Virus Corona-Thailand-Uji Vaksin kepada Monyet

Kenapa Efektivitas Vaksin Corona Diragukan?

11 Agustus 2020 7:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vaksin, harapan di masa pandemi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Vaksin, harapan di masa pandemi. Foto: Shutterstock
Sembilan bulan sudah SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, memorakporandakan tatanan kehidupan manusia, dan dunia berdegup-degup cemas menanti penangkalnya: vaksin corona.
Saat ini setidaknya ada tujuh kandidat vaksin corona yang memasuki uji klinis tahap final dengan disuntikkan ke manusia. Salah satunya ialah CoronaVac produksi Sinovac Biotech, perusahaan farmasi asal Beijing, yang tengah diuji kepada seribuan relawan di Bandung—dan ribuan lainnya di Brasil.
Sementara di Amerika Serikat, perusahaan bioteknologi Moderna bersama Pusat Penelitian Vaksin National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), dan perusahaan farmasi Pfizer bersama perusahaan bioteknologi BioNTech juga menguji vaksin corona buatan mereka kepada 30.000 orang.
Namun, keraguan akan efektivitas vaksin-vaksin tersebut mengemuka, termasuk dari Dr. Anthony Fauci—dokter, ahli imunologi, dan Direktur NIAID yang juga menjadi salah seorang penasihat gugus tugas penanganan virus corona di Gedung Putih.
Menurut Fauci, peluang bagi terciptanya vaksin yang sangat efektif—yang bisa memberikan perlindungan nyaris total terhadap virus corona—adalah tipis. Sejauh ini, para ilmuwan berharap mewujudkan vaksin coronavirus yang setidaknya 75 persen efektif. Meski, imbuh Fauci, 50 atau 60 persen efektif juga dapat diterima.
“Kita belum tahu tingkat kemanjurannya—apakah 50 atau 60 persen. Saya ingin 75 persen atau lebih. Tapi kans untuk mendapatkan vaksin yang 98 persen efektif tidaklah besar. Artinya, kita tak boleh mengabaikan protokol kesehatan,” kata Fauci seperti dilansir Reuters.
Artinya, imbuh Fauci “kita tak sekalipun boleh mengabaikan pendekatan kesehatan.”
Dr. Anthony Fauci, dokter dan penasihat gugus tugas penanganan virus corona AS. Foto: Kevin Dietsch/AFP/Pool

