Kepala BKPM dan Menkes Izinkan Pemakaian Alat Rapid Test COVID-19 Buatan WNI

3 April 2020 18:53 WIB
comment
21
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (3/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (3/2). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, dan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, akhirnya memberikan lampu hijau untuk pemakaian alat tes COVID-19 buatan WNI bernama Santo Purnama di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terawan menyebut bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan BKPM perihal pemakaian alat tes Sensing Self yang berbasis serologi di Indonesia, dan akan segera diproses dalam waktu dekat.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Kepala BKPM. Sudah ada solusinya terkait ini,” ujar Terawan kepada kumparan, Jumat (3/4).
Saat dikonfirmasi, Bahlil selaku Kepala BKPM juga membenarkan hal tersebut. Ia menyebut saat ini rencana pemakaian alat tes Sensing Self di Indonesia sedang dalam proses.
“BKPM akan fasilitasi, segera. Perizinan terkait penanganan COVID-19 dipercepat semuanya. Jangan khawatir,” ujar Bahlil, saat dihubungi kumparan, Jumat (3/4).
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Foto: Dok. BKPM
Alat tes Sensing Self digunakan untuk menguji seseorang positif terinfeksi virus corona COVID-19 atau tidak. Alat ini berhasil dikembangkan oleh Santo Purnomo melalui perusahaan teknologi bio sains miliknya, yakni Sensing Self yang berbasis di Singapura. Santo sendiri saat ini bertempat tinggal di San Francisco, California, Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Alat tes yang diciptakan Santo memungkinkan setiap orang untuk melakukan pengetesan di rumah masing-masing, dengan tingkat akurasi diklaim mencapai 92 persen. Satu unit alat tes Sensing Self dibanderol Rp 160 ribu per unit.
Santo mengklaim alat tes Sensing Self bisa memberikan hasil dalam waktu 10 menit saja. Meski hasilnya keluar secara instan, tes ini masih berbasis serologi, yakni pengidentifikasian virus berdasarkan antibodi yang terbentuk dalam tubuh setelah terinfeksi virus. Pada orang yang terinfeksi virus corona kurang dari seminggu, respons imun tubuh belum terbentuk.
Alat tes serologi COVID-19 milik Sensing Self. Foto: Dok. Sensing Self
Untuk menyiasatinya, rapid test bakal kembali dilakukan 6 atau 7 hari kemudian setelah tes pertama dilakukan. Selain itu, perlu juga konfirmasi ulang dengan tes PCR (polumerase chain reaction), yang hasilnya lebih akurat karena menggunakan spesimen swab tenggorokan.
ADVERTISEMENT
Menurut Santo, keunggulan alat tes ciptaannya berada pada enzim yang diletakkan di alat tersebut. Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang mempercepat proses reaksi dalam suatu proses kimia organik. Dalam tes COVID-19, enzim berperan dalam menentukan hasil tes yang dilakukan seseorang.
“Teknologi yang kita miliki bukan terletak pada kit atau kertasnya, tapi ada di enzimnya. Enzim itu kalau tidak diperhatikan, misalnya waktu ditaruh tidak dijaga suhunya atau segala macam, enzim itu bisa rusak,” ujar Santo saat dihubungi kumparanSAINS, Kamis (2/4).
Oleh sebab itu, katanya, banyak alat tes COVID-19 buatan perusahaan lain yang justru memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah. Ini tak lain karena enzim yang mereka buat tidak memperhatikan atau kemungkinan enzimnya rusak saat proses pembuatan.
Alat tes serologi COVID-19 milik Sensing Self. Foto: YouTube/Sensing Self
Sejauh ini, sudah ada tiga wilayah yang memberikan izin edar alat tes Sensing Self, di antaranya adalah Amerika Serikat, India, dan beberapa negara di Eropa. Kini, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang kemungkinan besar bakal menggunakan alat tes serologi tersebut.
ADVERTISEMENT
Sensing Self juga diketahui memproduksi alat tes COVID-19 berbasis PCR. Alat tes berbasis PCR ini mengambil sampel cairan pernapasan pasien untuk mendeteksi virus corona SARS-CoV-2. Namun, harganya lebih mahal dibandingkan alat yang berbasis antibodi, yakni sekitar Rp 1,2 juta. Hasilnya dapat keluar dalam 1 jam.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!