Kenapa AS, China, dan Uni Emirat Arab Sama-sama Meluncur ke Mars pada Juli 2020?

2 Agustus 2020 8:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Roket NASA yang membawa robot penjelajah Perseverance lepas landas menuju Mars dari Cape Canaveral di Florida, AS, 30 Juli 2020. Foto: NASA/Joel Kowsky/Handout via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Roket NASA yang membawa robot penjelajah Perseverance lepas landas menuju Mars dari Cape Canaveral di Florida, AS, 30 Juli 2020. Foto: NASA/Joel Kowsky/Handout via REUTERS
Kalau anda pencinta antariksa, anda pasti sadar Juli 2020 ini adalah waktu yang amat sibuk bagi lembaga-lembaga antariksa beberapa negara. Tanggal 19 Juli, Uni Emirat Arab mengirim misi Hope ke orbit Mars; tanggal 23 Juli giliran China meluncurkan misi Tianwen-1 ke Mars; dan tanggal 30 Juli, AS menerbangkan kendaraan penjelajah Perseverance menuju Planet Merah.
Semua penerbangan ke Mars—yang menempuh jarak sekitar 300 juta mil dari Bumi (259 hari waktu Bumi)—itu berlangsung berturut-turut dalam jadwal berdekatan sepanjang dua minggu, seolah susul-menyusul diburu waktu.
Jadwal kedatangan ketiganya di Mars pun akan nyaris berbarengan, yakni Februari 2021. Pada bulan itu, pengorbit Hope milik Uni Emirat Arab akan tiba di orbit Mars; pengorbit, pendarat, dan penjelajah Tianwen-1 milik China akan tiba di Utopia Planatia—cekungan terbesar di Mars dengan diameter 3.300 km; kendaraan penjelajah Perseverance milik NASA akan mendarat di Jezero—kawah berdiameter 49 km yang diduga pernah berisi air.
Semua misi (dan ambisi manusia) itu siap mengepung Mars dari berbagai penjuru.
Planet Mars. Foto: Elena11/Shutterstock
Pertanyaan yang kemudian mengemuka: apakah sedang ada perlombaan menjelajah Mars?
Jawabannya: tentu saja.
Pertanyaan lain: kenapa mesti terbang ke Mars bersamaan pada akhir Juli 2020 seperti tak ada waktu lain?
Jawabannya sungguh teknis: karena dalam rentang waktu sebulan antara 17 Juli sampai 15 Agustus 2020, Bumi dan Mars terletak pada posisi terdekat, berjajar di sisi yang sama dari matahari. Ini waktu paling ideal untuk pergi ke Mars. Perjalanan dapat ditempuh lebih cepat dengan bahan bakar lebih hemat.
Jendela waktu optimal itu hanya terjadi setiap 26 bulan. Artinya, jika salah satu misi Mars tersebut ditunda, maka ia harus menunggu sampai September 2022.
Penundaan itu misalnya dialami ExoMars—misi Rusia dan Eropa ke Mars untuk mencari tanda-tanda kehidupan pada masa lampau di planet itu. ExoMars yang membawa kendaraan penjelajah Rosalind Franklin dijadwalkan meluncur pada 2020, namun diundur ke 2022 karena terdapat masalah pada desain parasut pendarat.
Maka, penting sekali untuk berangkat pada saat yang tepat. Bila jendela waktu optimal menuju Mars telah terlewat, maka misi harus ditunda—seperti yang pada ExoMars. Imbasnya, misi bisa berubah tujuan dan menjadi jauh lebih mahal.
Administrator NASA Jim Bridenstine mencontohkan, apabila NASA menunda peluncuran Perseverance ke 2022, mereka harus menaruh kendaraan penjelajah Mars itu ke ruang penyimpanan. “Dan itu akan membebani pembayar pajak Amerika hingga setengah miliar dolar,” ujarnya seperti dilansir situs astronomi Space.com.
Perkara teknis ini, menurut Bridenstine, menunjukkan bahwa padatnya jadwal keberangkatan ke Mars Juli ini bukan dipicu oleh perlombaan penjelajahan antariksa.
“Kami menyambut lebih banyak ilmu pengetahuan dan penemuan. Kami mendorong semua pihak untuk membagikan apa yang telah mereka pelajari (tentang antariksa) ke seluruh dunia, seperti yang selama ini dilakukan NASA,” kata Bridenstine.

