Kemenag: Gerhana Matahari Jadi Salah Satu Acuan Penentuan Hilal

26 Desember 2019 18:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cecep Nurwendaya, Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI  Foto: Foto: Selli Nisrina Faradila/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cecep Nurwendaya, Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI Foto: Foto: Selli Nisrina Faradila/kumparan
ADVERTISEMENT
Gerhana Matahari Cincin pamit. Masyarakat di Jayapura, Papua, menjadi yang terakhir menikmati visual Matahari yang membentuk serupa cincin api pada pukul 15.51 WIT. Untuk dapat melihat Gerhana Matahari Cincin selanjutnya, penduduk Indonesia harus menunggu 12 tahun lagi, tepatnya pada 21 Mei 2031.
ADVERTISEMENT
Fenomena alam ini tak hanya langka dan memesona mata, tapi juga dijadikan sebagai salah satu parameter penentuan hilal yang masuk rumus penanggalan kalender Hijriyah. Hilal atau bulan sabit muda pertama muncul setelah fase bulan baru atau new moon yang menjadi penanda datangnya Gerhana Matahari.
“Gerhana (Matahari) ini menjadi satu-satunya yang bisa mengukur akurasi perhitungan, misalnya, ketinggian hilal untuk menentukan awal bulan Hijriyah, itu kan harus dihitung menjelang Ramadan, Syawal, Dzulhijjah. Nah, perhitungan semua ini kan, misalnya, hanya (metode) Hisab sekarang dibuktikan (dengan fase bulan baru saat Gerhana Matahari),” ujar Cecep Nurwendaya dari Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama saat ditemui kumparanSains di Planetarium Jakarta, Kamis (26/12).
Tim rukyatul hilal Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Gresik melakukan "rukyatul hilal" di Balai Rukyat Bukit Condrodipo, Gresik, Jawa Timur, Senin (3/6). Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Lebih lanjut Cecep menambahkan, bahwa hanya Gerhana Matahari saja yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan hilal, sebab waktu kejadiannya bertepatan saat bulan baru atau ijtimak. Sedangkan Gerhana Bulan hanya terjadi pada fase bulan purnama.
ADVERTISEMENT
Adapun penanggalan Hijriyah berlandaskan dua metode yaitu Hisab dan Rukyat. Hisab merupakan teori perhitungan berbasis kaidah Matematika dan Fisika. Sementara Rukyat dihitung berdasarkan pengamatan astronomi.
Cecep menekankan, kedua metode tersebut sama-sama penting. Hisab dilakukan sebagai tahap penghitungan awal, sementara pembuktiannya dengan observasi Rukyat.
“Dua-duanya tidak bisa dipisahkan, saling melengkapi,” pungkasnya.