Ini Efek Jangka Panjang Virus Corona pada Tubuh Pasien Sembuh COVID-19

13 Mei 2020 14:05 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tim medis membantu melepas alat pernafasan pasien corona sebelum video call dengan kerabat.
 Foto: REUTERS/Flavio Lo Scalzo
zoom-in-whitePerbesar
Tim medis membantu melepas alat pernafasan pasien corona sebelum video call dengan kerabat. Foto: REUTERS/Flavio Lo Scalzo
ADVERTISEMENT
Virus corona SARS-CoV-2 baru terungkap pada akhir tahun 2019, namun ia telah menginfeksi lebih dari 4 juta orang di dunia hingga saat ini. Sejumlah kasus juga mengungkap, alih-alih hanya menyerang paru-paru, infeksi virus juga menargetkan jantung, hati, mata, usus, ginjal, hingga jari kaki.
ADVERTISEMENT
Bahkan, efek jangka panjang juga memengaruhi kesehatan pasien yang berhasil sembuh dari COVID-19, penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2. Beberapa penyintas melaporkan, mereka masih mengalami sesak napas, kelelahan, dan nyeri tubuh setelah dinyatakan pulih dan hasil tes negatif.
"Seperti apa masalah kronis ini nantinya, dan berapa banyak pasien yang mengalaminya, akan memiliki implikasi besar bagi pasien, dokter yang merawat mereka, dan sistem kesehatan di sekitar mereka," kata ahli epidemiologi University of North Carolina, Kimberly Powers, kepada Bloomberg.
Untuk memastikan efek jangka panjang dari infeksi virus pada pasien-pasien lain, Hong Kong memantau pasien sembuh COVID-19 selama dua bulan setelah dipulangkan dari rumah sakit. Temuan mereka sejauh ini, separuh dari 20 pasien memiliki fungsi paru-paru di bawah kisaran normal, sebagaimana dilaporkan Owen Tsang dari Princess Margaret Hospital.
ADVERTISEMENT
Sementara studi kasus lain yang dilaporkan Business Insider, pasien yang pulih dari COVID-19 dengan gejala parah dapat mengalami kerusakan paru-paru yang serius. Hasil penelitian US National Center for Biotechnology Information, misalnya, menemukan 17 persen dari 99 pasien virus corona di Wuhan, China, yang diperiksa antara 1 - 20 Januari 2020 telah mengembangkan sindrom gangguan pernapasan akut atau acute respiratory distress syndrome (ARDS).
ARDS merupakan kondisi yang mencegah paru-paru seseorang mendistribusikan oksigen yang cukup bagi organ-organ vital dalam tubuh. Ketika virus corona mencapai paru-paru, selaput lendirnya yang melapisi berbagai rongga tubuh dan saluran udara pun mengalami peradangan. Peradangan ini yang kemudian memicu ARDS.
Mang Phother, pria berusia 61 tahun yang sembuh dari COVID-19. Foto: REUTERS/Benoit Tessier
Inflamasi pada selaput lendir menyebabkan cairan dari pembuluh darah terdekat bocor ke kantung udara kecil di dalam paru-paru, sehingga memblokir jalur pernapasan. Kondisi ini yang menyebabkan pasien COVID-19 kesulitan bernapas. Mereka yang mengalami ARDS saat terinfeksi virus corona membutuhkan waktu 15 tahun sampai paru-paru mereka kembali normal.
ADVERTISEMENT
Epidemi dunia masa lalu telah menunjukkan efek yang dapat bertahan lebih dari satu dekade. Satu penelitian terhadap penderita sindrom pernapasan akut (SARS) telah menunjukkan tingkat kolesterol yang lebih tinggi dan kemungkinan penyakit yang lebih parah lainnya hingga 12 tahun kemudian.
"Data ini menunjukkan bahwa pasien SARS yang dipulihkan memiliki kualitas hidup yang buruk 12 tahun setelah pemulihan, dan rentan terhadap peradangan, tumor, dan gangguan metabolisme glukosa dan lipid," tulis peneliti pada jurnal di Scientific Reports.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! Bantu donasi atasi dampak corona.