Kenapa Kita Sulit Mencium Bau Badan Sendiri?

6 September 2023 14:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mencium bau badan sendiri.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mencium bau badan sendiri. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kamu pernah mengecek badanmu bau atau tidak dengan mendekatkan hidung ke ketiak, tapi malah tidak tercium apa pun? Cium bau badan sendiri memang enggak semudah mencium bau badan atau mulut orang lain.
ADVERTISEMENT
Indra penciuman kita sering dinilai kurang tajam dibandingkan dengan indra penciuman hewan seperti anjing, tikus, dan babi. Meski begitu, manusia sebenarnya memiliki penciuman yang enggak jelek-jelek amat. Bahkan dalam beberapa kasus bisa mengungguli hewan.
Hidung manusia punya sekitar 400 reseptor penciuman berbeda yang mampu mendeteksi 10 jenis bau dan lebih dari 1 triliun aroma. Penciuman dianggap sebagai salah satu indra pertama yang dikembangkan manusia. Sebuah penelitian menemukan manusia memiliki kemampuan lebih baik dalam mendeteksi senyawa aromatik tumbuhan ketimbang anjing, berkat sejarah evolusi manusia sebagai pemburu-pengumpul.
Lantas, mengapa manusia terkadang sulit mencium bau badannya sendiri? Hiroaki Matsunami, ahli neurologi molekuler di Dake University, mengatakan kita sebenarnya bisa mencium bau badan sendiri –dengan mengendus ketiak, tapi seiring berjalannya waktu kita menjadi tidak peka terhadap aroma tertentu.
ADVERTISEMENT
“Hal yang sama juga terjadi pada bau apa pun yang rutin kita temui, seperti parfum atau bagian dalam rumah kita,” kata Matsunami, sebagaimana dikutip Live Science.
Proses ini dikenal sebagai “kelelahan penciuman”, dan sampai saat ini penyebabnya masih belum diketahui. Peneliti menduga penyebabnya karena perubahan pada reseptor penciuman atau cara otak merespons suatu bau atau aroma.
Ilustrasi bau badan Foto: Shutter Stock
Menurut Rachel Herz, ahli saraf di Brown University, kemampuan kita untuk mendeteksi bau diri sendiri juga meningkat dalam situasi tertentu. “Kita memiliki bau badan yang unik, jadi kita benar-benar menyesuaikan diri dengan perubahan pada bau badan apa pun,” katanya.
Sebagai contoh, jika kamu makan sesuatu berbau bawang putih lalu mengalami hari penuh dengan tekanan, kemungkinan kamu akan mencium bau bawang melalui keringat dan air liur. Penelitian menemukan hubungan antara bau dan penyakit. Napas yang bau seperti buah busuk bisa menjadi tanda diabetes yang tidak diobati, sedangkan tifus membuat keringat bau seperti roti baru dipanggang.
ADVERTISEMENT
Penyakit parkinson diduga menyebabkan badan bau kayu atau musky. Bau ini pernah diendus oleh seorang wanita ketika bau badan suaminya berubah sebelum didiagnosis terkena parkinson. Si wanita bahkan mampu mendeteksi penyakit yang sama dengan akurasi nyaris sempurna setelah mengendus baju enam pasien parkinson dan enam pasien kontrol.
Saat ini para peneliti sedang menyelidiki apakah perubahan minyak kulit yang disebut sebum dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit sebelum timbul gejala atau tidak.
Selain kesehatan, aroma tubuh juga terkait dengan hubungan sosial. Dalam sebuah penelitian yang terbit di Royal Society Publishing pada 1995, para ilmuwan meminta wanita untuk mengendus kaus pria tanpa parfum. Masing-masing wanita memiliki preferensi yang kuat, dan para peneliti menghubungkan mereka dengan serangkaian gen disebut major histocompatibility complex (MHC), gen yang mengkode peptida yang digunakan sistem kekebalan untuk menandai patogen asing masuk dalam tubuh.
ADVERTISEMENT
Sesuatu dalam bau badan kita mengeluarkan kumpulan aroma MHC unik, dan wanita lebih menyukai aroma pria dengan gen MHC berbeda dengan mereka. Alasannya masih diperdebatkan, kata Matsunami, tapi ada kemungkinan bahwa memiliki anak dari seseorang dengan kombinasi gen MHC berbeda dapat memberikan anak kekebalan terhadap lebih banyak penyakit.
Karena sebagian besar manusia adalah makhluk visual, informasi soal penciuman manusia tidak banyak yang diekspor seperti indra lain dan masih banyak aspek yang belum diketahui. Kini, pandemi COVID-19 telah menghidupkan minat ilmuwan untuk kembali meneliti lebih jauh penciuman manusia. Ini karena saat COVID-19 banyak orang yang mengalami anosmia alias kehilangan indra penciuman.
Virus corona tampaknya tidak menghancurkan reseptor aroma atau neuron penciuman, jadi masih belum jelas mengapa orang bisa anosmia saat terkena COVID-19.
ADVERTISEMENT
“Tetapi saya benar-benar berharap ketertarikan terhadap penciuman ini tidak hilang begitu saja dan akan ada minat dan kesadaran serta pengakuan yang berkelanjutan bahwa penciuman sebenarnya sangat penting dan terhubung dengan segala hal dalam hidup kita,” kata Herz.