Infeksi Virus Corona, Bisakah Sebabkan Kerusakan Paru Permanen?

1 April 2020 9:37 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampilan render VR organ paru-paru pasien COVID-19. Foto: Dok. George Washington University Hospital/Surgical Theater
zoom-in-whitePerbesar
Tampilan render VR organ paru-paru pasien COVID-19. Foto: Dok. George Washington University Hospital/Surgical Theater
ADVERTISEMENT
Data terbaru pemerintah mencatat telah ada 1.528 kasus COVID-19 di Indonesia hingga Selasa (31/3). Terjadi penambahan 114 kasus dari jumlah sebelumnya. Hingga kini, virus telah menyebar ke hampir seluruh wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hanya tersisa Bengkulu, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur sebagai kawasan dengan laporan nol kasus positif virus corona SARS-CoV-2, penyebab penyakit COVID-19. DKI Jakarta menjadi titik terparah wabah COVID-19, dengan total 741 kasus, 84 orang meninggal dunia, dan 49 pasien berhasil sembuh.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), sekitar 80 persen pasien COVID-19 membutuhkan perawatan intensif, dan sekitar satu dari enam pasien mengalami sakit parah. Kondisi kritis yang kerap mereka alami antara lain kesulitan bernapas dan pneumonia atau radang paru-paru akut.
Mengutip Business Insider, pasien yang pulih dari COVID-19 dengan gejala parah dapat mengalami kerusakan paru-paru yang serius. Hal ini sebagaimana pernyataan dari Faculty of Intensive Care Medicine (FICM), lembaga profesional Inggris yang menghimpun dokter dan praktisi perawatan intensif.
ADVERTISEMENT
FICM menyoroti beberapa temuan kasus pasien COVID-19 yang dirawat intensif kemudian mengalami sindrom gangguan pernapasan akut atau acute respiratory distress syndrome (ARDS). Sebuah studi ilmiah yang diterbitkan US National Center for Biotechnology Information menemukan bahwa 17 persen dari 99 pasien virus corona di Wuhan, China, yang diperiksa antara 1-20 Januari, telah mengembangkan ARDS selama perawatan.
Sementara studi lain yang diterbitkan The Lancet pada 15 Februari menyebut bahwa 29 persen dari 41 pasien yang diamati antara pertengahan Desember hingga awal Januari di Wuhan juga mengalami ARDS.
Kondisi ARDS mencegah paru-paru seseorang mendistribusikan oksigen yang cukup bagi organ-organ vital dalam tubuh. Ketika virus corona mencapai paru-paru, selaput lendirnya, yang melapisi berbagai rongga tubuh dan saluran udara pun mengalami peradangan. Peradangan ini yang kemudian memicu ARDS.
ADVERTISEMENT
Inflamasi pada selaput lendir menyebabkan cairan dari pembuluh darah terdekat bocor ke kantung udara kecil di dalam paru-paru, sehingga memblokir jalur pernapasan. Kondisi ini yang menyebabkan pasien COVID-19 kesulitan bernapas.
Seorang petugas mengenakan baju hamzat di rumah sakit sementara untuk pasien corona, di pusat pameran internasional di Teheran Utara, Iran. Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Setelah pasien berhasil pulih, setidaknya dalam enam bulan hanya akan ada masalah minimal seperti melemahnya kemampuan berolahraga. Namun FICM menyebut, mereka yang mengalami ARDS saat terinfeksi virus corona membutuhkan waktu 15 tahun sampai paru-paru mereka kembali normal.
Menurut Michael Matthay, seorang ahli penyakit, ARDS memiliki tingkat kematian 30 hingga 40 persen.
"Tidak ada pengobatan khusus kecuali untuk menenangkan pasien dan menempatkan mereka pada ventilator mekanik untuk membiarkan mereka pulih," kata Matthay, merujuk pada penderita ARDS.
“Para penyintas (dengan ARDS) memiliki keterbatasan berolahraga yang signifikan dan kualitas fisik hidup yang buruk,” lanjutnya.
Sejumlah pria menggunakan masker berjalan menuju bus yang akan membawanya ke fasilitas karantina antisipasi virus corona di daerah Nizamuddin, New Delhi, India. Foto: REUTERS / Danish Siddiqui
Menurut British Lung Foundation, ARDS juga umum ditemukan pada orang yang baru pulih dari kasus flu dan radang paru-paru berat di Inggris. Namun dalam kedua kasus tersebut, ARDS kemungkinan kecil berujung pada kerusakan paru-paru jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Sementara studi yang diterbitkan The Journal of American Medical Association mengungkap, lansia yang terjangkit COVID-19 adalah kelompok yang paling mungkin mengalami ARDS selama proses penyembuhan. Peneliti menduga hal itu disebabkan karena respons imun yang lemah.
Pada awal Maret, Hong Kong Hospital Authority juga menemukan bahwa dua hingga tiga orang dari kelompok 12 pasien COVID-19 yang sembuh mengalami penurunan fungsi paru-paru sebesar 20 sampai 30 persen. Namun, otoritas menambahkan bahwa mereka dapat melakukan latihan kardiovaskular untuk secara perlahan meningkatkan kapasitas paru-paru mereka.
Selain paru-paru, organ lain juga bisa ikut terdampak virus corona. FICM menjelaskan, infeksi virus juga memengaruhi jantung, mulai dari peradangan (miokarditis) hingga gagal jantung.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT