Kapal Selam Nirawak Ini Ungkap ‘Gletser Kiamat’ Antartika Dekati Titik Kritis

15 April 2021 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Es Gletser Thwaites Antartika Foto: International Thwaites Glacier Collaboration
zoom-in-whitePerbesar
Es Gletser Thwaites Antartika Foto: International Thwaites Glacier Collaboration
ADVERTISEMENT
Kapal selam nirawak yang dikirim untuk melakukan penelitian di perut salah satu gletser terbesar di Antartika, telah keluar dan kembali ke permukaan dengan membawa kabar mengerikan, yakni gletser raksasa itu bisa saja mencair lebih cepat dari dugaan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Gletser Thwaites, lapisan es raksasa di Antartika Barat telah berada dalam pemantauan para ilmuwan selama dua dekade terakhir. Para peneliti tidak tahu seberapa cepat gletser itu akan mencair dan runtuh. Untuk mengetahuinya, mereka mengirim kapal selam tak berawak ke bawah lapisan es tersebut.
Penjelajahan pertama yang dilakukan di perairan gelap di bawah bongkahan es seluas 192.000 kilometer persegi mengungkap informasi yang mengkhawatirkan, arus air hangat yang sebelumnya diabaikan ternyata mengalir dari timur, mengikis beberapa titik es vital.
"Pengamatan kami menunjukkan air hangat menimpa dari semua sisi pada titik-titik penjepit yang penting untuk stabilitas rak es, sebuah skenario yang dapat menyebabkan pelepasan dan pencairan," tulis peneliti dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Scientific Advances.
Es Gletser Thwaites Antartika Foto: International Thwaites Glacier Collaboration
Dengan kata lain, seluruh lapisan es berpotensi mencair dan mengalir ke lautan. Sebagai salah satu gletser yang paling cepat mencair di Antartika, Gletser Thwaites atau dijuluki ‘Gletser Kiamat’ telah kehilangan sekitar 595 miliar ton es sejak tahun 1980-an. Ini berkontribusi pada kenaikan 4 persen (3 meter) permukaan laut global.
ADVERTISEMENT
“Yang dikhawatirkan adalah air (hangat) ini bersentuhan langsung bagian bawah lapisan es pada titik di mana lidah es dan dasar laut dangkal bertemu,” kata Alastair Graham, rekan penulis studi yang merupakan profesor oseanografi geologi di University of South Florida.
Adapun kapal tanpa awak tersebut diberi nama Ran, diambil dari dewi laut Norse. Ia mampu mengukur suhu, kandungan oksigen dan salinitas arus laut yang mengalir di bawah gletser. Sonar di kapal juga memungkinkan pemetaan laut beresolusi tinggi di dasar rongga, membantu para ilmuwan untuk memvisualisasikan jalur masuk dan keluar arus.
Mereka melihat tiga aliran utama air. Satu aliran air dari timur yang pernah diasumsikan terhalang oleh punggungan dan tidak mengalir ke gletser, ternyata menurut data Ran arus itu sedang menuju teluk. Ini berarti arus mengalir ke gletser dari kedua sisi, kemungkinan mengikis di titik penahan utama yang terletak di utara.
Ilustrasi gletser yang runtuh. Foto: REUTERS/Andres Arce
Seberapa banyak gletser yang mencair, hingga saat ini belum diketahui. Namun para peneliti memperkirakan bahwa satu arus saja mampu mengurangi es dengan kecepatan lebih dari 85 gigaton per tahun.
ADVERTISEMENT
Selain mengancam pencairan Gletser Thwaites, paparan air hangat juga dapat mendorong Gletser Pine Island yang berdekatan dengan Thwaites ke titik kritis, kata peneliti dalam Journal The Cryosphere. Gletser Thwaites dan Pine Islan bertanggung jawab atas 10 persen peningkatan permukaan laut global yang sedang berlangsung hingga saat ini.
"Kabar baiknya adalah kita sekarang, untuk pertama kalinya, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memodelkan dinamika gletser Thwaites," kata Anna Wåhlin, penulis utama studi yang merupakan profesor oseanografi di University of Gothenburg di Swedia dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Live Science.
"Data ini akan membantu kami menghitung pencairan es dengan lebih baik di masa depan. Dengan bantuan teknologi baru, kami dapat meningkatkan model dan mengurangi ketidakpastian besar yang sekarang berlaku di sekitar variasi permukaan laut global."
ADVERTISEMENT