Mars, Langkah Besar Menjelajah Antariksa

Opportunity, robot NASA yang menjelajah Mars selama 14 tahun (2004–2018) menemukan bahwa Mars di masa lampau memiliki komposisi senyawa yang tepat untuk mendukung kehidupan mikroba atau mikroorganisme. Foto: NASA
Bridenstine benar bahwa tak ada kompetisi untuk tiba lebih dulu ke Mars karena Amerika Serikat—dengan robot-robot penjelajahnya—sudah sampai di planet itu sejak dulu. Namun, menafikan adanya perlombaan menjelajah antariksa adalah naif karena nyatanya sejumlah negara memang mengincar misi eksplorasi lebih dalam di Mars, seperti juga yang mereka lakukan terhadap Bulan.
Bao Weimin, direktur senior di China Aerospace Science and Technology Corporation, menyebut eksplorasi Mars sebagai “manifestasi kekuatan ilmiah dan teknologi suatu negara.”
Pada misi pertamanya ke Mars tahun 2020 ini, China membawa pengorbit sekaligus penjelajah—hal yang belum pernah dilakukan, karena misi ke Mars biasanya hanya membawa salah satu dari dua objek itu: pengorbit saja atau penjelajah saja.
Bila semua berjalan lancar, kendaraan penjelajah seberat 240 kilogram itu akan mendarat di Utopia Plantia, cekungan di Mars yang 50 tahun lalu menjadi tempat pendaratan Viking 2 milik NASA. Setelahnya, rover tersebut akan menurunkan tujuh instrumen, antara lain radar untuk melacak air dan es di bawah tanah dan laser untuk meneliti komposisi bebatuan.
Perseverance, robot penjelajah yang dikirim NASA ke Mars pada misi 2020. Ia akan melanjutkan tugas Opportunity rover, yakni mencari indikasi kehidupan mikroba di Mars pada masa lampau sekaligus mempersiapkan pendaratan manusia di Mars pada masa depan. Foto: Triff/Shutterstock
Amerika Serikat yang sudah lebih berpengalaman di Mars bahkan membawa helikopter dalam kendaraan penjelajahnya. Helikopter itu akan mencoba—untuk pertama kali—terbang di atmosfer Mars yang sangat tipis.
Joan S. Johnson-Freese, seorang profesor bidang keamanan nasional di US Naval War College, membanding-bandingkan misi AS dan China ke Mars dengan analogi merek mobil.
“Amerika Serikat membikin Mercedes, sedangkan China mengendarai Ford,” ujarnya seperti dikutip dari The New York Times.
Apa pun, menurut Namrata Goswami yang akan menerbitkan buku Great Power Competition in Outer Space, China memandang antariksa kian penting bagi umat manusia. Oleh karena itu ia mengerahkan daya untuk mengirim misi eksplorasi ke Bulan dan Mars.
Baresheet (Genesis), pesawat antariksa nirawak milik Israel, hampir mendarat di Bulan pada April 2019 sebelum mengalami kerusakan mesin. Ia lalu menabrak Bulan dan pecah berkeping-keping. Israel mengatakan akan mencoba lagi dan yakin lambat laun akan berhasil. Foto: Reuters/Courtesy Space IL
Bridenstine boleh saja bilang tak ada space race, tapi Wakil Presiden AS Mike Pence berkata sebaliknya dalam pertemuan Dewan Antariksa Nasional AS di Huntsville, Alabama pada 26 Maret 2019.
“Jangan salah, kita berada dalam perlombaan antariksa saat ini, sama seperti pada tahun 1960-an … Amerika Serikat harus tetap menjadi yang terdepan di luar angkasa,” tegas Pence.
Itu pula sebabnya Maret lalu NASA membuka pendaftaran bagi para calon astronaut guna diikutsertakan dalam misi Artemis yang hendak mengirim lagi manusia ke Bulan pada 2024. Misi ini menyimpan ambisi jangka panjang untuk mendirikan stasiun luar angkasa di Bulan sebagai tahap awal bagi langkah berikutnya: mengirim manusia ke Mars.
Hasrat menjelajah antariksa juga dimiliki Uni Emirat Arab—negara kecil penghasil minyak yang tengah mempersiapkan diri menghadapi post-petroleum economy. Simak selengkapnya pada artikel berikut:
Kawah Biru di Mars yang diperkirakan baru terbentuk antara September 2016 sampai Februari 2019. Foto: NASA/JPL/University of Arizona