Efektivitas dan Durabilitas Vaksin Corona

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS akan meloloskan vaksin corona untuk digunakan secara luas meski tingkat efektivitasnya hanya 50 persen. Yang penting, vaksin itu aman.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, vaksin dengan efektivitas 50 persen kurang lebih setara dengan vaksin influenza, dan masih di bawah efektivitas vaksin campak yang mencapai 93 persen.
Fauci juga mencemaskan durabilitas vaksin COVID-19. Mengingat pengalaman dengan jenis virus corona lain yang lebih dulu ada, vaksin-vaksin yang dikembangkan saat ini mungkin tak dapat memberikan perlindungan jangka panjang.
“Jika kita melihat sejarah virus-virus corona, jenis yang menyebabkan flu biasa memiliki vaksin dengan kekebalan tiga sampai enam bulan saja. Selalu kurang dari setahun. Itu proteksi yang minim,” ujar Dr. Fauci kepada jurnal medis JAMA Network.
Penelitian awal menemukan bahwa respons imun terhadap SARS-CoV-2 kemungkinan serupa dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (virus corona penyebab SARS dan MERS).
Pada SARS dan MERS, imunitas dapat bertahan selama beberapa tahun, tapi perlindungan antibodi cenderung memudar dalam rentang waktu setahun setelah seseorang terinfeksi. Artinya, orang-orang yang pernah terkena COVID-19 dan telah pulih, dapat terjangkit lagi di kemudian hari.
Meski demikian, menurut Direktur Birmingham Vaccine Research Clinic Universitas Alabama Dr. Paul Goepert, vaksin dapat menciptakan imunitas yang lebih tahan lama karena ia fokus untuk membentuk kekebalan tubuh.
Pascal Soriot, CEO AstraZeneca. Foto: Ben Stansall/AFP
Pascal Soriot, CEO AstraZeneca—perusahaan farmasi yang bekerja sama dengan Universitas Oxford dalam mengembangkan vaksin corona dengan nama teknis ChAdOx1 nCoV-19—mengatakan bahwa vaksinnya mungkin hanya bisa efektif sampai satu tahun.
Sementara itu, pebisnis AS Bill Gates—yang menggelontorkan dana untuk membantu menemukan vaksin corona—menyatakan bahwa vaksin mungkin perlu diberikan lebih dari satu kali untuk membuat seseorang kebal terhadap virus corona.
“Tidak ada satu pun vaksin corona yang kelihatannya akan bekerja dengan dosis tunggal,” kata Bill Gates kepada CBS News.
Suntikan lanjutan perlu diberikan sebulan setelah vaksin pertama, dan diperbarui dengan dosis lainnya beberapa tahun kemudian.
Barry Bloom, ahli imunologi Harvard T.H. Chan School of Public Health, menyatakan hampir semua pengembang vaksin corona mempertimbangkan dua kali suntikan untuk vaksin mereka.
Idealnya, menurut Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, vaksin corona bisa berfungsi optimal dalam sekali suntik—dan untuk kekebalan seumur hidup.
“Enggak perlu (suntikan) booster dua kali, tiga kali, dan sebagainya. Idealnya begitu, tapi tak selalu bisa berhasil,” ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Peneliti di Universitas Chulalongkorn Thailand memegang kandidat vaksin virus corona. Foto: AFP/Mladen Antonov
Perlu diingat, ujar Direktur Eksekutif Program Kesehatan Darurat WHO Dr. Mike Ryan, fase final uji klinis vaksin tak menjamin keberhasilan.
“Fase tiga bukan berarti kita hampir sampai. Fase tiga artinya kali pertama bagi suatu vaksin diujikan kepada manusia secara massal untuk melihat apakah mereka akan terlindungi dari infeksi alami,” kata Ryan dalam NBC Nightly News.
“Kita belum bisa bilang kita memiliki vaksin. Kita mungkin memilikinya—atau tidak,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Meski virus corona tak akan pernah hilang, Fauci menekankan yang terpenting adalah kerja sama para pemimpin dunia untuk membawa virus itu ke tingkatan yang lebih tak berbahaya.
Profesor Manajemen dan Kebijakan Kesehatan di City University of New York, Bruce Y. Lee, dalam analisisnya di The Conversation mengatakan bahwa vaksin dengan tingkat kemanjuran 60 persen masih bisa menghentikan pandemi dan memungkinkan masyarakat kembali beraktivitas normal—dengan syarat: sebagian besar populasi manusia harus divaksinasi.
Simulasi uji klinis CoronaVac di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Foto: Agung Rajasa/ANTARA
Uji coba tahap tiga vaksin corona atau uji klinis terhadap manusia kini digelar massal oleh sejumlah pengembang vaksin di berbagai negara, termasuk Indonesia yang memulainya hari ini, Selasa (11/8).
Vaksin corona yang diuji di Bandung tersebut ialah CoronaVac buatan Sinovac Biotech asal China. Sebanyak 1.620 relawan telah siap menerima suntikan virus corona yang telah dimatikan itu, termasuk Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Sebelum divaksin, mereka menjalani pemeriksaan kesehatan berlapis, termasuk tes swab.
Uji klinis CoronaVac dijadwalkan rampung akhir 2020. Bila semua lancar, Bio Farma akan memproduksinya secara massal—100 juta vaksin di awal 2021 dan meningkat 250 juta pada tahap berikutnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten