Prof Wiku Adisasmito

Juru Wabah Bantah Buka Bioskop Kala Corona Bikin Bahagia dan Tingkatkan Imun

27 Agustus 2020 11:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prof Wiku Adisasmito. Foto: BNPB
zoom-in-whitePerbesar
Prof Wiku Adisasmito. Foto: BNPB
ADVERTISEMENT
Ada satu pernyataan mengejutkan yang disampaikan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Prof Wiku Adisasmito, pada pekan ini. Dia bilang, imunitas orang bisa meningkat karena bahagia.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam sebuah konferensi pers di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada Rabu (26/8) kemarin. Konferensi pers itu pada dasarnya berisi pengumuman pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perihal rencananya untuk mengizinkan kembali pembukaan bioskop di tengah pandemi corona.
Dalam acara tersebut, Prof Wiku menyampaikan beberapa poin penting terkait rencana pembukaan bioskop di Jakarta saat pandemi COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona, masih berlangsung. Dia bilang, tim pakar telah membuat kajian soal pembukaan bioskop itu baik dari segi kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Ia juga menyebut bahwa bioskop merupakan tempat yang potensial untuk meningkatkan imunitas tubuh. Sebab, bisa membuat orang bahagia.
Prof. Wiku Adisasmito. Foto: Dok. BNPB
"Kami tim pakar telah membuat kajian selama beberapa minggu terakhir terhadap pembukaan bioskop dengan mempertimbangkan hal penting terutama aspek kesehatan, sosial dan ekonomi," kata Prof Wiku.
ADVERTISEMENT
"Perlu kami sampaikan bioskop dan cinema memang memiliki karakteristik penting. Terutama dalam memberikan harapan kepada masyarakat. Imunitas masyarakat bisa meningkat karena bahagia," ungkap dia.

Virus corona tak pandang bulu

Prof Wiku sendiri menjelaskan, bahwa pembukaan bioskop saat pandemi memerlukan protokol kesehatan yang ketat dan timing yang tepat. Namun, publik sudah kadung kaget dengan pernyataan hubungan imunitas dan kebahagiaan.
Menanggapi pernyataan Prof Wiku tersebut, Dicky Budiman, seorang epidemiolog dari Universitas Griffith, menyangkal bahwa kebahagiaan adalah faktor penting bagi imunitas.
Bahkan, kata dia, tak ada literatur penanganan wabah yang mengaitkan cara meningkatkan imunitas dengan intervensi pemerintah agar masyarakatnya bahagia. Dia pun mengaku tak pernah mendengar strategi semacam itu selama berkarier menjadi juru wabah.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin meluruskan, tidak ada dalam setiap strategi pandemi, sejarah pandemi, maupun literatur pandemi yang menghubungkan bagaimana cara meningkatkan imunitas di saat pandemi dengan melakukan intervensi-intervensi yang membuat masyarakat bahagia," kata Dicky kepada kumparan, Rabu (26/8).
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Shutterstock
Dicky sendiri menilai bahwa pembukaan bioskop konvensional merupakan kebijakan yang berisiko, karena tingkat penularan corona di Jakarta masih tinggi. Dengan kondisi itu, protokol kesehatan tak efektif dalam mencegah penularan di ruang tertutup seperti bioskop konvensional.
Berdasarkan catatan Pemprov DKI Jakarta, tingkat positif corona per tes berkisar 10 persen pada pekan kemarin. Itu dua kali lipat dari ambang batas maksimum yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 5 persen.
Dicky menyadari bahwa tuntutan pembukaan bioskop lebih berkisar pada urusan ekonomi. Menurut dia, kalau itu duduk perkaranya, bioskop bisa disediakan di ruangan terbuka dengan sistem drive-in, di mana penonton hadir di dalam kendaraannya masing-masing.
ADVERTISEMENT

Jejak studi imunitas dan kebahagiaan: Sains yang masih diragukan

Dicky menyebut bahwa kebahagiaan hanya berperan kecil dalam meningkatkan imunitas tubuh. Ia menjelaskan, imunitas adalah proses yang panjang dan kompleks.
"Bila bicara dengan ahli imunologi, jelas mereka akan mengatakan bahwa imunitas ini proses panjang mulai dari hidup yang sehat, istirahat yang sehat, pola makan, olahraga teratur. Jadi, bahagia itu hanya komponen kecil. Proporsi yang sekian persen dari sistem imunitas yang begitu kompleks. Jadi, ini yang harus saya luruskan," pungkasnya.
Ilustrasi menonton bioskop. Foto: WANG ZHAO / AFP
Jadi, sekarang ada dua epidemiolog yang memiliki pandangan berbeda terkait hubungan kebahagiaan dan imunitas. Lantas, bagaimana menurut ahli imunologi?
Di dunia imunologi, ilmu pengetahuan yang mengkaji imunitas, memang terdapat sebuah sub-ilmu yang disebut sebagai psikoneuroimunologi. Seperti namanya, bidang tersebut hendak mencari penjelasan hubungan sistem imun dan sistem saraf.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Scientific American, sub-ilmu tersebut baru berkembang dalam kurun waktu 40 tahun terakhir.
Perkembangan psikoneuroimunologi baru muncul ketika penelitian selama 1980-an dan awal 1990-an mengungkap bahwa otak secara langsung terhubung ke sistem kekebalan. Gagasan semacam itu sebelumnya ditolak oleh sains arus utama yang menganggap bahwa tidak mungkin keadaan psikologis apa pun dapat memengaruhi kesehatan fisik.
Salah satu ilmuwan awal yang mengkaji hubungan imunitas dan kondisi psikologis adalah seorang virolog bernama Ronald Glaser. Ia dan timnya pada 1980-an menemukan bahwa mahasiswa kedokteran yang lagi stres saat masa ujian punya sel imun yang rendah dan antibodi terhadap virus Eipstein-Barr yang tinggi. Artinya, stres bisa bikin sistem imun orang rendah dan mengaktifkan kembali virus yang laten.
com-Ilustrasi pentingnya menjaga dan meningkatkan sistem imun tubuh. Foto: Shutterstock
Psikoneuroimunologi kemudian mendapatkan reputasinya sejak saat itu. Sub-ilmu ini sekarang tersedia dalam berbagai departemen sekolah kesehatan. Banyak penelitian yang sudah dilahirkan, dengan menghubungkan variabel psikologis dengan variabel penyakit tertentu.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, sub-ilmu baru ini masih diragukan kredibilitasnya oleh para imunolog dengan mazhab klasik. Sebab, menurut mereka, psikoneuroimunologi memang telah berhasil melihat korelasi kondisi psikologi dan sistem imun, tapi belum mampu memahami cara kerja hubungan tersebut secara utuh.
"Jika Anda berbicara dengan ahli neurobiologi atau imunologi berkualitas tinggi tentang psikoneuroimunologi, hal itu akan selalu menimbulkan kekesalan," kata Stephen Smale, seorang ahli imunologi di Universitas California, dalam sebuah wawancara dengan Scientific American.
"Sampai Anda mengumpulkan pemahaman penuh tentang mekanisme itu, Anda memiliki tingkat ketidakpastian dan skeptisisme," kata dia.
Senada dengan Smale, menurut Alexander Tarakhovsky, seorang ahli imunologi di Universitas Rockefeller, menentukan cara kerja dan mekanisme kondisi psikologis dalam hubungannya dengan imunitas sangatlah sulit. Sebab, otak dan sistem kekebalan tubuh sangat kompleks.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten