunitas tumbuhan yang mengarah pada peningkatan kontribusi nutrisi ke lingkungan air tawar,” kata Frank sebagaimana dikutip IFL Science.
ADVERTISEMENT
“Jadi banyak persamaan dengan hari ini. Vulkanisme adalah sumber CO2 di masa lalu, tetapi kita tahu bahwa laju CO2 yang terlihat saat itu serupa dengan laju peningkatan CO2 yang kita lihat hari ini karena efek antropogenik.”
Ilustrasi perubahan iklim. Foto: Shutter Stock
Para peneliti menghitung suhu air optimal untuk pertumbuhan ganggang berbahaya ini antara 20 hingga 32 derajat Celsius. Yang mengkhawatirkan, model perubahan iklim saat ini memprediksi suhu udara permukaan musim panas kontinental di lintang tengah akan jatuh ke kisaran 20 hingga 32 derajat C pada akhir abad ini.
Selain itu, peningkatan kebakaran hutan yang terjadi baru-baru ini juga berpotensi memicu mekarnya gangga dengan membiarkan nutrisi tanah menyerap ke sungai dan danau.
“Temuan kami dari catatan geologis yang mendalam menggarisbawahi peringatan Kepunahan Massal, dan memberikan prediksi konsekuensi jangka panjang dari pemanasan dan penggundulan hutan yang berkelanjutan,” tulis para peneliti.
ADVERTISEMENT