Ini Bahaya Corona Varian Delta, Bikin Kasus Covid Indonesia Makin Parah

18 Juni 2021 6:39 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ambulans bersiap memasuki Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (14/6/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ambulans bersiap memasuki Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (14/6/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Virus corona varian Delta mencuri perhatian publik dalam beberapa pekan terakhir, seiring dengan meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia. Para ahli khawatir bahwa strain virus yang pertama kali ditemukan di India pada akhir 2020 ini bakal memperparah penularan virus corona di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Varian Delta memang diyakini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi ketimbang varian virus corona lainnya.
"Berdasarkan kalkulasi matematika, para ahli menyimpulkan bahwa transmisi varian Delta 41 sampai 60 persen lebih menular dibandingkan varian Alpha. Kalau diperhatikan varian Alpha, disebutkan 70 persen lebih transmisiable dibanding dengan yang di Wuhan," kata Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Gunadi, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Rabu (16/6).
Varian Delta sendiri telah ditemukan di sejumlah wilayah di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per 13 Juni 2021, sudah ada 104 kasus varian Delta yang ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Tengah (Jateng), Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, jumlah varian Delta di Indonesia kemungkinan lebih besar daripada yang dicatat Kementerian Kesehatan. Penyebabnya, laboratorium untuk genome sequencing masih terbatas.
"Perlu diketahui bahwa whole genome sequencing atau surveillance itu belum cukup untuk meng-cover seluruh wilayah Indonesia dan juga belum dilakukan secara detail tentang penelusuran asal virus ini dan menyebar dari mana," jelas Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, pada Selasa (15/6).
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan

Corona varian Delta bikin gejala COVID-19 lebih berat, kurangi perlindungan vaksin

Kurangnya pengawasan varian Delta di Indonesia menggarisbawahi kesiapan mitigasi pandemi di Indonesia. Sebab, varian Delta tak hanya memiliki tingkat penularan yang lebih cepat, ia juga dilaporkan membuat pasien COVID-19 mengalami gejala lebih berat.
Menurut sebuah penelitian tahap awal dari University of Strathclyde di Skotlandia, virus corona varian Delta menggandakan risiko rawat inap pasien ketimbang varian Alpha yang sempat mendominasi Inggris Raya.
ADVERTISEMENT
Dalam riset yang dipublikasi jurnal The Lancet pada 14 Juni 2021 tersebut, peneliti menemukan bahwa orang dengan komorbid (mengidap penyakit lain) punya risiko yang lebih tinggi . Adapun orang yang telah divaksin dua kali terbukti mengurangi keparahan gejala dari varian Delta.
"Jika Anda dites positif, maka dua dosis vaksin atau satu dosis selama 28 hari secara kasar mengurangi risiko Anda dirawat di rumah sakit hingga 70 persen," jelas Chris Robertson, Professor of Public Health Epidemiology di University of Strathclyde.
Kendati demikian, para peneliti Skotlandia menemukan bahwa varian Delta mengakibatkan penurunan tingkat perlindungan vaksin. Mereka mencatat bahwa vaksin Pfizer memiliki 79 persen perlindungan terhadap infeksi dari varian Delta, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 92 persen terhadap varian Alpha. Varian Delta juga membuat perlindungan vaksin AstraZeneca cuma menjadi 60 persen saja, turun dibandingkan perlindungan 73 persen terhadap varian Alpha.
ADVERTISEMENT
Temuan dari Skotlandia tersebut berbanding terbalik dengan riset yang dilakukan pemerintah Inggris baru-baru ini. Dalam sebuah rilis yang dipublikasi 14 Juni 2021, agensi kesehatan Public Health England (PHE) menyebut bahwa vaksin Pfizer punya perlindungan hingga 96 persen terhadap varian Delta, sedangkan AstraZeneca mencatat perlindungan 92 persen.
Ilustrasi vaksin corona Pfizer-BioNTech. Foto: Dado Ruvic/REUTERS

Varian Delta jadi faktor masalah tambahan penanganan COVID-19 di Indonesia

Dengan risiko varian Delta yang sudah disebutkan di atas, para ahli epidemiologi menyarankan agar pemerintah konsisten pada strategi mitigasi pandemi yang benar.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang gencar meningkatkan distribusi vaksin guna mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Pada awal pekan ini, Presiden Jokowi mengumumkan target agar DKI Jakarta bisa menyuntikkan 100 ribu vaksin per hari, dengan ambisi tercapainya herd immunity pada Agustus 2021 di Ibu Kota.
ADVERTISEMENT
Namun, jumlah vaksinasi semata tak menjamin tercapainya herd immunity, menurut ahli epidemiologi.
Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University, menyebut bahwa pemerintah tak bisa hanya mengandalkan distribusi vaksin semata untuk mengatasi pandemi corona. Dia menggarisbawahi bahwa kekebalan kelompok (herd immunity) juga memerlukan tingkat penularan serendah mungkin dan perlindungan vaksin yang terbukti di dunia nyata.
"Ini bukan hanya masalah vaksinasi saja. Jadi, salah besar kalau kita hanya menitikberatkan pada program vaksinasi. Karena tidak ada negara yang terbukti bisa aman dari serangan gelombang berikut akibat adanya varian baru hanya dengan mengandalkan vaksinasi," kata Dicky kepada kumparanSAINS, Senin (14/6).
Indonesia saat ini mesti kembali dipukul lonjakan kasus COVID-19. Pada Kamis (17/6), pemerintah mencatat tambahan 12.624 kasus baru, rekor tertinggi sejak Januari 2021. Yang mengkhawatirkan, jumlah tersebut merepresentasikan 37 persen positivity rate dari total tes swab PCR yang dicatat pada hari yang sama.
ADVERTISEMENT
Dengan fakta tersebut, para epidemiolog ragu bahwa Indonesia bakal mencapai herd immunity dalam waktu dekat. Dicky menekankan, selama pemerintah tidak konsisten melaksanakan strategi mitigasi pandemi, lonjakan kasus semacam ini bakal terus berulang.
"Kita dalam potensi mencapai puncak gelombang (COVID-19) pertama kita yang lama, dan menguat akibat intervensi yang tidak memadai, makanya jadi lama," kata dia.
Dicky menambahkan, varian Delta yang lebih cepat menular memperburuk kasus COVID-19 di Indonesia. Namun, dia menekankan bahwa kenaikan kasus corona juga disebabkan oleh inkonsistensi kebijakan pemerintah, mulai dari pengadaan pilkada di tengah pandemi hingga larangan mudik yang tidak efektif.
"Keberadaan varian baru (Delta) memang memperburuk. (Tapi), kalau bicara kenaikan, bicara penurunan suatu kasus, itu multifaktor," kata dia.
ADVERTISEMENT