Jakarta Masuk PSBB Transisi, Bagaimana Tingkat Polusi Udaranya?

10 Juni 2020 7:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Jalan Mampang Prapatan saat hari pertama transisi PSBB. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Jalan Mampang Prapatan saat hari pertama transisi PSBB. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang memasuki status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Dengan status tersebut, artinya sejumlah kegiatan perekonomian mulai kembali bergerak dan mobilitas orang sudah meningkat, meski masih perlu menerapkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Setelah dimulainya PSBB transisi pada 5 Juni lalu, beberapa ruas jalanan ibu kota pun terlihat kembali padat saat pagi dan sore hari. Merujuk pada penyedia data Indeks Kemacetan TomTom, kumparan membandingkan kemacetan di ibu kota antara hari Senin (1/6) pekan lalu saat PSBB, dengan Senin (8/6) kemarin saat sudah dimulai PSBB transisi.
Hasilnya, tampak perbedaan indeks kemacetan antara keduanya. Terlihat, hari Senin (8/6) setelah PSBB transisi kurvanya naik lagi. Hal ini juga mengindikasikan kembali meningginya polusi udara di Jakarta.
Menurut pantauan kumparan dari aplikasi pemantau kualitas udara, AirVisual, kondisi udara di wilayah Jakarta pada rentang waktu sebelum hingga dimulainya PSBB transisi, yaitu Kamis (4/6) hingga Selasa (9/6), terjadi peningkatan polusi udara walaupun grafiknya masih naik-turun.
ADVERTISEMENT

4 Juni 2020

Kualitas udara Jakarta pada Kamis (4/6) di AirVisual. Foto: AirVisual
Aplikasi AirVisual menangkap polusi udara pada Kamis (4/6) dengan tingkat Air Quality Index (AQI) di level 109 yang berarti Unhealthy (tidak sehat). Di hari tersebut rata-rata konsentrasi PM2.5 mencapai 38,6 µg/m³.

5 Juni 2020

Kualitas udara Jakarta pada Jumat (5/6) di AirVisual. Foto: AirVisual
Hari pertama PSBB transisi, Jumat (5/6), kualitas udara Jakarta berstatus Unhealthy (tidak sehat) dengan Air Quality Index (AQI) tercatat sebesar 160 dan rata-rata konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 72,5 µg/m³.
Batas aman konsentrasi PM2.5 di Indonesia adalah 65 µg/m³. Jika melebihi batas tersebut, dapat mengganggu fungsi paru, memperburuk penyakit asma dan jantung.

6 Juni 2020

Kualitas udara Jakarta pada Sabtu (6/6) di AirVisual. Foto: AirVisual
Masuk hari kedua PSBB transisi, kualitas udara Jakarta masih berstatus Unhealthy (tidak sehat) dengan Air Quality Index (AQI) tercatat sebesar 125 dan rata-rata konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 45,4 µg/m³.
ADVERTISEMENT

7 Juni 2020

Kualitas udara Jakarta pada Minggu (7/6) di AirVisual. Foto: AirVisual
Kualitas udara Jakarta di hari ketiga PSBB transisi tak kunjung berubah. Masih berstatus Unhealthy (tidak sehat) dengan Air Quality Index (AQI) tercatat sebesar 151 dan rata-rata konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 55,5 µg/m³.

8 Juni 2020

Kualitas udara Jakarta pada Senin (8/6) di AirVisual. Foto: AirVisual
Masih berstatus Unhealthy (tidak sehat) di hari keempat PSBB transisi, kualitas udara di Jakarta memiliki Air Quality Index (AQI) sebesar 134 dan rata-rata konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 49 µg/m³.

9 Juni 2020

Kualitas udara Jakarta pada Selasa (9/6) di AirVisual. Foto: AirVisual
Sementara itu, pada Selasa (9/6), kualitas udara Jakarta berstatus Unhealthy (tidak sehat) dengan Air Quality Index (AQI) tercatat sebesar 117 dan rata-rata konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 42 µg/m³.
Penurunan kualitas udara di Jakarta juga terlihat dari data pemantauan BMKG dengan pengamatan konsentrasi partikel debu (Particulate Matter) ukuran 10 mikron (PM10). PM10 sesungguhnya hanya salah satu komponen pencemar udara.
ADVERTISEMENT
Terlihat pada 9 Juni 2020, kadar konsentrasi PM 10 tertinggi mencapai 101 µg/m³ dan terendah 14 µg/m³. Ambang batas aman paparan PM 10 dalam durasi waktu 24 jam adalah 150 µg/m³. Jika melebihi batas tersebut, polusi udara dapat mengganggu fungsi paru, memperburuk penyakit asma dan jantung.
Kualitas udara Jakarta pada Selasa (9/6) di BMKG. Foto: Dok. BMKG

BMKG lihat udara Jakarta Membaik saat PSBB

Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto, melihat selama periode WFH (work from home) dan PSBB, yaitu pada Maret hingga 4 Juni menunjukkan penurunan polusi udara Jakarta dengan konsentrasi rata-rata harian PM10 secara umum berfluktuasi di rentang 20 - 70 µg/m³.
"Namun pembandingan konsentrasi polutan PM10 saat periode WFH maupun PSBB dengan periode sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang berbeda jauh. Begitu, periode pekan ke-3 Mei (sejak tanggal 18) hingga awal Juni ini, konsentrasi PM10 umumnya bervariasi pada kisaran 35-50 ug/m3, sedikit lebih rendah dari pada periode sebelumnya, dan masih bertahan hingga 4 Juni kemarin sebelum pelonggaran PSBB," jelasnya, dalam keterangan yang diterima kumparan, Selasa (9/6).
ADVERTISEMENT
Pemantauan dengan instrumentasi pengukur Gas Rumah Kaca permukaan oleh BMKG terhadap kadar gas CO2 di Kemayoran, Jakarta dari tanggal 1 Februari hingga 31 Mei terpantau terus mengalami penurunan dengan laju penurunan 0.2287 ppm/hari, terlebih lagi signifikan setelah diberlakukannya WFH dan PSBB.
Warga berjalan menggunakan masker di kawasan Jalan Kendal, Jakarta, Senin (6/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Rata-rata konsentrasi CO2 saat WFH dan PSBB menurun sekitar 4.6 ppm atau hampir 2 persen dari sebelum WFH dan PSBB. Lalu pada saat Ramadhan dan Idul Fitri penurunan itu berkisar 0,64 hingga 1,2 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun 2019, pemberlakuan WFH dan PSBB telah menurunkan rata-rata konsentrasi CO2 sekitar 47 ppm atau hampir 10 persen.
Sebagaimana kita tahu gas CO2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil oleh aktivitas transportasi, penggunaan listrik, maupun residu dari limbah padat terutama kayu. Sementara sumber utama NO2 pada atmosfer adalah dari emisi buang kendaraan di jalan lalu lintas, pembangkit tenaga listrik, panas yang dihasilkan pabrik dan proses industri.
Kondisi Langit Jakarta Ketika Polusi. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Namun, warga Jakarta diminta waspada, BMKG memperkirakan akan terjadi pola kenaikan gradual debu polutan yang mencapai konsentrasi maksimum pada puncak musim kemarau pada periode Juni–September.
ADVERTISEMENT
"Sebagaimana prediksi BMKG bahwa pada bulan Mei, sebagian besar wilayah Jakarta sudah memasuki kemarau. Pada saat memasuki musim kemarau, penurunan frekuensi dan intensitas hujan diikuti pula oleh penurunan kualitas udara yang terukur dari konsentrasi debu polutan PM10," terang Siswanto.