Kenapa Pria Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona?

4 Desember 2020 14:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pria bereaksi saat petugas kesehatan mengambil sampel usap virus corona, di New Delhi, India, (17/10).  Foto: Adnan Abidi/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria bereaksi saat petugas kesehatan mengambil sampel usap virus corona, di New Delhi, India, (17/10). Foto: Adnan Abidi/REUTERS
ADVERTISEMENT
Hampir genap satu tahun virus corona melanda dunia. Dari data di lapangan, kalangan pria menjadi salah satu kelompok orang yang rentan memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi virus penyebab penyakit COVID-19 tersebut.
ADVERTISEMENT
Tak jarang, gejala yang dialami pria juga lebih parah dengan risiko kematian yang cukup tinggi. Ilmuwan terus mencari penyebab kelompok pria jauh lebih rentan terkena virus corona dibanding perempuan. Jawabannya mulai dari kebiasaan merokok dan gaya hidup lainnya.
Namun kini, penelitian menujukkan bukti paling kuat yang mempengaruhi risiko itu adalah hormon seks. Studi baru menunjukkan, hormon seks atau steroid reproduksi wanita, seperti estrogen dan progesteron, kemungkinan memiliki peran untuk melindungi  melalui sifat anti inflamasi dan efeknya pada sistem kekebalan tubuh. 
Ini adalah alasan mengapa pria lebih banyak terinfeksi COVID-19 ketimbang wanita. Studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Trends in Endocrinology & Metabolism ini juga mendukung laporan yang menunjukkan, wanita hamil jauh lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal karena COVID-19 dibanding akibat dari infeksi lainnya.
ADVERTISEMENT
Graziano Pinna, profesor penelitian psikiatri di University of Illinois di Chicago mengungkap temuan ini dengan menyelidiki para wanita hamil yang tidak memiliki gejala COVID-19. Setelah melahirkan, tiba-tiba mereka mengalami gejala parah.
Hal tersebut terjadi karena setelah melahirkan, produksi estradiol, progesteron, dan allopregnanolone akan menurun tajam. 
Kurir makanan Meituan Dianping melakukan tes swab di Beijing. Foto: MEITUAN DIANPING via Reuters
“Hormon yang membantu memertahankan kehamilan, seperti progesteron, 100 kali lebih terkonsentrasi pada trimester ketiga kehamilan. Estradiol, allopregnanolone, dan progesteron semuanya memiliki fungsi anti inflamasi yang penting dan terlibat dalam pengaturan ulang sistem kekebalan,” kata Pinna. 
“Ini menandakan bahwa perempuan yang terinfeksi virus tanpa gejala dan kebanyakan muncul setelah melahirkan, dan beberapa bahkan dirawat di ICU. Korelasinya sangat terlihat,” imbuhnya.
Estrogen, progesteron, serta metabolit progesteron, dan allopregnanolone tidak hanya berperan sebagai anti-inflamasi, tapi juga membantu sel kekebalan dan merangsang produksi antibodi. Hal ini menjadi penyebab utama mengapa pria dan wanita merespons secara berbeda terhadap banyak infeksi virus, termasuk flu, SARS, dan MERS.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sifat anti-inflamasi ini dan efeknya yang lebih luas pada sistem imun, seperti membentuk kembali kompetensi sel kekebalan dan memicu produksi antibodi, hormon seks wanita juga bisa mencegah infeksi virus corona akut.
Studi baru ini juga menyoroti bukti yang menunjukkan, hormon seks wanita mendorong perbaikan sel paru-paru setelah infeksi  corona dan bahkan menghambat reseptor ACE2, yang digunakan virus SARS-CoV-2 untuk memasuki sel inang.
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutterstock
Studi tersebut juga membahas bagaimana hormon seks wanita membantu mencegah ‘badai sitokin’ yang muncul saat terinfeksi virus corona. Kondisi tersebut terjadi ketika sistem kekebalan bereaksi berlebihan dalam upaya mengendalikan infeksi dan melepaskan terlalu banyak sitokin pro-inflamasi, sehingga menyebabkan hiper inflamasi. 
Badai sitokin merupakan komplikasi COVID-19, yang banyak terjadi pada pria, efeknya dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, kerusakan jaringan, dan kegagalan banyak organ. 
ADVERTISEMENT
“Progesteron dan allopregnanolone dapat memblokir reaksi berlebihan yang luar biasa dari sistem inflamasi, menekannya, dan menghindari efek berlebihan dari sitokin pro-inflamasi,” jelas Pinna.
Lebih lanjut Pinna mengatakan bahwa uji klinis sedang dilakukan untuk menilai apakah mengobati pria dan wanita pasca menopause dengan progesteron atau estradiol dapat membantu mengurangi gejala pada kasus COVID-19 yang parah.