Kisah Ching Shih, Mantan PSK Jadi Bajak Laut Tersukses Pemimpin 80.000 Perompak

19 Oktober 2020 6:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kapal bajak laut. Foto: istockphoto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal bajak laut. Foto: istockphoto
ADVERTISEMENT
Henry Morgan dan Blackbeard alias Edward Teach sering disebut sebagai bajak laut yang paling ditakuti pada 1670-an dan 1710-an. Selain mereka, masih ada satu lagi bajak laut yang tak kalah hebatnya.
ADVERTISEMENT
Bukan, dia bukan Jack Sparrow, tokoh fiksi yang tenar di film Pirates of the Caribbean. Perompak ini seorang perempuan mantan pekerja seks komersial (PSK) asal China, namanya Ching Shih. Dia bisa dibilang bajak laut paling sukses seantero dunia, karena pernah memimpin 80.000 orang perompak.
Sejarahnya dimulai pada abad ke-19. Ketika Ching Shih yang merupakan mantan PSK dari rumah bordil terapung di Kota Kanton dinikahi oleh Cheng I, seorang bajak laut terkenal yang beroperasi di Laut China pada Dinasti Qing. Berkat kecerdasannya, ia dapat mengembangkan bisnis suaminya, bahkan harta yang diwariskan Shih lebih banyak ketimbang Cheng.
Dijelaskan dalam buku “Pirates of the South China Coast” karya Dian H. Murray, Cheng I adalah komando yang tangguh di kapal bajak laut Armada Bendera Merah. Dia berhasil menyatukan banyak organisasi bajak laut di China. Cheng menikahi Ching Shih yang berusia 26 tahun pada 1801.
ADVERTISEMENT
Menurut rumor yang beredar, Cheng menikahi Ching Shih karena ia dikenal sebagai pengusaha cerdik. Kemampuan Ching Shih dalam bisnis dipelajari saat dirinya bekerja sebagai pelacur. Ia mampu menjalin hubungan politik dengan para pengusaha kaya raya. Bukan hanya itu, mereka bahkan tunduk di bawah kekuasaan Ching Shih.
Sketsa dari tahun 1800-an menggambarkan Ching Shih (kanan) dalam pertempuran. Foto: commons.Wikimedia.org
Kendati tidak ada sumber yang jelas tentang rumor ini, namun kesuksesan Ching Shih tidak terbantahkan. Kecerdasan Ching Shih dalam berbisnis terlihat saat ia menikahi Cheng I yang memberikan syarat menjadi pemimpin bajak laut.
Enam tahun setelah menikah, Cheng meninggal pada usia 42 tahun. Tidak jelas apa yang menyebabkan Cheng meninggal. Beberapa cerita menyebut bahwa dia tewas ditelan tsunami ketika berada di lautan. Yang lain menyebut ia dibunuh di Vietnam.
ADVERTISEMENT
Ketika Cheng menemui ajal, Ching Shih menjadi pemimpin bajak laut seutuhnya. Dia memimpin sekitar 1.800 kapal bajak laut, dengan total pasukan lebih dari 80.000 orang. Sebagai pembanding, Blackbeard si bajak laut terkenal di abad yang sama hanya memerintah empat kapal dan 300 perompak.
Posisi Ching Shih untuk memimpin Armada Bendera Merah sebenarnya sempat tersendat oleh putra angkat sekaligus ahli waris Cheng: Cheung Po Tsai. Namun, bukan Ching Shih namanya jika menyerah begitu saja. Alih-alih menyingkirkan Cheung Po Tsai, dia justru menikahi anak tirinya dan kembali melenggang pada kekuasaan sebagai pemimpin bajak laut.
Dalam menjalankan kekuasaannya, dia membuat sebuah aturan disebut kode hukum yang berlaku bagi semua bajak laut di bawah komandonya. Kode hukum itu cukup ketat, dan setiap bajak laut tanpa terkecuali wajib mematuhi perintahnya. Jika membangkang, maka kepala si pelanggar harus dipenggal.
Ilustrasi bajak laut. Foto: istockphoto
Selain itu, dia juga membuat aturan yang sangat tidak lazim di kalangan para penjahat. Aturan itu menyebut bahwa siapa saja yang memperkosa seorang tawanan wanita, maka dia wajib dihukum mati, dan jika hubungan seks di antara keduanya berlandaskan suka sama suka, maka mereka berdua juga wajib dihukum mati.
ADVERTISEMENT
Di bawah kepemimpinan Ching Shih, Armada Bendera Merah tidak terkalahkan. Bahkan, beberapa kekuatan besar seperti dinasti Qing, angkatan laut Portugis, dan pasukan India Timur yang mencoba melakukan penjajahan, justru gagal menaklukkan kekuatan pasukan Ching Shih.
Tiga tahun menguasai laut lepas, Ching Shin akhirnya pensiun pada tahun 1810 dengan menerima tawaran amnesti dari pemerintah China. “Apa yang memicu penyerahan tampaknya adalah konflik internal antara Armada Hitam dan Merah dan para pemimpin mereka, yang mula-mula menyebabkan penyerahan Armada Bendera Hitam dan akhirnya ke armada Bendera Merah,” kata Murray dalam bukunya.
"Saya membayangkan bahwa dengan meningkatnya tekanan dari luar untuk penindasan mereka dan hilangnya kohesi internal, dia menyadari bahwa waktunya telah tiba untuk menyerah."
ADVERTISEMENT